Tuesday, 16 April 2019

LP TEORI COMBUSTIO

BAB 1
TINJAUAN TEORI
COMBUSTIO 

1.1  Tinjauan Medis
1.1.1        Pengertian
Combustio adalah oksidasi yang cepat disertai pemancaran panas (Kamus Kedokteran Dorland, 1994: 411).
Combustio adalah luka yang tejadi akibat panas, bahan kimia, karosif, listrik atau radiasi yang rentang keparahan mulai dari luka superficial yang menyangkut kerusakan epidermis sampai luka bakar yang mengalami kehancuran (Manajemen Luka; 2002)
Combustio adalah cedera ketebalan parsial dan ketebalan penuh yang berhubungan dengan berbagai lapisan kulit (Hudak & gallo, 1996; 540).
Combustio adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh panas, arus listrik atau bahan kimia yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan-jaringan yang lebih dalam (Lab / UPF Ilmu bedah RSUD Dr. Soetomo, 1994).

1.1.2        Etiologi (Corwin, Elizabeth, 2000; 611)
1)      Panas (cedera terbakar, kontak, dan kobaran api)
2)      Listrik
3)      Radiasi
4)      Bahan kimia
5)      Sinar ultraviolet

1.1.3        Fisiologi (Corwin, Elizabeth, 2002; 589)
Integumen (kulit) adalah massa jaringan terbesar di tubuh. Kulit bekerja melindungi dan menginsulasi struktur-struktur di bawahnya dan berfungsi sebagai cadangan kalori.
Kulit terdiri dari tiga lapisan, yaitu :
1)      Epidermis adalah lapisan kulit terluar. Komponen utamanya protein keratin yang dihasilkan oleh sel keratonosit, keratin merupakan bahan yang kuat dan berdaya tahap tinggi serta tidak larut dalam air.
2)      Dermis adalah jaringan di bawah epidermis. Mengandung sel-sel fibroblas yang mengeluarkan protein kolagen dan elastin, sehingga jaringan ini dianggap jaringan ikat longgar karena susunan kolagen dan elastin yang acak.
Combustio adalah lapisan di bawah dermis yang terdiri dari lapisan lemak dan jaringan ikat dan berfungsi sebagai peredam kejut insulator panas. Lapisan ini sebagai penyimpanan kalori.

1.1.4     Patofisiologi (Corwin, Elizabeth, 2000; 612-613)
             Panas tinggi, bahan kimia, radiasi, listrik, sinar UV mengenai kulit (epidermis, dermis dan subcutis) terjadilah luka bakar (combustio) yang menyebabkan penurunan aliran darah ginjal yang mengakibatkan hipoxia pada ginjal sehingga urine keluar pekat dan sedikit sehingga menimbulkan retensi urine. Luka bakar (combustio) juga menghambat fungsi imun, imun menjadi berkurang sehingga fungsi protektif kulit hilang dan menyebabkan klien berisiko tinggi terjadi infeksi, selain itu sel-sel mengalami kebocoran elektrolit setelah luka bakar (combustio)  sehingga menyebabkan terjadinya kekurangan volume cairan, karena kurangnya pengetahuan pada diri klien menyebabkan kecemasdan (ansietas) pada diri klien. Luka bakar (combustio) juga membuat lecet pada kulit sehingga terjadi kerusakan integritas kulit. Luka bakar (combustio) juga menimbulkan respon psikologis pada klien yang menyebabkan isolasi sosial dan gangguan konsep diri pada klien. Selain itu, luka bakar (combistio) juga mengiritasi kulit sehingga menimbulkan rasa nyeri

