BAB I
TINJAUAN TEORI
ATRESIA ANI
1.1 Tinjauan Medis
1.1.1 Pengertian
Atresia Ani adalah kelainan bawaan anus disebabkan oleh gangguan pertumbuhan, fusi, dan pembentukan anus dari tonjolan embrionik. (R. Sjamsuhidayat, 2004).
Atresia Ani adalah tidak komplitnya perkembangan embrionik pada distal usus (anus) atau tertutupnya anus secara abnormal. ( Suriadi , Skp, 2001).
1.1.2 Etiologi
1) Secara pasti belum diketahui
2) Merupakan anomaly gastrointestinal dan genitourinary
3) Merupakan suatu kelainan bawah rectum yang terjadi karena adanya gangguan pemisahan kloaka menjadi rectum dan sinus urogenital sehingga biasnya disertai dengan gangguan perkembangan septum urorektal yang memisahkannya.
1.1.3 Fisiologi
Sistem pencernaan berurusan dengan penerimaan makanan dan mempersiapkannya untuk diasimilasi oleh tubuh. Saluran pencernaan terdiri atas bagian-bagian mulut, faring / tekak, esophagus, kerongkongan, lambung, usus halus, usus besar dan rectum, beberapa kelenjar atau kelompok kelenjar menuangkan cairan pencernaan penting ke dalam saluran pencernaan.
Setelah makanan masuk ke faring maka otot konstriktor faring menangkap dan mendorongnya masuk esophagus, makanan berjalan dalam esofagus karena kerja peristaltik yang mengantarkan bola makanan ke lambung. Di lambung makanan ditampung untuk jangka waktu pendek, semua makanan dicairkan dan dicampur dengan asam hidrochlorida dan siap dicerna oleh usus absorbsi makanan yang telah dicernakan seluruhnya berlangsung di dalam usus halus dengan gerakan peristaltic makanan sampai ke kolon / usus besar. Selama perjalanan di dalam kolon isinya menjadi semakin padat karena air diabsorbsi dan ketika mencapai rectum feses bersifat padat – lunak.
1.1.4 Patofisiologi
Malformasi congenital yang dikenal sebagai anus imperforate meliputi anus, rectum, atau batas antara keduanya. Ada 4 klasifikasi anus imperforate berhubungan dengan penempatan ujung distal kolon (rectum). Pada anus imperforata tinggi rectum berakhir diatas suspensiorium pubarektal dengan lokasi abnormal di perineum. Bayi yang terkena dapat mengalami kontinensia rectal setelah pengobatan.
Bersamaan dengan imperforata, hal-hal berikut ini juga dapat terjadi :
1. Pada perempuan terdapat fistula antara rectum dan vagina
2. Pada laki-laki terdapat fistula antara rectum dan saluran kemih pada skrotum.
Tampilan kelainan ini bervariasi, tergantung dari keparahannya. Anus imperforate yang lebih besar mula-mula tampak sebagai perineum datar tanpa lekukan dan respons obat yang buruk terhadap tusukan jarum, dan hal tersebut terjadi karena persyarafan dan pembentukan otot yang terganggu. Defek yang berat mencakup adanya kelainan (anomaly). Bayi pada awalnya tampak mempunyai labia yang kurang berkembang, testis yang tidak mengalami disensus dan genetalia ganda.
1.1.1 Klasifikasi
Berdasarkan letak ujung atresia terhadap otot dasar panggul, dapat digolongkan menjadi 4, yaitu :
1) Membran anal
Merupakan stenosis anus yang hanya membutuhkan dilatasi membrane atau merupakan membrane tipis yang mudah dibuka segera setelah anak lahir.
2) Anus Imperforatus rendah
Rectum menembus musculus levator anus sehingga jarak antara kulit dan ujung rectum paling jauh 1 cm
3) Anus imperforatus tinggi
Yaitu rectum tidak mencapai tingkat musculus levator anus dengan jarak antara ujung buntu rectum sampai kulit perineum lebih dari 1 cm.
4) Atresia rectum
Yaitu ujung rectum mencapai tingkat musculus levator anus tapi tidak menembusnya.
1.1.2 Manifestasi Klinis
1) Kegagalan lewatnya mekonium saat atau setelah lahir
2) Tidak ada atau stenosis anal rectal
3) Adanya membrane anal
4) Fistula eksternal pada perineum
5) Obstruksi usus
6) Nyeri abdomen dan distensi
1.1.3 Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan fisik rectum : kepatenan rectal dan dapat dilakukan colok dubur dengan menggunakan selang atau jari
2) Ultosound dan CT. Scan untuk menentukan lesi
3) Invertogram : adalah teknik pengambilan foto untuk menilai jarak puntung distal rectum terhadap tanda timah atau logam lain pada tempat bakal anus di kulit peritoneum.
