BAB 1
TINJAUAN
TEORI
PREMATURITAS
1.1 Tinjauan
Medis
1.1.1
Pengertian
Prematur adalah bayi yang dilahirkan pada minggu ke 37 usia kehamilan
dengan berat badan < 2500 gram (Mochtar, 1998; 132).
Persalinan preterm atau
prematur adalah persalinan yang terjadi pada kehamilan 20-37 minggu (Mansjoer,
2001).
Bayi prematur adalah bayi yang dilahirkan pada minggu ke 37 usia
kehamilan (Barbara G dan Christine H).
Janin yang dilahirkan prematur mulai mempunyai kemungkinan hidup sejak
masa gestasi 26-28 minggu, dengan berat badan 800-1000 gr dan panjang badan
33-35 cm. Umumnya bayi prematur akan mengalami kesulitan tumbuh kembang karena
belum matangnya fungsi metabolisme ginjal, hati, imunologik dan hematologik
(Markum, 1991).
1.1.2
Etiologi
Menurut besarnya penyebab kelahiran prematur dapat dibagi :
1.1.2.1
Faktor Janin
1)
Kehamilan ganda
2)
Hidramnion
3)
Kelainan congenital seperti hidrocephal, anencephaly
dan lain-lain.
1.1.2.2
Faktor Ibu
1)
Usia
Angka kejadian preamturitas
tertinggi adalah pada usia ibu < 20 tahun dan pada multi gravida yang jarak
antar kehamilannya terlalu dekat
2)
Penyakit
Penyakit yang berhubungan
dengan kehamilan misalnya toksemia, gravidarum perdarahan ante partum, trauma
fisis dan psikologis.
3)
Keadaan Sosial Ekonomi
Kejadian tertinggi terdapat pada golongan social ekonomi yang rendah. Hal
ini disebabkan oleh keadaan gizi yang kurang baik dan pengawasan antenatal yang
kurang.
1.1.2.3
Faktor Lain
1)
Organ amnion : KPD dan infeksi intraamnion
2)
Plasenta : Solusio Plasenta dan plasenta previa
3)
Servik : inkompedensia servik dan servisitor
1.1.3
Fisiologi
Persalinan adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat
hidup di dalam uterus melalui vagina ke dunia luar. Persalinan imatur adalah persalinan saat kehamilan
20 – 28 minggu dengan berat janin antara 500-1000 gr. Persalinan prematur
adalah persalinan yang berawal sebelum kehamilan, mencapai usia 37 minggu
dengan berat janin antara 1000-2500 gr. Bayi premature bertubuh lebih kecil
dibandingkan bayi cukup bulan. Walaupun bayi preamtur kecil namun sang ibu
tidak seolah melahirkan, secara lebih cepat, lebih gampang atau dengan rasa
nyeri yang lebih ringan dibandingkan ibu yang melahirkan bayi cukup bulan. Pada
tiap persalinan ada 3 faktor yang perlu diperhatikan, yaitu jalan lahir (tulang
dan jaringan lunak pada panggul ibu), janin dan kekuatan ibu. Proses
persalinan dibagi menjadi 4 kala :
1)
Kala I : Kala pembukaan serviks
Ditandai dengan
keluarnya lendir bercampur darah, karena servik mulai membuka dan mendatar,
kala pembukaan dibagi atas 2 fase ;
(1) Fase laten dari pembukaan 0-3
cm (> 8 jam)
(2)
Fase aktif dibagi
menjadi 3 bagian
a.
Fase afselerasi : 3-4
cm (2 jam)
b. Fase dilaktasi maksimal : 4-8
jam (1-2 jam)
c.
Fase peselerasi : 9-10
cm (1 ½ - 2 jam)
2)
Kala II : Kala pengeluaran
Kala pengeluaran janin, his
terkoordinasi, kuat, cepat dan lebih lama kira-kira 2-3 menit sekali. Kepala
janin telah turun masuk ruangan panggul yang secara reflektosin menimbulkan
masa mengedon, ibu merasa seperti ingin buang air besar, karena tekanan pada
rektum dengan tanda anus terbuka. Pada waktu his kepala janin mulai kelihatan
vulva membuka dan perineum meregang dengan his mengedon yang terpimpin akan
lahirkan kepala diikuti seluruh badan bayi.
