Tuesday, 16 April 2019

LP TEORI PENUMOTHORAX

BAB 1
TINJAUAN PUSTAKA
PENUMOTHORAX


1.1  Pengertian
Pneumotorax adalah terdapatnya udara dalam rongga pleura, sehingga paru-paru dapat terjadi kolaps.
Pneumotoraks adalah adanya udara di dalam rongga pleura. Pneumotoraks banyak terjadi pada penderita umur dewasa (40 tahun ). Laki-laki lebih banyak dari pada perempuan
1.2  Anatomi
Anatomi Rongga Thoraks
Kerangka dada yang terdiri dari tulang dan tulang rawan, dibatasi  oleh :
-          Depan              : Sternum dan tulang iga.
-          Belakang         : 12 ruas tulang belakang (diskus intervertebralis).
-          Samping          : Iga-iga beserta otot-otot intercostal.
-          Bawah             : Diafragma
-          Atas                 : Dasar leher.
Isi :
-          Sebelah kanan dan kiri rongga toraks terisi penuh oleh paru-paru beserta pembungkus pleuranya.
-          Mediatinum : ruang di dalam rongga dada antara kedua paru-paru. Isinya meliputi jantung dan pembuluh-pembuluh darah besar, oesophagus, aorta desendens, duktus torasika dan vena kava superior, saraf vagus dan frenikus serta sejumlah besar kelenjar limfe.
1.3  Etiologi
  1. Pada waktu inspirasi tekanan intra pleura lebih negatif daripada tekanan intra bronchial, maka paru akan berkembang mengikuti dinding thoraks sehingga udara dari luar dimana tekanannya nol (0) akan masuk bronchus sampai ke alveoli.
  2. Pada waktu ekspirasi dinding dada menekan rongga dada sehingga tekanan intra pleura akan lebih tinggi dari tekanan di alveolus ataupun di bronchus sehingga udara ditekan keluar melalui      bronchus.
  3. Tekanan intra bronchial meningkat apabila ada tahanan jalan napas. Tekanan intra bronchial akan lebih meningkat lagi pada waktu batuk,bersin, atau mengejan, pada keadaan ini glottis tertutup. Apabila di bagian perifer dari bronchus atau alveolus ada bagian yang lemah maka akan pecah atau terobek.
  4. Pneumotoraks terjadi disebabkan adanya kebocoran dibagian paru yang berisi udara melalui robekan atau pecahnya pleura. Robekan ini akan berhubungan dengan bronchus.
  5. Pelebaran dari alveoli dan pecahnya septa-septa alveoli yang kemudian membentuk suatu bula di dekat suatu daerah proses non spesifik atau granulomatous fibrosis adalah salah satu sebab yang sering terjadi pneumotoraks, dimana bula tersebut berhubungan dengan adanya obstruksi emfisema.
  6. Penyebab tersering adalah valve mekanisme di distal dari bronchial yang ada keradangan atau jaringan parut.
Secara singkat penyebab terjadinya pneumotorak menurut pendapat “MACKLIN “ adalah sebagai berikut :
1.      Alveoli disanggah oleh kapiler yang lemah dan mudah robek, udara masuk ke arah jaringan peribronchovaskuler apabila alveoli itu menjadi lebar dan tekanan didalam alveoli meningkat.
2.      Apabila gerakan napas yang kuat, infeksi, dan obstruksi endobronchial merupakan fakltor presipitasi yang memudahkan terjadinya robekan.
Selanjutnya udara yang terbebas dari alveoli dapat menggoyakan jaringan fibrosis di peribronchovaskuler kearah hilus, masuk mediastinum dan menmyebabkan pneumotoraks atau pneumomediastinum.

1.4  Klasifikasi
1.      Berdasarkan terjadinya.
1)      Artifisial
2)      Traumatik
3)      Spontan
2.      Berdasarkan lokasinya
1)      Pneumotoraks parietalis
2)      Pneumotoraks mediastinalis
3)      Pneumotoraks basalis
3.      Berdasarkan derajat kolaps
1)      Pneumotoraks totalis
2)      Pneumotoraks partialis
4.      Berdasarkan jenis fistel
1)      Pneumotoraks terbuka
Pneumotoraks dimana ada hubungan terbuka antara rongga pleura dan bronchus yang merupakan dunia luar. Dalam keadaan ini tekanan intra pleura sama dengan tekanan barometer (luar ). Tekanan intra pleura disekitar nol (0 ) sesuai dengan gerakan pernapasan.
Pada waktu inspirasi tekanannya negatif dan pada waktu ekspirasi positif  + 2 ekspirasi
- 2 inspirasi
2)      Pneumotoraks tertutup
Rongga pleura tertutup tidak ada hubungan dengan dunia luar. Udara yang dulunya ada di rongga pleura kemungkinan positif oleh karena diresorbsi dan tidak adanya hubungan lagi dengan dunia luar, maka tekanan udara di rongga pleura menjadi negatif. Tetapi paru belum mau berkembang penuh. Sehingga masih ada rongga pleura yang tampak meskipun tekanannya sudah negatif  -   4 ekspirasi
- 12 inspirasi
3)      Pneumotoraks ventil
Merupakan pneumotoraks yang mempunyai tekanan positif berhubung adanya fistel di pleura viseralis yang bersifat ventil.Udara melalui bronchus terus ke percabangannya dan menuju kearah pleura yang terbuka. Pada waktu inspirasi udara masuk ke rongga pleura dimana pada permulaan masih negatif. Pada waktu ekspirasi udara didalam rongga pleura yang masuk itu tidak mau keluar melalui lubang yang terbuka tadi bahkan udara ekspirasi yang mestinya dihembuskan keluar dapat masuk kedalam rongga pleura, apabila ada obstruksi dibronchus bagian proksimal dari fistel tersebut. Sehingga tekanan pleura makin lama makin meningkat sehubungan dengan berulangnya pernapasan. Udara masuk rongga pleura pada waktu ekspirasi oleh Karena udara ekspirasi mempunyai tekanan lebih tinggi dari rongga pleura, lebih-lebih kalau penderita batuk-batuk, tekanan udara di bronchus lebih kuat lagi dari ekspirasi biasa.