1.1.4 Penatalaksanaan
1) Kolostomi, merupakan perlindungan sementara
Ada 2 tempat kolostomi yang dianjurkan pada neonatus dan bayi, yaitu :
- Transverkolostomi (kolostomi dikolon transversum)
- Sigmoidostomi (kolostomi disigmoid)
Bentuk yang aman adalah double barrel atau laran ganda
2) Malformasi anorektal dieksplorasi melalui tindakan bedah yang disebut diseksi posterosgital atau plastic anorektal posterosagital
(Mansjoer Arif, dkk, 2001)
1.2 Tinjauan Asuhan Keperawatan
1.2.1 Pengkajian
1.2.1.1 Anamnesa
1) Biodata
2) Riwayat keperawatan, keluhan utama
3) Riwayat penyakit sekarang
4) Riwayat pertumbuhan dan perkembangan
5) Imunisasi
1.2.1.2 Pemeriksaan Fisik
1) Sirkulasi
Tanda : takikardi
2) Eliminasi
Tanda : Distensia abdomen, nyeri tekan / nyeri lepas, kekakuan, penurunan atau tidak ada bising usus.
3) Keamanan
Tanda : demam (biasanya rendah)
4) Pernapasan
Tanda : takipnea, pernapasan dangkal
1.2.2 Rencana Asuhan Keperawatan
1.2.2.1 Diagnosa Keperawatan
Gangguan pola eliminasi alvi berhubungan dengan gangguan pemisahan kloaka menjadi rektum
1) Batasan Karakteristik
Mayor (Harus terdapat, satu atau lebih)
Keluarnya feses secara involunter
2) Tujuan
Kebutuhan eliminasi dapat terpenuhi dalam waktu 3 x 24 jam
3) Kriteria Hasil
(1) Tidak terjadi distensi abdomen
(2) Frekuensi BAB yang normal dengan konsistensi lembek
(3) Bising usus 5 – 12 x / menit
4) Intervensi dan rasional
(1) Kaji kebiasaan defekasi pasien dan kebiasaan sebelumnya
R : Membantu dalam pembentukan jadwal irigasi efektif untuk pasien colostomy
(2) Auskultasi bising usus
R : Perlambatan dapat menandakan ileus atau obstruksi status menetap
(3) Beri informasi pada keluarga pasien dengan kolostomy bahwa pada awalnya keluaran akan cair.
R : Meskipun usus halus akhirnya mulai melakukan fungsi absorbsi air untuk memungkinkan semi solid lebih banyak
(4) Laporkan pada dokter jika terjadi konstipasi
R : Konstipasi menandakan adanya obstruksi
(5) Kaji pola diet dan jumlah atau tipe masukan cairan
R : Masukan adekuat dari serat dan makanan kasar dan cairan adalah untuk melatih saluran pencernaan pasien.
(6) Ajari keluarga pasien dalam penggunaan kantung ujung tertutup / lempengan, balutan / band aid
R : Memungkinkan pasien merasa lebih nyaman dan lebih murah dibandingkan kantung colostomy regular.
(7) Libatkan keluarga pasien dalam perawatan colostomy secara bertahap
R : Rehabilitasi dapat dipermudah dengan mendorong keluarga pasien mandiri dan terkontrol
1.2.2.2 Diagnosa Keperawatan 2
Gangguan integritas kulit berhubungan dengan haluaran feses
1) Batasan Karakteristik
Mayor (Harus terdapat, satu atau lebih)
Gangguan kornea, integument, atau jaringan membrane mukosa atau invasi struktur tubuh (insisi, ulkus dermal, ulkus kornea, lesi oral)
Minor (Mungkin terdapat)
Lesi (primer, sekunder) Edema
Eritema Kekeringan membrane mukosa
Leukoplakia Lidah kotor
2) Tujuan
Pasien tidak mengalami kerusakan integritas kulit
3) Kriteria hasil
- Tidak eritema
- Membungkus colostomy dengan kantong colostomy
4) Intervensi dan Rasional
(1) Observasi area kulit sekitar colostomy pada tiap penggantian kantong, catat iritasi, kemerahan
R : Memantau proses penyembuhan / keefektifan alat dan mengidentifikasi masalah pada area, kebutuhan untuk evaluasi / intervensi lebih lanjut.
(2) Selidiki keluhan rasa terbakar / gatal / melepuh disekitar stoma
R : Indikasi kebocoran feses dengan iritasi periostomal yang memerlukan intervensi
(3) Ganti balutan sesuai kebutuhan, gunakan tehnik aseptic
R : Untuk menurunkan iritasi kulit dan potensial infeksi
(4) Ajari pasien / keluarga pasien dalam penggunaan kanting colostomy
R : Memungkinkan pasien lebih nyaman secara sosial dan lebih murah.