1.1.1        Klasifikasi
1)      Berdasarkan Kedalamannya
Kedalaman
Penyebab
Penampilan
Warna
Perasaan
Ketebalan partial superfisial (tingkat I)
Jilatan api, sinar UV
Kering, tidak ada gelembung oedema minimal atau tidak ada pucat, bila ditekan dengan ujung jari berisi kembali bila tekanan dilepas
Bertambah merah
Nyeri
Lebih dalam dari ketebalan pertical (TK II)
Kontak dengan bahan air atau bahan padat jilatan api pada pakaian, jilatan langsung kimiawi, sinar ultraviolet
Blister sembab dan lembab yang ukurannya bertambah besar, pucat bila ditekan dan ujung jari, bila  tekanan di lepas berisi kembali
Berbintik-bintik yang kurang jelas, putih, coklat
Sangat nyeri
Ketebalan sepenuhnya (TK III)
Kontak dengan bahan cair, nyala api, kimia, arus listrik
Kering disertai kulit mengelupas, gelembung jarang, dindingnya sangat tipis tidak membesar tidak pucat bila ditekan
Putih, kering, hitam, coklat tua, hitam merah
Tidak sakit sedikit sakit rambut  mudah lepas bila dicabut

2)      Berdasarkan luasnya oleh Wallace (Role of Nine)
(1)    Kepala dan leher                                             :     9 %
(2)    Lengan masing-masing 9 %                            :   18 %
(3)    Badan depan 18 %, badan belakang 18 %     :   36 %
(4)    Tungkai masing-masing 18 %                         :   36 %
(5)    Genetalia / perineum                                       :     1 %

Total                                                                  100 %

 Selain rumus Role of Nine  ada juga Metode Lund and Browder dan Metode telapak tangan
(1)    Metode Lund and Browder
Mengakui bahwa persentase luas luka bakar pada berbagai bagian anatomic khususnya kepala dan tungkai akan berubah menurut pertumbuhan. Dengan membagi tubuh menjadi daerah-daerah yang sangat kecil dan memberikan estimasi proporsi luas permukaan tubuh untuk bagian-bagian tubuh tersebut, kita bisa memperoleh estimasi luas permukaan tubuh yang terbakar.
(2)    Metode telapak tangan (pada luka bakar yang menyebar) = Palm metod
Lebar telapak tangan pasien kurang lebih sebesar 1% luas permukaan tubuhnya, lebar telapak tangan dapat digunakan untuk menilai luas luka bakar.
Persentase luka bakar sesuai pertumbuhan


 1)      Berdasarkan derajatnya (Corwin, Elyzabeth, 2000; 611-612)
(1)    Derajat pertama :
-           Terbatas pada epidermis
-           Terdapat eritema dan nyeri
-           Tidak segera timbul lepuh
-           Penyembuhan 3-4 hari
-           Tidak menimbulkan jaringan parut
(2)    Derajat kedua superficial
-           Terdapat pada epidermis dan dermis
-           Sangat nyeri
-           Menimbulkan lepuh beberapa menit kemudian
-           Penyembuhan 1 bulan
-           Timbul infeksi
-           Jarang menimbulkan jaringan parut
(3)    Derajat kedua dalam
-           Meluas ke seluruh dermis
-           Folikel rambut tumbuh karena masih utuh
-           Nyeri superficial
-           Memerlukan waktu beberapa minggu karena membutuhkan pembersihan
-           Terjadi jaringan parut
(4)    Derajat ketiga
-           Meluas sampai sub cutis, otot, tulang, jaringan dalam
-           Kapiler dan vena hangus
-           Aliran darah berkurang
-           Syaraf rusak
-           Tidak terasa nyeri
-           Terdapat jaringan parut