1.5  Gejala Klinik
1.      Keluhan : timbulnya mendadak, biasanya setelah mengangkat barang berat, habis batuk keras, kencing yang mengejan, penderita menjadi sesak yang makin lama makin berat.

2.      Keluhan utama : sesak, napas berat, bias disertai batuk-batuk. Nyeri dada dirasakan pada sisi sakit, terasanya berat (kemeng), terasa tertekan, terasa lebih nyeri  pada gerakan respirasi.

1.1  Pemeriksaan fisik
Dapat ditemukan hal-hal sebagai berikut :
1.      Sesak ringan sampai berat, napas tertinggal, senggal pendek-pendek.
2.      Tanpa atau dengan cyanosis.
3.      Tampak sakit ringan sampai berat, lemah sampai shock, berkeringat dingin.
4.      Berat ringannya keadaan penderita tergantung dari keadaan pneumotoraksnya.
5.      Tertutup dan terbuka biasanya tidak berat.
6.      Ventil ringan tekanan positif tinggi biasanya berat.
7.      Selain itu tergantung juga keadaan paru yang lain dan ada atau tidaknya obstruksi jalan napas.
Pemeriksaan thoraks :
1.        Terjadi pencembungan dan pada waktu pergerakan napas tertinggal pada sisi  yang sakit.
2.        Trachea dan jantung terdorong kesisi yang sehat
3.        Icteus jantung terdorong ke sisi yang sehat
4.        Fremitus suara melemah atau menghilang.
5.        Suara ketuk hypersonor sampai tympani dan tidak menggetar.
6.        Pada auskultasi suara napas melemah sampai menghilang, suara vokal melemah dan tidak menggetar.

1.2  Pemeriksaan Radiologis
1.      Foto thoraks 2 arah :
1)      Pada foto tampak hitam yang merata dan bagian lain paru yang kolaps akan tampak garis yang merupakan tepi dari paru
2)      Pada foto dada PA, terlihat pinggir paru yang kollaps berupa garis pada pneumothoraks parsialis yang lokalisasinya di anterior atau porterior batas pinggir paru ini mungkin tidak terlihat.
3)      Mediastinal ships” dapat dilihat pada foto PA atau fluoroskopi pada saat penderita inspirasi atau ekspirasi, terutama dapat terjadi pada “tension pneumothoraks”
2.      Diagnosis fisik :
1)      Bila pneumotoraks < 30% atau hematotorax ringan (300cc) terap simtomatik, observasi.
2)      Bila pneumotoraks > 30% atau hematotorax sedang (300cc) drainase cavum pleura dengan WSD, dainjurkan untuk melakukan drainase dengan continues suction unit.
3)      Pada keadaan pneumotoraks yang residif lebih dari dua kali harus dipertimbangkan thorakotomi
4)      Pada hematotoraks yang massif (terdapat perdarahan melalui drain lebih dari 800 cc segera thorakotomi.

1.3  Diagnosis Banding
1.        Pleurisi dan perikarditis
2.        Miokard infark dan emboli paru
3.        Bronkitis kronis dan emfisema
4.        “Diaphragmatic Herniae”
5.        Dissecting aneurysmae aortae”

1.4  Komplikasi
1.        Emfisema
2.        Hemathoraks
3.        Kardiogenik shock
4.        Kegagalan pernapasan

1.5  Penyulit
1.        Timbul cairan intra pleura, misalnya.
2.        Pneumothoraks disertai efusi pleura : eksudat, pus.
3.        Pneumothoraks disertai darah : hematho toraks.
4.        Emfisema subkutis dan emfisema mediartinum.
5.        Syok kardiogenik.
6.        Gagal nafas