3)
Kala III : Kala uri
Setelah bayi lahir kontraksi
rahim beristirahat sebentar. Literatur teraba keras dengan fundus uteri setinggi
pusat, berisi plasenta yang menjadi tebal 2 kali sebelumnya. Beberapa saat
kemudian datang pelepasan dan pengeluaran plasenta. Dengan waktu 10-15 menit
seluruh plasenta terlepas di dorong ke dalam vagina dan akan lahir spontan atau
dengan sedikit dorongan di atas symphysis atau fundus uteri seluruh proses
biasanya berlangsung 5-10 menit setelah bayi lahir, pergerakan plasenta
disertai dengan pengeluaran darah kira-kira 10-20 cc
4)
Kala IV : Hingga satu jam setelah placenta lahir
Masa dua jam setelah persalinan, masa ini untuk melakukan observasi karena
sering terjadi perdarahan 2 jam pertama setelah persalinan. Hal-hal yang perlu diobservasi adalah :
1)
Keadaan umum ibu
2)
Tanda-tanda vital
3) Kontraksi uterus dan tinggi
fundus uteri
4) Jumlah perdarahan. Selama
persalinan perdarahan yang normal tidak lebih dari 400 cc (Mochtar Rustam,
1999; 103).
1.1.4
Patofisiologi
Persalinan preterm dapat
diperkirakan dengan mencari faktor resiko mayor atau minor. Faktor resiko minor
ialah penyakit yang disertai demam, perdarahan pervaginam pada kehamilan lebih
dari 12 minggu, riwayat pyellonefritis, merokok lebih dari 10 batang per hari,
riwayat abortus pada trimester II, riwayat abortus pada trimester I lebih dari
2 kali. Faktor risiko mayor ialah kehamilan multiple, hidromnion, anomaly
uterus, serviks terbuka lebih dari 1 cm, pada kehamilan 32 minggu, serviks
mendatar atau memendek, kurang dari 1 cm pada kehamilan 32 minggu, riwayat
abortus pada trimester II lebih dari 1 x, riwayat persalinan preterm
sebelumnya, operasi abdominal pada kehamilan preterm, riwayat operasi kontrasi
dan iritabilitas uterus. Pasien tergolong resiko tinggi bila dijumpai 1
ataulebih faktor risiko mayor atau bila ada 2 atau lebih faktor risiko minor
atau bila ditemukan keduanya.
1.1.1
Manifestasi Klinis Prematur
1)
Berat badan sama dengan atau kurang dari 2500 gram
2)
Panjang badan sama dengan atau kurang dari 45 cm
3)
Umur kehamilan sama dengan atau kurang dari 37 minggu
4)
Kuku panjangnya belum melewati ujung jari
5) Batas dahi dan rambut kepala tidak jelas
6) Lingkar kepala sama dengan atau kurang
dari 33 cm
7) Rambut lanugo masih banyak terutama daerah
kuduk dan kuping
8)
Jaringan lemak sub kutan tipis atau kurang
9) Tulang rawan daun telinga belum sempurna pertumbuhannya
sehingga seolah-olah tidak teraba tulang rawan daun telinga
10) Tumit
mengkilap, telapak kaki halus
11) Tonus
otot lemah, sehingga bayi kurang aktif dan pergerakannnya lemah
12) Fungsi
syaraf
13) Alat
kelamin pada bayi laki-laki pigmentasi dan rugae pada scrotum testis belum
turun ke dalam scrotum. Untuk bayi
perempuan klitoris menonjol, labio minora belum tertutup oleh labia mayora
1.1.2
Pemeriksaan Penunjang
1)
Pemeriksaan darah lengkap dan hitung jenis
2)
Urinalisis, mendeteksi abnormalities, cedera ginjal
3) Ultrasonografi mendeteksi ada dan beratnya
hemoragi intraventrikular
4)
Gas Darah Arteri (GDA)
5)
Amniosentesis untuk melihat kematangan beberapa organ
janin seperti rasi lesitin stingomelin, surfaktan dan lain-lain
1.1.3
Penatalaksanaan
1)
Umum
Perawatan dilakukan seperti bayi cukup bulan. Semula premature harus
diberi satu suntikan vit K 1 mg intramuscular
2)
Pencegahan terhadap infeksi
Seluruh staff yang menderita infeksi harus dijauhkan dari unit premature
3)
Istirahat
Bayi prematur harus istirahat di tempat tidur sebanyak mungkin
4)
Kehangatan dan Kelembaban
Bayi prematur harus memakai pakaian longgar, terbuka dan dihangatkan
dengan 2-4 botol air panas dan seluruh ruangan bayi premature dapat dipanaskan
atau dilembabkan.