2)   Menghitung luas luka bakar (Seminar PPNI (HUT) ke-33 : Workshop penatalaksanaan kegawatdaruratan ; 2007)
  LLB  x  BB  x  4 (Dewasa),   2 (Anak)
Keterangan :
LLB          = Luas luka bakar
BB             = Berat badan
Selain itu ada rumus
(1)    Rumus consensus
Larutan RL (Saline) 3-4 ml x kg BB x % luas luka bakar, separuhnya diberikan dalam 8 jam pertama : sisanya diberikan dalam 16 jam berikutnya
(2)    Rumus Evans
-          Koloid = 1 ml x kg BB x % luas luka bakar
-          Elektrolit (saline) = 1 ml x kg BB x % luka bakar
-          Glukosa (5% dalam air) : 2000 ml untuk kehilangan insensible
Hari 1 = Separuh diberikan dalam 8 jam pertama, sisanya 16 jam berikutnya
Hari 2 = Separuh dari cairan elektrolit dan koloid yang diberikan pada hari sebelumnya , seluruh penggantian cairan insensible
Maksimum 10.000 ml selama 24 jam. Luka bakar derajat 2 dan 3 yang melebihi 50% lagi permukaan tubuh dihitung berdasarkan 50% luas permukaan tubuh.
(3)    Rumus Brooke Army
-          Koloid = 0,5 ml x kg BB x % luas luka bakar
-          Elektrolit (saline) = 1,5 ml x kg BB x % luas luka bakar
-          Glukosa (5% dalam air) : 2000 ml untuk kehilangan insensible
Hari 1 = Separuh diberikan dalam 8 jam pertama, sisanya 16 jam berikutnya
Hari 2 = Separuh dari cairan koloid, separuh elektrolit, seluruh penggantian cairan insensible
Luka bakar derajat 2 dan 3 yang melebihi 50% luas permukaan tubuh dihitung berdasarkan 50% luas permukaan tubuh
(4)    Rumus Parkland atau Baxter
Larutan RL : 4 ml x kg BB x % luas luka bakar
Hari 1 = Separuh diberikan 8 jam pertama, separuhnya 16 jam berikutnya
Hari 2 = Bervariasi ditambah koloid

1.1.1        Manifestasi Klinis (Corwin, Elyzabeth, 2000; 614)
1)      Luka bakar derajat I ditandai dengan
(1)    Nyeri
(2)    Kemerahan
(3)    Lepuh setelah 24 jam
(4)    Mungkit kulit terkelupas
2)      Luka bakar derajat II superficial tandanya :
(1)    Segera lepuh
(2)    Nyeri hebat
3)      Luka bakar derajat II dalam tandanya :
(1)    Lepuh
(2)    Jaringan kering tipis yang menutupi luka kemudian mengelupas
(3)    Mungkin tidak nyeri
4)      Luka bakas derajat III tandanya :
(1)    Ditemukan koagulasi pembuluh darah
(2)    Kulit tampak putih atau hitam

1.1.2        Pemeriksaan Penunjang Medis (Corwin, Elizabeth, 2000; 614)
1)      Rumus : Sembulan / role of nine digunakan untuk mengevaluasi persentase luas tubuh yang terbakar
2)      Darah lengkap ® Peningkatan Hb awal menunjukkan kehilangan cairan
3)      BUN atau kreatinin ® Peningkatan BUN atau kreatinine menunjukkan penurunan atau fungsi creatinine dapat meningkat karena cidear jaringan
4)      Urine ® Adanya albumin Hb dan miogloculin menunjukkan kerusakan jaringan dalam dan kehilangan protein

1.1.3        Penatalaksanaan
1)      Indikasi rawat inap luka bakar
2)      Resusitasi A, B, C (Airway, Breatyhing, Circulation)
3)      Infus, chateter, oksigen, laboratorium
4)      Monitor urine dan rawat luka
5)      Obat-obatan (antibiotik, analgesik)
6)      Pembersihkan luka (perawatan luka umum)
7)      Penggantian balutan
8)      Debridement luka
9)      Graft pada luka