1.6  Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pneumothoraks tergantung dari jenis pneumothoraks, derajat kolaps berat ringan gejala, penyakit dasar dan penyulit yang terjadi untuk melaksanakan pengobatan tersebut dapat dilakukan tindakan medis atau tindakan bedah.
1.      Tindakan medis
Tindakan observasi, yaitu dengan mengukur  tekanan intra pleural menghisap udara dan mengembangkan paru. Tindakan ini terutama di tujukan pada penderta pneumothoraks tertutup atau terbuka sedangkan untuk pneumothoraks ventil tindakan utama  yang harus dilakukan dekompresi terhadap tekanan intra plura yang tinggi tersebut yaitu dengan membuat hubungan dengan udara luar.
2.      Tindakan dekompresi
Membuat hubungan rongga pleura dengan dunia luar dengan cara :
1)      Menusukkan jarum melalui dinding dada terus masuk kerongga pleura dengan demikian tekanan udara yang positif di rongga pleura akan berubah menjadi negatif karena udara yang positif di rongga pleura akan berubah menjadi negatif karena udara keluar melalui jarum tersebut.
1)      Membuat hubungan dengan udara luar melalui kontra ventil :
1)      Dapat memakai infus set
1)      Jarum abbocath
1)      Pipa Water Sealed Drainage (WSD)
Pipa khusus (thoraks kateter) steril, dimasukkan ke rongga pleura dengan perantara troakar atau dengan bantuan klem penjepit (pean) pemasukan pipa plastik (thoraks kateter) dapat juga dilakukan me;lalui celah yang telah dibuat dengan bantuan insisi kulit dari sela iga ke 4 pada garis aksila tengah atau pada garis aksila belakang. Selain itu dapat pula melalui sela iga ke 2 dari garis klavikula tengah. Selanjutnya ujung selang plastik didada dan pipa kaca WSD dihubungkan melalui pipa plastik di dada dan pipa kaca WSD di hubungkan melalui pipa plastik lainnya posisi ujung pipa kaca yang berada  di botol sebaiknya berada 2 cm dibawah permukkaan air supaya gelembung udara dapat dengan mudah keluar melalui perbedaan tekanan tersebut.
1)      Penghisapan terus – menerus (continous suction).
Penghisapan dilakukan terus menerus apabila tekanan intra pleura tetap positif penghisapan ini dilakukan dengan memberi tekanan negatif sebesar sebesar 10 – 20  cm H2O dengan tujuan agar paru cepat mengembang dan segera terjadi perlekatan antara pleura viseralis dan pleura parietalis.
1)      Pencabutan drain.
Apabila paru telah mengembang  maksimal dan tekanan intra pleura sudah negatif kembali, drain drain dapat dicabut, sebelum dicabut drain di tutup dengan cara dijepit atau ditekuk selama 24 jam. Apabila paru tetap mengembang penuh, maka drain dicabut.
3.      Tindakan bedah
1)      Dengan pembukaan dinding thoraks melalui operasi duicari lubang yang menyebabkan pneumothoraks dan dijahit.
1)      Pada pembedahan, apabila dijumpai adanya penebalan pleura yang menyebakan paru tidak dapat mengembang, maka dilakukan pengelupasan atau dekortisasi.
1)      dilakukan reseksi bila ada bagian paru yang mengalami robekan atau bila ada fistel dari paru yang rusak. Sehingga paru tersebut tidak berfungsi dan tidak dapat dipertahankan kembali.
1)      pilihan terakhir dilakukan pleurodesis dan perlekatan antara kedua pleura ditempat fistel.
1)      Bullow  Drainage / WSD
Pada trauma toraks, WSD dapat berarti :
1.      Diagnostik :
Menentukan perdarahan dari pembuluh darah besar atau kecil, sehingga dapat ditentukan perlu operasi torakotomi atau tidak, sebelum penderita jatuh dalam shoks.
2.      Terapi :
Mengeluarkan darah atau udara yang terkumpul di rongga pleura. Mengembalikan tekanan rongga pleura sehingga "mechanis of breathing" dapat kembali seperti yang seharusnya.
3.      Preventive :
Mengeluarkan udaran atau darah yang masuk ke rongga pleura sehingga  "mechanis of breathing" tetap baik.
Perawatan WSD dan pedoman latihanya :
1.      Mencegah infeksi di bagian masuknya slang.
Mendeteksi di bagian dimana masuknya slang, dan pengganti verband 2 hari sekali, dan perlu diperhatikan agar kain kassa yang menutup bagian masuknya slang dan tube tidak boleh dikotori waktu menyeka tubuh pasien.
2.      Mengurangi rasa sakit dibagian masuknya slang. Untuk rasa sakit yang hebat akan diberi analgetik oleh dokter.
3.      Dalam perawatan yang harus diperhatikan :
1)      Penetapan slang.
Slang diatur senyaman mungkin, sehingga slang yang dimasukkan tidak terganggu dengan bergeraknya pasien, sehingga rasa sakit di bagian masuknya slang dapat dikurangi.
2)      Pergantian posisi badan.
Usahakan agar pasien dapat merasa enak dengan memasang bantal kecil dibelakang, atau memberi tahanan pada slang, melakukan pernapasan perut, merubah posisi tubuh sambil mengangkat badan, atau menaruh bantal di bawah lengan atas yang cedera.
3)      Mendorong berkembangnya paru-paru.
-          Dengan WSD/Bullow drainage diharapkan paru mengembang.
-          Latihan napas dalam.
-          Latihan batuk yang efisien : batuk dengan posisi duduk, jangan batuk waktu slang diklem.
-          Kontrol dengan pemeriksaan fisik dan radiologi.
4)      Perhatikan keadaan dan banyaknya cairan suction.
Perdarahan dalam 24 jam setelah operasi umumnya 500 - 800 cc. Jika perdarahan dalam 1 jam melebihi 3 cc/kg/jam, harus dilakukan torakotomi. Jika banyaknya hisapan bertambah/berkurang, perhatikan juga secara bersamaan keadaan pernapasan.
5)      Suction harus berjalan efektif :
Perhatikan setiap 15 - 20 menit selama 1 - 2 jam setelah operasi dan setiap 1 - 2 jam selama 24 jam setelah operasi.
-          Perhatikan banyaknya cairan, keadaan cairan, keluhan pasien, warna muka, keadaan pernapasan, denyut nadi, tekanan darah.
-          Perlu sering dicek, apakah tekanan negative tetap sesuai petunjuk jika suction kurang baik, coba merubah posisi pasien dari terlentang, ke 1/2 terlentang atau 1/2 duduk ke posisi miring bagian operasi di bawah atau di cari penyababnya misal : slang tersumbat oleh gangguan darah, slang bengkok atau alat rusak, atau lubang slang tertutup oleh karena perlekatanan di dinding paru-paru.
6)      Perawatan "slang" dan botol WSD/ Bullow drainage.
-          Cairan dalam botol WSD diganti setiap hari , diukur berapa cairan yang keluar kalau ada dicatat.
-          Setiap hendak mengganti botol dicatat pertambahan cairan dan adanya gelembung udara yang keluar dari bullow drainage.
-          Penggantian botol harus "tertutup" untuk mencegah udara masuk yaitu meng"klem" slang pada dua tempat dengan kocher.
-          Setiap penggantian botol/slang harus memperhatikan sterilitas botol dan slang harus tetap steril.
-          Penggantian harus juga memperhatikan keselamatan kerja diri-sendiri, dengan memakai sarung tangan.
-          Cegah bahaya yang menggangu tekanan negatip dalam rongga dada, misal : slang terlepas, botol terjatuh karena kesalahan dll.
7)      Dinyatakan berhasil, bila :
-          Paru sudah mengembang penuh pada pemeriksaan fisik dan radiologi.
-          Darah cairan tidak keluar dari WSD / Bullow drainage.
-          Tidak ada pus dari selang WSD.