5) Makanan pertama diberikan 4 cc air steril
atau larutan glukosa untuk memeriksa reflek menelan. Bila tidak ada kelainan
diberikan rata-rata 15cc ASI yang diperas.
Dalam perawatan prematur yang perlu diperhatikan yakni :
1)
Memberikan makanan dan minuman yang teliti
2) Mengamati pernapasan dan menolongnya
apabila diperlukan
3)
Memberi lingkungan yang baik
4)
Mencegah terjadinya peradangan
Lingkungan yang
baik dapat diusahakan dengan :
Merawat dalam incubator, inkubator buatan sendiri suatu peti dari kasa
yang tutupnya dapat dibuka, dilengkapi dengan tanki zat asam dan salurannya.
Bila tidak ada listrik penghangat memakai buli-buli panas yakni botol di isi
dengan air panas, botol dibungkus dengan lain dan diletakkan dekat bayi tidak
boleh menempel pada bayi, sebab dapat terjadi luka bakar, air panas diganti
tiap 3 jam, untuk mengamati suhu incubator perlu dipasang thermometer dan lampu
pijar 25-40 watt untuk penghangat.
Mencegah
keradangan
Bayi prematur sangat peka terhadap keradangan, perawatannya harus
disendirikan, tidak boleh satu ruangan dengan bayi lain.
1)
Memakai masker
2) Makanan yang diberikan harus bebas hama
3)
Sebelum merawat bayi tangan harus di cuci dengan sabun
4)
Memakai baju yang bersih
Memberi minum :
Bayi prematur sangat lemah, tidak suka mengisap, ingin tidur saja dan
refleks batuk tidak ada sehingga mudah tersedak. Pemberian minum harus
hati-hati dan sabar tetapi harus memberi minuman sesuai dengan kebutuhannya.
Jumlah minuman di perhitungkan untuk keperluan sehari-hari. Bayi kecil
diberikan minum 10 x sehari dan yang lebih besar 8 x/hari.
Pemberian minum
bayi prematur
Bayi prematur membutuhkan minuman yang cukup sehingga ia dapat lekas
sembuh mengejar kekurangannya.tetapi keadaan lambung tidak mengizinkan, ia
sering muntah dan juga sering mencret. Di samping itu juga malas minum. Jadi
harus sabar. Apabila ia ternyata tidak dapat menghabiskan jatahnya kurangi
jumlahnya tetapi beri lebih sering sehingga jumlah total tidak kurang.
Tabel pemberian
minum bayi prematur
Usia
|
< 1400 gr
|
1400 gr – 1800 gr
|
> 1800 gr
|
Hari 1
Hari 2
Hari 3
Hari 4
Hari 5
Hari 6
Hari 7
Hari 8
Hari 9
Hari 10
|
8 x 4 cc
8 x 8 cc
8 x 12 cc
8 x 16 cc
8 x 20 cc
8 x 24 cc
8 x 28 cc
8 x 32 cc
8 x 36 cc
8 x 40 cc
|
8 x 6 cc
8 x 12 cc
8 x 18 cc
8 x 24 cc
8 x 30 cc
8 x 36 cc
8 x 42 cc
8 x 48 cc
8 x 54 cc
8 x 60 cc
|
8 x 8 cc
8 x 16 cc
8 x 24 cc
8 x 32 cc
8 x 40 cc
8 x 48 cc
8 x 56 cc
8 x 64 cc
8 x 72 cc
8 x 80 cc
|
Bila bayi terlalu lemah untuk
minum sendiri berikan minumannya dengan penetes atau dengan sonde hidung.