(5) Libatkan keluarga dalam perawatan colostomy secara mandiri
R : Rehabilitasi dapat dipermudah dengan mendorong pasien mandiri
(6) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian spray aerosol kortikosteroid dan bedak nistatin
R : Membantu penyembuhan bila terjadi iritasi periostomal
1.2.2.3 Diagnosa Keperawatan 3
Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur pembedahan
1) Tujuan
Pasien tidak mengalami infeksi selama masa penyembuhan
2) Kriteria hasil :
(1) Menunjukkan luka dengan tanda awal penyembuhan
(2) Tidak ada tanda-tanda infeksi
(3) Mendomonstrasikan tehnik-tehnik untuk menurunkan resiko dan meningkatkan penyembuhan
3) Intervensi dan Rasional
(1) Pantau tanda-tanda vital, perhatikan peningkatan suhu
R : Demam setelah pembedahan dapat menandakan infeksi pulmonal / urinarius / luka atau pembentukan trombophlebitis
(2) Observasi adanya inflamasi, edema, dan nyeri
R : Membantu dalam membuat diagnosa atau kebutuhan terapi
(3) Pertahankan perawatan luka aseptic, pertahankan balutan kering
R : Melindungi pasien dari kontaminasi silang selama penggantian balutan-balutan basah bertindak sebagai sumbu retrogard, menyerap kontaminasi eksternal.
(4) Kolaborasi dengan dokter dalam melakukan cek leukosit
R : Peningkatan jumlah leukosit menandakan cek leukosit
(5) Berikan obat-obatan sesuai indikasi (antibiotic)
R : Diberikan secara profilaktik dan untuk mengatasi infeksi
1.1 KONSEP INKUBATOR
1.1.1 Pengertian Inkubator
Inkubator adalah lemari logam yang berdiri di atas roda. Inkubator dapat dimasuki dari dua arah yang dilengkapi dengan kipas angin sederhana, siatem pemanas dan panel pengontrol. Dan juga dalam inkubator terdapat beberapa lubang pintu yang dapat dilalui bayi sehingga tidak banyak mengakibatkan hilangnya panas dan zat asam. Di sekitar pintu terdapat lubang-lubang kecil yang nerfungsi sebagai jalan masuk pipa, kabel, alat pemantau di dalam inkubator (Barbara Glover dan Christine Hodson, 1995; 63).
1.1.2 Cara Menggunakan Inkubator
Melakukan perawatan bayi dalam inkubator merupakan cara memberikan asuhan keperawatan. Bayi dimasukkan kedalam alat yang berfungsi membantu terciptanya suhu lingkungan yang cukup dengan suhu normal. Dengan penatalaksanaan perawatan di dalam inkubator terdapat dua cara yaitu yaitu dengan cara tertutup dan terbuka
1.1.2.1 Inkubator tertutup :
1. Inkubator harus selalu tertutup dan hanya dibuka apabila dalam keadaan tetentu seperti apnea dan apabila membuka incubator usahakan suhu bayi tetap hangat dan oksigen selalu tersedia.
2. Tindakan perawatan dan pengobatan diberikan melalui hidung
3. Bayi harus keadaan telanjang (tidak memakai pakaian) untuk memudahkan observasi
4. Pengaturan panas disesuaikan dengan berat badan dan kondisi tubuh
5. Pengaturan oksigen selalu diobservasi
6. Inkubator harus ditempatkan pada ruangan yang hangat kira-kira dengan suhu 270C
1.3.2.2 Inkubator terbuka :
- Pemberian incubator terbuka dilakukan dalam keadaan terbuka saat pemberian perawatan pada bayi
- Menggunakan lampu pemanas untuk memberikan keseimbangan suhu normal dan kehangatan
- Membungkus dengan selimut hangat
- Dinding keranjang ditutup dengan kain atau yang lain untuk mencegah aliran udara
- Kepala bayi harus ditutup karena banyak panas yang hilang melalui kepala
- Pengaturan suhu incubator disesuaikan denga berat bahan bayi.
1.3.3 Pengaturan Suhu Inkubator
Berat Badan Lahir (gram)
|
0 – 24 jam
( 0 C )
|
2 – 3 hari
( 0 C )
|
4 – 7 hari
( 0 C )
|
8 hari
( 0 C )
|
1500
|
34 – 36
|
33 – 35
|
33 – 34
|
32 – 33
|
1501 – 2000
|
33 – 34
|
33
|
32 – 33
|
32
|
2001 – 2500
|
33
|
32 – 33
|
32
|
32
|
> 2500
|
32 – 33
|
32
|
31 – 32
|
32
|
Keterangan :
Apabila suhu kamar 28 – 29 derajat celcius hendaknya diturunkan 1 derajat celcius setiap minggu dan apabila berat badan bayi sudah mencapai 2000 gram bayi boleh dirawat di luar inkubator dengan suhu 27 derajat celcius.
0 komentar:
Post a Comment