1.7  Pengobatan tambahan
  1. Apabila terdapat proses lain di paru, maka pengobatan tambahan ditujukan terhadap penyebanya
  2. Terhadap proses tuber kulosis paru, diberi obat anti tuberculosis .
  3. Untuk mencegah obstipasi dan memperlancar defekasi, penderita diberi laksan ringan, dengan tujuan supaya saat defekasi, penderita tidak perlu mengejan terlalu keras.
  4. Istirahat total
  5. Penderita dilarang melakukan kerja keras (mengangkat barang) batuk, bersin terlalu keras, mengejan.
  6. Pencegahan pneumothorik
  7. Pada penderia PPOM, berikanlah pengobatan dengan sebaik – baiknya, terutama bila penderita batuk, pemberian bronkodilator  anti tusif ringan sering sering dilakukan dan penderita dianjurkan kalau batuk jangan keras – keras. Juga penderita tidak boleh mengangkat barang berat, atau mengejan terlalu kuat.
  8. Penderita TB paru, harus diobatai dengan baik sampai tuntas. Lebih baik lagi. Bila penderita TB masih dalam tahap lesi minimal, sehingga penyembuhan dapat sempurna tanpa meninggalkan cacat yang berarti.
  9. Rehabilitasi
  10. Penderita yang telah sembuh dari pneumothoraks harus dilakukan pengobatan secara baik untuk penyakit dasar.
  11. untuk sementara waktu (dalam beberapa minggu), penderita dilarang mengejan, mengangkat barang berat, batuk / bersin terlalu keras.
  12. bila mengalami kesulitan defekasi karena pemberian anti tusif, berilah laksan ringan.
  13. Kontrol penderita pada waktu tertentu, terutama kalau ada keluhan batuk sesak nafas.


BAB 2
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA KLIEN DENGAN PNEUMOTHORAKS


PENGKAJIAN KEPERAWATAN

2.1  Riwayat keperawatan

      Klien terdapat penyakit paru, bila ditemukan adanya iritan pada paru yang meningkat maka mungkin terdapat riwayat merokok. Penyakit yang sering ditemukan adalah pneumotoraks, hemotoraks, Pleural effusion atau empiema. Klien bias juga ditemukan adanya rwayat trauma dada  yang mendadak yang memerlukan tindakan pembedahan.