Cara memberi minum dengan penetesan :
Ukur minuman yang akan
diberikan, tinggikan kepala bayi dengan tangan kiri belakang kepala, penekanan
dengan takanan setetes, selesai di tahan beberapa menit bayi ditidurkan miring
Cara memberi minum dengan sonde hidung :
1) Memeriksa apakah ujung kateter masuk lambung. Suntikkan
udara sebanyak 3 cc dari semprit, dengarlah di atas lambung dengan stetoskop
dan akan terdengar suara kruk
2)
Merekatkan kateter dengan plester pada muka bayi
3)
Memasukkan minuman dengan spuit tanpa menggunakan
pengisap
4)
Menentukan besar kateter yang akan dimasukkan
5)
Mengukur panjang kateter yang akan dimasukkan dari
pangkal hidung ke ujung tulang dada memberi tanda pada plester
6)
Memasukkan kateter melalui hidung ke dalam lambung
7)
Memeriksa apakah ujung kateter hidung ke dalam lambung.
Untuk menghindari muntah pertahankan bayi dalam sikap setengah duduk
selama 5 menit, kemudian tidurkan miring.
Minuman bayi
prematur
Pilihan utama ASI dari ibunya bila tak keluar dari ibu lain yang
berlimpah atau gunakan minuman buatan
Pengenceran
sebagai berikut
3 hari pertama encerkan 5 % (5 gram dalam 100 cc) bila baik tingkatkan 7½
% selama 3 hari kalau baik selama 3 hari jadi 10 %dan selanjutnya menjadi 12.5
%
1.2 Konsep
Inkubator
1.2.1
Pengertian Inkubator
Inkubator adalah lemari logam
yang berdiri di atas roda. Inkubator dapat dimasuki dari dua arah yang
dilengkapi dengan kipas angin sederhana, sistem pemans dan panel pengontrol.
Dan juga dalam inkubator terdapat beberapa lubang pintu yang dapat dilalui bayi
sehingga tidak banyak mengakibatkan hilangnya panas dan zat asam. Di sekitar
pintu terdapat lubang-lubang kecil yang berfungsi sebagai jalan masuk pipa,
kabel, alat pemantau di dalam inkubator (Barbara Glover dan Christine Hodson,
1995; 63).
1.2.2
Cara Menggunakan Inkubator
Melakukan perawatan bayi dalam inkubator merupakan cara memberikan asuhan
keperawatan. Bayi dimasukkan ke dalam alat yang berfungsi membantu terciptanya
suhu lingkungan yang cukup dengan suhu normal. Dengan penatalaksanaan perawatan di dalam inkubator terdapat dua cara yaitu
dengan cara tertutup dan terbuka.
1)
Inkubator Terbuka :
(1) Pemberian inkubator terbuka dilakukan dalam keadaan
terbuka saat pemberian perawatan pada bayi
(2) Menggunakan lampu pemanas untuk memberikan
keseimbangan suhu normal dan kehangatan
(3)
Membungkus dengan selimut hangat
(4)
Dinding keranjang ditutup dengan kain atau yang lain
untuk mencegah aliran udara
(5)
Kepala bayi harus ditutup karena banyak panas yang
hilang melalui kepala
(6)
Pengaturan suhu inkubator disesuaikan dengan berat
bahan bayi.
2)
Inkubator Tertutup :
(1) Inkubator harus selalu tertutup dan hanya dibuka
apabila dalam keadaan tertentu seperti anpea dan apabila membuka inkubator
usahakan suhu bayi tetap hangat dan oksigen selalu tersedia.
(2) Tindakan perawatan dan pengobatan
diberikan melalui hidung
(3)
Bayi harus keadaan telanjang (tidak memakai pakaian)
untuk memudahkan observasi
(4) Pengaturan panas disesuaikan dengan berat
badan dan kondisi tubuh
(5)
Pengaturan oksigen selalu diobservasi
(6) Inkubator harus ditempatkan pada ruangan
yang hangat kira-kira dengan suhu 27 o C.