1.2  Tinjauan Asuhan keperawatan
1.2.1        Pengkajian
1.2.1.1  Anamnesa (Manajemen Luka, hal. 252)
1)      Menanyakan nama pasien dan tanggal lahirnya serta memakaikan gelang identitas pada pasien di awal pertemuan, kecuali cedera sangat kecil
2)      Menanyakan riwayat singkat tentang kecelakaan atau kejadian tersebut dari pasien, bila pasien tidak mampu memberi informasi tersebut, maka petugas ambulan yang dimintai keterangan sebelum mereka pergi dan informasi juga harus didapat  dari teman atau keluarga yang menyertai
3)      Menanyakan dan mencatat tentang adanya riwayat alergi, pengobatan yang dijalani saat ini, serta segala kondisi medis yang serius
4)      Menanyakan apakah pasien sudah mendapat imunisasi tetanus atau sudah kebal terhadap tetanus
5)      Mengenai GCS
1.2.1.2  Pemeriksaan Fisik
1)      Kepala dan Leher
Mata
Kepala         :   -     Kelopak mata untuk mengetahui ada edema atau tidak
                 -     Konjungtiva untuk mengetahui apakah ada anemia dan ikterik atau juga kemerahan 
Hidung        :   -     Untuk mengetahui keadaan dan fungsi jalan nafas
Leher           :   -     Untuk memeriksa keadekuatan jalan nafas
2)      Dada dan paru-paru
Inspeksi       :   Postur, bentuk, ekspansi, keadaan kulit, frekuensi nafas
Palpasi         :   Untuk mengkaji keadaan kulit dinding dada, nyeri tekan, massa,
Auskultasi   :   Untuk mengetahui ada tidaknya ketidakefektifan jalan nafas
3)      Muskuloskeletal
Karena seringkali luka bakar menyebabkan kurangnya mobilisasi
Pada daerah sendi yang terbakar akan lama sembuhnya karena sendi sebagai alat pergerakan tulang
4)      Neurologi
(1)    Tingkat kesadaran
(2)    Memori
(3)    Sensasi
(4)    Fungsi regulasi integrasi, meliputi : makan, eliminasi, nafas

1.2.2        Rencana Asuhan Keperawatan
1.2.2.1  Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
1)      Kemungkinan berhubungan dengan :
(1)    Kehilangan cairan berlebih
(2)    Berkeringat berlebih
(3)    Menurunnya intake oral
(4)    Perdarahan
(5)    Obat diuretic
2)      Kriteria hasil :
Pasien akan :
(1)    Tidak tampak lemah lagi
(2)    Menunjukkan adanya keseimbangan cairan
3)      Intervensi dan rasional :
(1)    Berikan makanan dan cairan
R :    Memenuhi kebutuhan makan dan minum
(2)    Berikan support verbal dalam pemberian cairan
R :    Mengganti cairan yang hilang
(3)    Observasi intake dan output cairan
R :    Menentukan dan kehilangan cairan
(4)    Observasi turgor kulit
R :    Menentukan kehilangan dan kebutuhan cairan
(5)    Awasi tanda-tanda vitap, CVP, perhatikan pengisian kapiler dan kekuatan andi perifer
R :    Memberikan pedoman untuk penggantian cairan dan mengkaji respon kardiovaskuler
(6)    Awasi haluaran urine, observasi warna urine dan hemates sesuai indikasi
R :    Secara umum, penggantian cairan harus dititrasi untuk menyakinkan rata-rata haluaran urine 30-50 ml/jam
(7)    Ukur lingkar ekstremitas yang terbakar tiap hari sesuai indikasi
R :    Mungkin menolong memperkirakan luasnya edema
(8)    Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian cairan
R :    Resusitasi cairan menggantikan kehilangan cairan dan membantu mencegah komplikasi

1.2.2.2  Kerusakan integritas kulit
1)      Kemungkinan berhubungan dengan :
(1)    Tekanan pada daerah tubuh yang lama
(2)    Immobilitas
(3)    Terpapar zat kimia
2)      Tujuan yang diharapkan :
(1)    Pola berkemih klien terpenuhi
(2)    Keadaan kulit, rambut kepala bersih
3)      Kriteria hasil
Pasien akan :
(1)    Mengidentifikasi faktor penyebab untuk ulkus karena tekanan
(2)    Mengiedntifikasi rasional untuk pencegahan dan pengobatan
(3)    Berpartisipasi dalam rencana pengobatan
4)      Intervensi dan rasional :
(1)    Melakukan perawatan luka
R :    Penyembuhan luka
(2)    Observasi keadaan luka
R :    Menentukan intervensi lebih lanjut
(3)    Kolaborasi dengan fisioterapi untuk melakukan ubah posisi setiap 2 jam
R :    Mencegah dekubitus
(4)    Observasi tanda-tanda infeksi
R :    Pencegahan infeksi secara dini
(5)    Jaga kebersihan tempat tidur, taken bersih dan kencang
R :    Mengurangi tekanan dan menghindari luka dehidrasi
(6)    Kaga kulit agar tetap utuh dan kebersihan kulit pasien dengan cara membantu pasien mandi
R :    Menghindari resiko infeksi