2.2  Pemeriksaan

      Adanya respirasi ireguler, takhipnea, pergeseran mediastinum, ekspansi dada asimetris. Adanya ronchi atau rales, suara nafas yang menurun, yang menurun, perkursi dada redup menunjukan adanya pleural effusion Sering ditemui sianosis perifel atau sentral, takhikardia, hipotensi,dan nyeri dada pleural. Pad pemeriksaan Blood gas terdapat kelainan pada PaO2 yang menurun dan   PCO2  yang meningkat. Terdapat ketidak seimbangan cairan elektrolit yang ringan missal pada  Na dan K.

2.3  Faktor perkembangan / psikososial

      Klien mengalami kecemasan, ketakutan terhadap nyeri, prosedur atau kematian, karena penyakit atau tindakan. Persepsi dan pengalaman lampau klien terhadap tindakan  ini atau hospitalisasi akan mempengaruhi keadan psikososial klien.

2.4  Pengetahuan klien dan keluarga

      Pengkajian diarahkan pada pengertian klien tentang tindakan WSD, tanda atau gejala yang menimbulkan kondisi ini, tingkat pengetahuan, kesiapan dan kemauan untuk belajar.

2.5  Pemeriksaan Fisik :

1.      Sistem Pernapasan :
1)      Sesak napas
2)     Nyeri, batuk-batuk.
1)      Terdapat retraksi klavikula/dada.
2)      Pengambangan paru tidak simetris.
3)      Fremitus menurun dibandingkan dengan sisi yang lain.
4)      Pada perkusi ditemukan Adanya suara sonor/hipersonor/timpani , hematotraks (redup)
5)      Pada asukultasi suara nafas menurun, bising napas yang berkurang/menghilang.
6)      Pekak dengan batas seperti garis miring/tidak jelas.
7)      Dispnea dengan aktivitas ataupun istirahat.
8)      Gerakan dada tidak sama waktu bernapas.
2.      Sistem Kardiovaskuler :
1)      Nyeri dada meningkat karena pernapasan dan batuk.
2)      Takhikardia, lemah
3)      Pucat, Hb turun /normal.
4)      Hipotensi.
3.      Sistem Persyarafan :
             Tidak ada kelainan.
4.      Sistem Perkemihan.
             Tidak ada kelainan.
5.      Sistem Pencernaan :
Tidak ada kelainan.
6.      Sistem Muskuloskeletal - Integumen.
1)      Kemampuan sendi terbatas.
2)      Ada luka bekas tusukan benda tajam.
3)      Terdapat kelemahan.
4)      Kulit pucat, sianosis, berkeringat, atau adanya kripitasi sub kutan.
7.      Sistem Endokrine :
1)      Terjadi peningkatan metabolisme.
2)      Kelemahan.
8.      Sistem Sosial / Interaksi.
Tidak ada hambatan.
9.      Spiritual :
Ansietas, gelisah, bingung, pingsan.

2.6  Pemeriksaan Diagnostik :

1.      Sinar X dada : menyatakan akumulasi udara/cairan pada area pleural.
2.      Pa Co2 kadang-kadang menurun.
3.      Pa O2 normal / menurun.
4.      Saturasi O2 menurun (biasanya).
5.      Hb mungkin menurun (kehilangan darah).
6.      Toraksentesis : menyatakan darah/cairan,

2.7  Diagnosa Keperawatan :

1.      Ketidakefektifan pola pernapasan b/d ekpansi paru yang tidak maksimal karena akumulasi udara/cairan.
2.      Inefektif bersihan jalan napas b/d peningkatan sekresi sekret dan penurunan batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan.
3.      Perubahan kenyamanan : Nyeri akut b/d trauma jaringan dan reflek spasme otot sekunder.
4.      Gangguan mobilitas fisik b/d ketidakcukupan kekuatan dan ketahanan untuk ambulasi dengan alat eksternal.
5.      Potensial Kolaboratif : Akteletasis dan Pergeseran Mediatinum.
6.      Kerusakan integritas kulit b/d trauma mekanik terpasang bullow drainage.
7.      Resiko terhadap infeksi b/d tempat masuknya organisme sekunder terhadap trauma.