1.2.3
Pengaturan Suhu Inkubator
Berat Badan Lahir (gram)
|
0 – 24 jam
( 0 C )
|
2 – 3 hari
( 0 C )
|
4 – 7 hari
( 0 C )
|
8 hari
( 0 C )
|
1500
|
34 – 36
|
33 – 35
|
33 – 34
|
32 – 33
|
1501 – 2000
|
33 – 34
|
33
|
32 – 33
|
32
|
2001 – 2500
|
33
|
32 – 33
|
32
|
32
|
> 2500
|
32 – 33
|
32
|
31 – 32
|
32
|
Keterangan :
Apabila suhu kamar 28 – 29
derajat celcius hendaknya diturunkan 1 derajat celcius setiap minggu dan
apabila berat badan bayi sudah mencapai 2000 gram bayi boleh dirawat di luar
inkubator dengan suhu 27 derajat celcius.
1.3 Tinjauan
Asuhan Keperawatan
1.3.1
Pengkajian
1.3.1.1
Anamnesa
1)
Kaji adanya riwayat faktor-faktor resiko si ibu
Umur di bawah 16 tahun atau di atas 35 tahun dan latar belakang
pendidikan rendah, kehamilan kembar, status ekonomi yang rendah, tidak adanya
perawatan kehamilan dan rendahnya gizi, konsultasi genetik yang pernah
dilakukan kelahiran prematur sebelumnya dan jarak kehamilan yang berdekatan,
infeksi seperti TORCH atau penyakit hubungan seksual lain, keadaan seperti
toksemia absuptio placenta, placenta previa dan prolapsus tali pusat, konsumsi
kafein, rokok, akohol dan obat-obatan, golongan darah, faktor Rh.
2) Umur kehamilan biasanya antara 24-37 minggu, rendahnya
BB pada saat kelahiran SGA atau terlalu besar dibanding umur kehamilan, berat
biasanya kurang dari 2500 gr, kurus, lapisan lemak sub kutan sedikit atau tidak
ada, kepala relative lebih besar dibanding badan, 3 cm lebih lebar dibanding
lebar
dada, kelainan fisik yang mungkin terlihat, nilai Apgar pada1-5 menit, 0-3 menunjukkan kegawatan parah, 4-6 kegawatan sedang 7-10 normal
dada, kelainan fisik yang mungkin terlihat, nilai Apgar pada1-5 menit, 0-3 menunjukkan kegawatan parah, 4-6 kegawatan sedang 7-10 normal
1.3.1.2
Pemeriksaan Fisik
1)
Sirkulasi
Nadi apical mungkin cepat atau tidak teratur dalam batas normal (80-160
dpm) jantung yang dapat didengar dapat menandakan duktus arterior paten (PDA)
2)
Makanan atau cairan
Berat badan kurang dari 2500 gr (51687)
3)
Neurosensori
(1)
Tubuh panjang , kurus, lemas dengan perut agak gendut
(2)
Ukuran kepala besar dalam hubungannya dengan tubuh,
sutura mungkin mudah digerakkan fontanel mungkin besar atau terbuka lebar
(3) Dapat mendemonstrasikan kedutan atau mata
berputar
(4) Edema kelopak mata umum terjadi, mata
mungkin merapat (tergantung pada umur gestasi)
(5) Reflek tergantung pada usia gestasi,
rooting terjadi dengan baik pada gestasi minggu 32 minggu koordinasi refleks
untuk menghisap, menelan dan bernafas biasanya terbentuk pada gestasi minggu ke
32
(6) Komponen pertama dari refleks Moro
(distensi lateral dari ekstremitas atas
orang membuka tangan) sampai pada gestasi minggu ke 28, komponen kedua
(fleksi anteria dan menangis dapat didengar) tampak pada umur gestasi minggu ke
32
(7) Pemeriksaan dubwitz menandakan usia
gestasi minggu 24 + 37
4)
Pernapasan
(1) Skor apgar mungkin rendah, pernapasan
mungkin dangkal, tidak teratur, pernafasan diafragmatik intermiten dan periodik
(40-60 /mnt)
(2) Menggorok, pernafasan cuping hidung,
retraksi supra sternal atau susbternal atau berbagai derajat cyanosis mungkin
ada