1.2.2.3  Resiko tinggi infeksi
1)      Kemungkinan berhubungan dengan :
(1)    Tidak adekuatnya pertahanan primer
(2)    Kerusakan jaringan
(3)    Terpaparnya lingkungan yang terkontaminan penyakit
(4)    Prosedur invasif
(5)    Malnutrisi
(6)    Penyakit kronis
2)      Kriteria hasil :
Pasien akan :
(1)    Memperlihatkan cuci tangan yang sangat cermat waktu pulang
(2)    Bebas dari proses infeksi, nosokomial, selama perawatan
3)      Intervensi dan rasional
(1)    Informasikan tentang efek pengobatan
R :    Mencegah infeksi silang
(2)    Lakukan teknik steril
R :    Mencegah terjadi infeksi
(3)    Observasi hasil laboratorium
R :    Mengidentifikasi adanya infeksi
(4)    Kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian di4et vitamin C dan kolaborasi dengan dokter pemberian citamin C dan tablet Fe
R :    Memberi diet dan terapi yang tepat pada klien
(5)    Tekankan pentingnya teknik cuci tangan yang baik untuk semua individu yang datang kontak dengan pasien
R :    Mencegah kontaminasi silang
(6)    Awasi atau batasi penguunjung, bila perlu
R :    Mencegah kontaminasi silang dari pengunjung
(7)    Bersihkan jaringan nekrotik
R :    Meningkatkan penyembuhan

1.2.2.4  Nyeri akut
1)      Kemungkinan berhubungan dengan :
(1)    Inflamasi
(2)    Trauma jaringan
(3)    Iritan bahan kimia
2)      Kriteria hasil :
Pasien akan :
(1)    Mengidentifikasi aktivitas-aktivitas yang penting untuk dirinya
(2)    Menghubungkan rencana bagaimana aktivitas ini dapat berlanjut meskipun terdapat tanggung jawab pemberi asuhan
3)      Intervensi dan rasional :
(1)    Lakukan teknik relaksasi dan distraksi
R :    Untuk mengurangi nyeri
(2)    Observasi skala nyeri
R :    Untuk mengetahui tingkat nyeri klien
(3)    Kolaborasi pemberian analgesik dengan dokter
R :    Mengurangi rasa nyeri
(4)    Tingkatkan periode tidur tanpa gangguan
R :    Kekurangan tidur dapat meningkatkan persepsi nyeri
(5)    Jelaskan prosedur atau berikan informasi sering dengan tepat, khususnya selama debridement
R :    Dukungan empati dapat mengurangi rasa nyeri
(6)    Anjurkan klien untuk mengekspresikan perasaan nyeri
R :    Pernyataan memungkinkan pengungkapan emosi dan dapat meningkatkan mekanisme koping

1.2.3        Evaluasi
1)      Homeostasis tercapai
2)      Komplikasi dapat dicegah atau diminalkan
3)      Nyeri terkontrol atau turun
4)      Menunjukkan penyembuhan luka
5)      Menerima situasi secara realitas
6)      Kondisi atau prognosis dan program terapi dipahami
7)      Tidak mengalami infeksi local maupun sistemik
8)      Mengalami nyeri yang minimal
9)      Memperlihatkan mobilitsa fisik yang optimal





DAFTAR PUSTAKA


Carpenito, Lynda Juall. (2000). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC.

Tarwoto – Wartonah. (2000). KDM dan Proses Keperawatan.  Jakarta : Salemba Medika.

Corwin, Elizabeth. (2000). Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC.

Hudak dan Gallo. (1997). Keperawatan Kritis. Volume I. Jakarta : EGC.

Workshop HUT PPNI ke-33. 2007.

Priharjo, Robert. (1996). Pengkajian Pemeriksaan Fisik Keperawatan. Jakarta : EGC.

Doengoes, ME. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC.


Smeltzer, Suzanne. (2001). Keperawatan Medikal Bedah Brunner and Suddarth. Jakarta : EGC.

0 komentar:

Post a Comment