Intervensi Keperawatan

Diagnosa 1
Ketidakefektifan pola pernapasan b/d ekspansi paru yang tidak maksimal karena trauma.
Tujuan : Pola pernapasan efektive.
Kriteria hasil :
1)      Memperlihatkan frekuensi pernapasan yang efektive.
2)      Mengalami perbaikan pertukaran gas-gas pada paru.
3)      Adaptive mengatasi faktor-faktor penyebab.
Intervensi Keperawatan :
1.      Berikan posisi yang  nyaman, biasanya dnegan peninggian kepala tempat tidur. Balik ke sisi yang sakit. Dorong klien untuk duduk sebanyak mungkin.
R : Meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan ekpsnsi paru dan ventilasi pada sisi yang tidak sakit
2.      Obsservasi fungsi pernapasan, catat frekuensi pernapasan, dispnea atau perubahan tanda-tanda vital.
R : Distress pernapasan dan perubahan pada tanda vital dapat terjadi sebagai akibat stress fifiologi dan nyeri atau dapat menunjukkan terjadinya syock sehubungan dengan hipoksia
3.      Jelaskan pada klien bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk menjamin keamanan.
R : Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengurangi ansietas dan mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik
4.      Jelaskan pada klien tentang etiologi/faktor pencetus adanya sesak atau kolaps paru-paru.
R : Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik
5.      Pertahankan perilaku tenang, bantu pasien untuk kontrol diri dnegan menggunakan pernapasan lebih lambat dan dalam.
R : Membantu klien mengalami efek fisiologi hipoksia, yang dapat dimanifestasikan sebagai ketakutan/ansietas
6.      Perhatikan alat bullow drainase berfungsi baik, cek setiap 1 - 2 jam :
1)      Periksa pengontrol penghisap untuk jumlah hisapan yang benar.
R : Mempertahankan tekanan negatif intrapleural sesuai yang diberikan, yang meningkatkan ekspansi paru optimum/drainase cairan
2)      Periksa batas  cairan pada botol penghisap, pertahankan pada batas yang ditentukan.
R : Air penampung/botol bertindak sebagai pelindung yang mencegah udara atmosfir masuk ke area pleural
3)      Observasi gelembung udara botol penempung.
R : gelembung udara selama ekspirasi menunjukkan lubang angin dari penumotoraks/kerja yang diharapka. Gelembung biasanya menurun seiring dnegan ekspansi paru dimana area pleural menurun. Tak adanya gelembung dapat menunjukkan ekpsnsi paru lengkap/normal atau slang buntu
4)      Posisikan sistem drainage slang untuk fungsi optimal, yakinkan slang tidak terlipat, atau menggantung di bawah saluran masuknya ke tempat drainage. Alirkan akumulasi dranase bila perlu.
R : Posisi tak tepat, terlipat atau pengumpulan bekuan/cairan pada selang mengubah tekanan negative yang diinginkan
5)      Catat karakter/jumlah drainage selang dada
R : Berguna untuk mengevaluasi perbaikan kondisi/terjasinya perdarahan yang memerlukan upaya intervensi
7.      Kolaborasi dengan tim kesehatan lain : Dengan dokter, radiologi  dan fisioterapi : Pemberian antibiotika, Pemberian analgetika, Fisioterapi dada.
8.      Konsul photo toraks
R : Kolaborasi dengan tim kesehatan lain unutk engevaluasi perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya

Diagnosa 2
Inefektif bersihan jalan napas b/d peningkatan sekresi sekret dan penurunan batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan.
Tujuan :  Jalan napas lancar/normal
Kriteria hasil :
1.      Menunjukkan batuk yang efektif.
2.      Tidak ada lagi penumpukan sekret di sal. pernapasan.
3.      Klien nyaman.
Intervensi Keperawatan :
1.      Jelaskan klien tentang kegunaan batuk yang efektif dan mengapa terdapat penumpukan sekret di sal. pernapasan.
R : Pengetahuan yang diharapkan akan membantu mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik
2.      Ajarkan klien tentang metode yang tepat pengontrolan batuk.
R : Batuk yang tidak terkontrol adalah melelahkan dan tidak efektif, menyebabkan frustasi
3.      Napas dalam dan perlahan saat duduk setegak mungkin.
R : Memungkinkan ekspansi paru lebih luas
1.      Lakukan pernapasan diafragma.
R : Pernapasan diafragma menurunkan frek. napas dan meningkatkan ventilasi alveolar
4.      Tahan napas selama 3 - 5  detik kemudian secara perlahan-lahan, keluarkan sebanyak mungkin melalui mulut.
R : Meningkatkan volume udara dalam paru mempermudah pengeluaran sekresi sekret
5.      Lakukan napas ke dua, tahan dan batukkan dari dada dengan melakukan 2 batuk pendek dan kuat.
R : Pengkajian ini membantu mengevaluasi keefektifan upaya batuk klien

6.      Auskultasi paru sebelum dan sesudah klien batuk.
R : Sekresi kental sulit untuk diencerkan dan dapat menyebabkan sumbatan mukus, yang mengarah pada atelektasis
7.      Ajarkan klien tindakan untuk menurunkan viskositas sekresi : mempertahankan hidrasi yang adekuat; meningkatkan masukan cairan 1000 sampai 1500 cc/hari bila tidak kontraindikasi.
R : Untuk menghindari pengentalan dari sekret atau mosa pada saluran nafas bagian atas
8.      Dorong atau berikan perawatan mulut yang baik setelah batuk.
R : Hiegene mulut yang baik meningkatkan rasa kesejahteraan dan mencegah bau mulut
9.      Kolaborasi dengan tim kesehatan lain : Dengan dokter, radiologi  dan fisioterapi.
-          Pemberian expectoran.
-          Pemberian antibiotika.
-          Fisioterapi dada.
-          Konsul photo toraks.
R : Expextorant untuk memudahkan mengeluarkan lendir dan menevaluasi perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya

Diagnosa 3
Perubahan kenyamanan : Nyeri akut b/d trauma jaringan  dan reflek spasme otot sekunder.
Tujuan : Nyeri berkurang/hilang.
Kriteria hasil :
-          Nyeri berkurang/ dapat diadaptasi.
-         Dapat mengindentifikasi aktivitas yang meningkatkan/menurunkan nyeri.
-         Pasien tidak gelisah.