(3) Adanya bunyi “ampelas” pada auskultasi,
menandakan sindrom distress pernapasan (RDS)
5)
Keamanan
(1)
Suhu berfluktuasi dengan mudah, menangis mungkin lemah,
wajah mungkin memar, mungkin ada kaput suksedaneum
(2)
Kulit kemerahan atau tembus pandang, warna merah muda
atau kebiruan, aksosianosis atau sianosis pucat
(3)
Lanugo terdistribusi secara luas di seluruh tubuh,
ekstremitas mungkin edema, garis telapak kaki mungkin tidak ada pada semua
sebagian telapak, kuku mungkin pendek
6)
Seksualitas
(1) Persalinan atau kelahiran mungkin
tergesa-gesa
(2) Genetalia labia minor wanita mungkin lebih
besar dari labioa mayor dengan klitoris menonjol, testis pria mungkin belum
turun, rugae mungkin banyak atau tidak ada pada scrotum
1.3.2
Rencana Asuhan Keperawatan
1.3.2.1
Diagnosa Keperawatan 1
Resiko infeksi berhubungan
dengan penurunan kekebalan tubuh
1)
Data Penunjang
Terdapat tanda-tanda infeksi
seperti kalor, dolor, rubor, tumor dan fungsiolesa
2)
Kriteria hasil
(1) Pasien bebas dari tanda-tanda infeksi
(kalor, dolor, rubor, tumor, fungsiolesa)
(2)
Orang tua akan mengidentifikasi faktor yang tepat
3)
Tindakan Keperawatan
(1)
Cuci tangan sebelum dan sesudah merawat bayi
R : Meminimalkan introduksi
bakteri dan penyebaran infeksi
(2)
Observasi bayi terhadap abnormalitas kulit (misal :
lepuh, pethiciae, pustule, pucat)
R : Abnormaliotas ini mungkin merupakan tanda-tanda infeksi
(3)
Pakai sarung tangan saat bersentuhan dengan secret
R : Membantu mencegah kontaminasi silang terhadap bayi
(4)
Jauhkan bayi dari sumber infeksi
R : Mencegah terjadi penularan infeksi pada bayi
(5)
Lakukan perawatan tali pusat secara aseptik dan
mempertahankan tetap bersih dan kering
R : Menjaga tidak terjadi
infeksi
1.3.2.2
Diagnosa Keperawatan no. 2
Nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh yang berhubungan dengan reflek menelan yang masih lemah.
1)
Batasan Karakteristik
Mayor (harus terdapat)
Seseorang yang mengalami puasa dilaporkan atau mempunyai ketidakcukupan
masukan makanan, kurang dari yang dianjurkan sehari-hari (RDA) dengan atau
tanpa terjadinya penurunan berat badan dan atau kebutuhan metabolic actual atau
potensial pada kelebihan masukan terhadap penurunan berat badan
Minor (mungkin terdapat)
(1)
Berat badan 10% - 20% di bawah normal dan tinggi serta
kerangka tubuh di bawah ideal
(2)
Lipatan kulit trisep, lingkar lengan tengah dan lingkar
otot
(3) Pertengahan lengan kurang 60% dan ukuran
standar
(4)
Kelemahan dan nyeri tekan otot
(5)
Mudah tersinggung dan bingung
(6)
Penurunan albumin serum
(7)
Penurunan transferin atau kapasitas pengikat zat besi
2)
Tujuan
Meningkatkan dan menjaga asupan kalori dan status gizi bayi
3)
Kriteria hasil :
Bayi akan :
(1) Menerima nutrisi yang adekuat untuk
pertumbuhan sesuai dengan umur dan kebutuhan
(2) Mendemonstrasikan peningkatan ketrampilan
dalam cara makan yang sesuai dengan kemampuan perkembangannya
4)
Implementasi dan rasional
(1)
Mulai pemberian makan sementara dengan menggunakan
selang sesuai indikasi
R : Pemberian
makan perselang mungkin perlu untuk memberikan nutrisi adekuat pada bayi yang
telah mengalami koordinasi, menghisap yang buruk dan reflek menelan atau yang
menjadi lelah selama pemberian makan
(2) Masukkan ASI atau formula dengan perlahan
selama 10 menit pada kecepatan 1 ml/mnt
R : Pemasukan makanan ke dalam lambung yang
terlalu cepat dapat menyebabkan respons balik cepat dengan regurgitasi
peningkatan resiko aspirasi dan distensi abdomen, semua ini menurunkan status
pernafasan
(3)
Pertahankan
termonetral lingkungan dan oksigenasi jaringan dengan tepat. Gangguan
pada bayi harus seminimal mungkin
R : Stress
dingin hypoxia, dan penanganan yang berlebih meningkatkan laju metabolisme dan
kebutuhan kalori bayi, kemungkinan memperlambar pertumbuhan dan peningkatan berat badan
(4) Catat pertumbuhan dengan membuat
pengukuran BB setiap hari dan setiap minggu dari panjang badan dan lingkar
kepala
R : Pertumbuhan dan peningkatan BB adalah
kriteria untuk penentuan kebutuhan kalori untuk menyesuaikan formula dan untuk
menentukan frekuensi pemberian makan. Pertumbuhan mendorong peningkatan kebutuhan kalori dan kebutuhan
energi
(5)
Beri makan sesering mungkin sesuai indikasi berdasarkan
BB bayi dan perkiraan kapasitas lambung
R : Bayi
kurang dari 1250 gr (2 bl 12 OZ) diberi makan setiap jam, bayi antara 1500 dan
1800 (3 bulan OZ sampai 4 bl) diberi makan setiap 3 jam
1.3.2.3
Diagnosa Keperawatan 3
Pola nafas tidak efektif yang
berhubungan dengan imaturitas pusat pernafasan dan keterbatasan perkembangan
otot
1)
Batasan karakteristik
Mayor (harus terdapat)
Perubahan frekuensi pernafasan
atau pola pernafasan (dari biasanya), perubahan nadi (frekuensi, irama dan
kualitas)
Minor (mungkin terdapat)
(1)
Ortopnea
(2)
Takipnea, hiperpnea, hiperventilasi
(3)
Irama pernafasan tidak teratur
(4)
Pernafasan yang berat
2)
Tujuan
Mempertahankan pola pernafasan
periodic (periode apneils berakhir 5-10 detik diikuti dengan periode pendek
ventilasi cepat) dengan membrane mukosa merah muda dan frekuensi jantung DBN
3)
Kriteria hasil :
Bayi akan :
(1)
Menunjukkan frekuensi pernafasan yang efektif
(2)
Menunjukkan gejala berkurang
4)
Implementasi dan rasional
(1)
Observasi frekuensi pernafasan dan pola pernafasan perhatikan adanya apnea dan perubahan
frekuensi jantung, tonus otot dan warna kulit berkenaan dengan prosedur atau
perawatan
R : Membantu
dalam membedakan periode perputaran pernafasan normal dan serangan apneik
sejati, yang termasuk sering terjadi sebelum gestasi minggu ke 30
(2)
Berikan O2 sesuai indikasi (rujuk ke DK :
pertukaran gas kerusakan)
R : Perbaikan kadar O2 dan
karbondioksida dapat meningkatkan fungsi pernafasan
(3) Posisikan bayi pada abdomen atau posisi
terlentang dengan gulungan popok di bawah bahu untuk menghasilkan sedikit hiper
ekstem
R : Posisi ini dapat memudahkan pernapasan
dan menurunkan episoide apnea, khususnya adanya hypoxia, asidosis metabolic
atau hiperkapnea
(4)
Berikan
rangsang taktil yang segera misal : gosok punggung bayi bila terjadi apnea. Perhatikan
adanya sianosis, bradikardi atau hipotensi
R : Merangsang
SSP untuk meningkatkan gerakan tubuh dan kembalinya pernafasan spontan.
Kadang-kadang bayi mengalami kejadian apnea lebih sedikit atau tak ada
bradikardia bila orang tua menyentuh bicara pada mereka.