Intervensi Keperawatan :
1.      Jelaskan dan bantu klien dengan tindakan pereda nyeri nonfarmakologi dan non invasif.
R : Pendekatan dengan menggunakan relaksasi dan nonfarmakologi lainnya telah menunjukkan keefektifan dalam mengurangi nyeri
2.      Ajarkan Relaksasi : Tehnik-tehnik untuk menurunkan ketegangan otot rangka, yang dapat menurunkan intensitas nyeri dan juga tingkatkan relaksasi masase.
R : Akan melancarkan peredaran darah, sehingga kebutuhan O2 oleh jaringan akan terpenuhi, sehingga akan mengurangi nyerinya
3.      Ajarkan metode distraksi selama nyeri akut.
R : Mengalihkan perhatian nyerinya ke hal-hal yang menyenangkan
4.      Berikan kesempatan waktu istirahat bila terasa nyeri dan berikan posisi yang nyaman ; misal waktu tidur, belakangnya dipasang bantal kecil.
R : Istirahat akan merelaksasi semua jaringan sehingga akan meningkatkan kenyamanan
5.      Tingkatkan pengetahuan  tentang : sebab-sebab nyeri, dan menghubungkan berapa lama nyeri akan berlangsung.
R : Pengetahuan yang akan dirasakan membantu mengurangi nyerinya. Dan dapat membantu mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik
6.      Kolaborasi denmgan dokter, pemberian analgetik.
R : Analgetik memblok lintasan nyeri, sehingga nyeri akan berkurang
7.      Observasi tingkat nyeri, dan respon motorik klien,  30 menit setelah pemberian obat analgetik untuk mengkaji efektivitasnya. Serta setiap 1 - 2 jam setelah tindakan perawatan selama 1 - 2 hari.
R : Pengkajian yang optimal akan memberikan perawat data yang obyektif untuk mencegah kemungkinan komplikasi dan melakukan intervensi yang tepat

Diagnosa 4
Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan  kekolaps – an paru, pergeseran mediastinum.
Tujuan : Klien memiliki pertukaran gas yang optimal selama terpasang WSD
Kriteria standar :
-          Klien memiliki tanda – tanda vital dbn
-          RR20 – 30/ menit, suhu 36,3 – 37,3 derajad/ menit, nadi 80 – 100 kali/ menit.
-          Keutuhan WSD terjaga, aliran (udara / cairan ) lancar, selang tidak ada obstruksi dan tidak terjadimsianosispada klien.
Intervensi Keperawatan :
1.      Berikan pengertian tentang prosedur tindakan WSD, kelancaran dan akibatnya
R : Pengertian akan membawa pada motivasi untuk berperan aktif sehingga tercipta perawatan mandiri. WSD yang obstruksi akan selalu terkontrol karena klien dan keluarga kooperatif
2.      Periksa WSD lokasi insersi, selang drainage dan botol.
R : Adanya kloting merupakan tanda penyumbatan  WSD yang berakibat paru kolaps
3.      Observasi tanda – tanda vital
R : Hipertemi, Takhikardi, Tackhipnea merupakan tanda – tanda  ketidakoptimalan fungsi paru
4.      Observasi analisa Blood gas.
R : Ketidak normalan ABG menunjukan adanya gangguan pernapasan
5.      Kaji karakteristik suara pernapasan, sianosis terutama selama fase akut.
R : Adanya ronchi, Rales dan sianosis merupakan tanda – tanda ketidakefektifan fungsi pernapasan
6.      Berikan posisi semi fowler (600- 900)
R : Posisi ini menggerakan abdominal jauh dari diafragma sehingga memberikan fasilitas untk kontraksi dan ekspansi paru maksimal
7.      Anjurkan klien untuk nafas yang efektif
R : Nafas efektif akan melancarkan proses pertukaran gas
8.      Bila perlu berikan oksigen sesuai advis
R : Pemberian oksigen menurunkan kerja otot – otot pernafasan dan memberikan  suplai tambahan oksigen

Diagnosa 5
Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan insersi WSD
Tujuan : Klien bebas dari infeksi pada lokasi insersi selama pemasangan WSD.
Kriteria Hasil :
-          Bebas dari tanda – tanda infeksi : Tidak ada kemerahan, Purulent, Panas, dan nyeri yang meningkat serta fungsiolisa.
-          Tanda – tanda vital dalam batas normal.
Intervensi Keperawatan  :
1.      Berikan pengertian dan motivasi tentang perawatan WSD
R : Perawatan mandiri seperti menjaga luka dari hal yang septic tercipta bila klien memiliki pengertian yang optimal