(5)
Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat anti
biotic, aminophilin
R : Mengatasi
infeksi pernafasan atau sepsis dan dapat meningkatkan aktivitas pusat
pernafasan dan menurunkan, sensitivitas terhadap karbondioksida, menurunkan
frekuensi apnea
1.3.2.4
Diagnosa Keperawatan No. 4
Risiko tinggi
hipotermia dan hipertermia berhubungan
dengan sistem pengaturan suhu tubuh yang belum matang
1)
Batasan karakteristik
Mayor (80% - 100%)
Hipotermia :
(1)
Penurunan suhu tubuh di bawah 35.50 C (960
F) per rectal
(2)
Kulit dingin
(3)
Pucat (sedang)
(4)
Menggigil (ringan)
Hipertermia
(1)
Suhu lebih tinggi dari 37,80 C (1000 F) per oral atau 38,8 0
C (1010 F) per rektal
Minor (50% - 79%)
Hipotermia
(1) Kebingungan mental atau mengantuk atau
gelisah
(2)
Nadi dan pernafasan menurun
(3)
Kakeksia atau malnutrisi
Hipertermia
(1)
Kulit kemerahan
(2)
Hangat pada sentuhan
(3)
Peningkatan frekuensi pernafasan
(4)
Takikardia
(5)
Menggigil atau merinding
(6)
Dehidrasi
2)
Tujuan
Menjaga suhu tubuh dalam batas
normal yaitu 36 – 37 5 o
C
3)
Kriteria hasil :
Bayi akan :
(1) Mempertahankan suhu tubuh normal 36 – 37 5 o C
(2)
Akral hangat
(3)
Tidak sianosis
(4)
Badan berwarna merah
4)
Implementasi dan Rasional
(1) Observasi suhu dengan sering, ulangi
setiap 5 menit selama penghatan ulang
R : Hipotermia membuat bayi cenderung pada
stress dingin, penggunaan simpanan lemak coklat yang tidak dapat diperbaiki
bila ada dan penurunan sensitivitas untuk meningaktkan kadarCO2
(hiperkapnea dan penurunan kadar O2 (hipoksia)
(2) Perhatikan adanya takipnea atau apnea,
cyanosis, umum, akrosianosi atau kulit belang, bradikardia, menangis buruk,
letargi, evaluasi derajat dan lokasi icterik
R : Tanda-tanda ini menandakan stress dingin
yang meningkatkan O2 dan kalori serta membuat bayi cenderung pada
asidosis berkenaan dengan metabolic anaerobic
(3) Tempatkan bayi pada penghangat, isolette,
incubator, tempat tidur terbuka dengan penyebar hangat, atau tempat tidur bayi
terbuka dengan pakaian tepat untuk bayi yang lebih besar atau lebih tua
R : Mempertahankan
lingkungan termometral, membantu mencegah stress dingin
(4)
Gunakan
lampu pemanas selama prosedur. Tutup penyebar hangat atau bayi dengan
penutup plastic atau kersta aluminum bila tepat. Objek panas berkontak dengan
tubuh bayi seperti stetoskop
R : Menjaga suhu tubuh bayi dalam batas normal
(5)
Ganti
pakaian atau linen tempat tidur bila basah. Pertahankan kepala bayi
tetap tertutup
R : Menurunkan kehilangan panas melalui evaporasi
DAFTAR
PUSTAKA
Wong. (1999). Nursing Care of Infants Children. Mosby Year
Boodc Philadelphia.
Prof. Dr. Rustam Muchtar, MPH. Sinopsis Obstetric, Obstetric Fisiologi Obstetris Patologi. Jilid I, Edisi 2. Editor Delilutan DSOG.
Perawatan Ibu di Pusat
Kesehatan Masyarakat Surabaya
Markum, A.H (1991). Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. JiliI.
Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Jakarta.
Carpenito, L.J. (2000). Diagnosa
Keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinik. Terjemahan Tim PSIK Unpad.
Jakarta: EGC.
Klaus and Forotaff. (1998). Penatalaksanaan Neonatus Resiko Tinggi. Edisi 4. Jakarta: EGC.
0 komentar:
Post a Comment