2.      Kaji tanda – tanda infeksi
R : Hipertemi, kemerahan, purulent, menunjukan indikasi infeksi
3.      Monitor leukosit dan LED
R : Leukositosis dan LED yang meningkat menunjukan indikasi infeksi
4.      Dorongan untuk nutrisi yang optimal
R : Mempertahankan status nutrisi serta mendukung system immune
5.      Berikan perawatan luka dengan teknik aseptikdan anti septic
R : Perawatan luka yang benar akan menimbulkan pertumbuhan mikroorganisme
6.      Bila perlu berikan  AntiBiotik sesuai advis
R : Mencegah atau membunuh pertumbuhan mikroorganisme

Diagnosa 6
Devisit volume cairan berhubungan dengan hilangnya cairan dalam waktu cepat
Tujuan : Klien akan mempertahankan  keseimbangan cairan selama prosedur tindakan WSD.
Kriteria Hasil :
-          Memiliki drainage output yang optimal
-           Turgor kulit spontan tanda – tanda vital dalam batas normal,
-          Mempertahankan HB, Hematokritdan elektrolit alam batas normal.
-          Orientasi adekuat dan klien dapat beristirahat dengan nyaman.
Intervensi Keperawatan :
1.      Cacat drainage outpt setiap jam  sampai delapan jam kemudian 4 – 8 jam
R : 40 – 100 ml cairan sangonius pada jam 8 post op adalah normal, tetapi kalau ada peningkatan mungkin menunjukan indikasi perdarahan
2.      Observasi tanda – tanda defisit volume cairan
R : Hipotensi, tachikardi, tachipnea, penurunan kesadaran, pucat diaporosis, gelisah merupakan tanda – tanda perdarahan yang mengarah devisit volume cairan
3.      Berikan intake yang optimal bila   perlu melalui parenteral
R : Intake yang optimal akan kebutuhan cairan tubuh. Cairan parenteral merupakan suplemen tambahan

Diagnosa 7
Gangguan  mobilitas fisik berhubngan dengan ketidak nyamanan sekunder akibat pemasangan WSD.
Tujuan : Klien memiliki mobilitas fisik yang adekuat selama pemasangan WSD.
Kriteria Hasil :
-          Klien merasakan nyeri berkurang selama bernafas dan bergerak
-          Klien memiliki range of motion optimal sesuai dengan kemampuannya
-          Mobilitas fisik sehari – hari terpenuhi.
Intervensi Keperawatan :
1.      Kaji ROM pada ekstrimitas  atas tempat insersi WSD
R : Mengetahui tangda – tanda awal  terjadinya kontraktur, sehingga bias dibatasi
2.      Kaji tingkat nyeri dan pemenuhan aktifitas  sehari – hari
R : Nyeri yang meningkat akan membatasi pergerakan sehingga mobilitas fisik sehari –hari mengalami gangguan
3.      Dorong exercise ROM aktiif atau pasif ada lengan dan bahu dekat tempat insersi
R : Mencegah stiffness dan kontraktur dari kuangnya pemakaian lengan dan bahu dekat tempat insersi
4.      Dorong klien untuk exercise ekstrimitas bawah dan Bantu ambulansi
R : Mencegah stasis vena dan kelemahan otot
5.      Berikan tindakan distraksi dan relaksasi
R : Distraksi dan relaksasi berfungsi memberikan kenyamanan untuk beraktifitas sehari – hari

Diagnosa 8
Kurangnya pengetahuan  berhubungan dengan  keterbatasan informasi terhadap  prosedur tindakan WSD.
Tujuan : Klien mampu memverbalkan pengertian tentang prosedur tindakan WSD sesuai kemampuan dan bahasa yang dimiliki.
Kriteria Hasil :
-          Klien mampu  memverbalkan alasan tindakan WSD
-          Mampu mendemonstrasikan perawatan WSD minimal  mampu kooperatif terhadap tindakan yang dilakukan.

Intervensi Keperawatan :
1.      Kaji keadaan fisik dan emosional klien saat akan dilakukan tindakan health education (penyuluhan)
R : Kondisi fisik tidak nyaman dan ketidak siapan mental merupakan factor utama adanya halangan penyampaian informasi
2.      Berikan pengertian tentang prosedur  tindakan WSD
R : Pengertian membawa perubahan pengetahuan, sikap dan psikomator
3.      Demonstrasikan perawatan  WSD di depan  klien dan keluarganya
R  : Demonstrasi merupakan  suatu metode yang tepat dalam penyampaian suatu informasi sehingga mudah di pahami

Evaluasi :
Klien  akan mencapai re-ekspasi jaringan paru yang optimal  dengan berbagai masalah keperawatan yang dialami.

0 komentar:

Post a Comment