BAB 1
TEORI
PNEUMONIA
1.1 Tinjauan Medis
1.1.1 Definisi
Pneumonia adalah radang paru – paru yang dapat disebabkan oleh bermacam – macam seperti : bakteri, virus, jamur, dan benda – benda asing.
Pneumonia adalah peradangan dimana terdapat konsolidasi yang disebabkan pengisian rongga alveoli oleh eksudat
Pneumonia adalah infeksi akut parenkim paru yang meliputi alveolus dan jaringan interstisiel.
1.1.2 Etiologi
1. Bakteri
Pneumokokus merupakan penyebab utama pneumonia. Pada orang dewasa umumnya disebabkan oleh pneumokokus sterotipe 1 sampai dengan 8. Sedangkan pada anak – anak serotype 14, 1, 6, dan 9. Insiden meningkat pada usia lebih kecil 4 tahun dan menurun dengan meningkatnya umur.
Streptokokus sering merupakan komplikasi dari penyakit virus lain seperti morbili dan varicela atau komplikasi penyakit kuman lainnya seperti pertusis, pneumonia oleh pneumokokus.
Basil gram negative seperti hemiphilus influenza, pneumokokus aureginosa, tubercollosa.
2. Virus
Virus respiratory syncytial, virus influenza, virus adeno, virus sistomegalik
3. Aspirasi
4. Pneumonia Hipostatik
Penyakit ini disebabkan oleh kerena tidur terlentang terlalu lama
5. Jamur
6. Sindroma Loeffer
1.1.3 Klasifikasi
Pembagian pneumonia berdasarkan distribusi anatomic pneumonia dapat dikelompokkan menjadi :
1. Pneumonia Lobaris : Konsolidasi pada satu lobus
2. Pneumonia Interstitialis (Bronkhiolitis)
3. Pneumonia Loburis (bronkopneumonia) : konsolidasi merata pada kedua lapang paru
4. Pleuropneumonia
Manifestasi klinik
1. Demam sampai dengan 400C dapat pula diserti kejamg kerena demam tinggi
2. Sakit kepala
3. Malaise
4. Anoreksia
5. Keluhan gastrointestinal: mual, muntah, diare
6. Batuk, mula – mula kering menjadi produktif
7. Ekspektorasi sputum
8. Pernafasan cuping hidung
9. Sesak nafas
10. Syanosis sekunder hidung dan mulut
11. Nyeri dada kerena iritasi pleura
12. Distensi abdomen kerena dilatasi gaster biasanya disebabkan oleh aerofagi atau kerena ileus paralitik
13. Hepar teraba karena tertekan oleh diafragma atau memang membesar kerena terjadi gagal jantung kongestif sebagai komplikasi dari pneumonia
14. Retraksi intercostae bersama dengan peningkatan frekuensi pernafasan
15. Gerak ekskursi dada tertinggal di daerah efusi
16. Friction rub dapat terdengar didaerah pleura yang terkena
17. Kaku kudauk terjadi jika terdapat iritasi pleura didaerah atas
18. Nyeri abdomen terjdi jika trdapat pneumonia di lobus kanan bawah
1.1.6 Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Radiologis
Pola radiologist dapat berupa pneumonia alveolar dengan gambaran air bronkogram misalnya oleh streptococcus pneumoniae, bronkopenumonia oleh karena staphylococcus virus atau mikoplasma dan pneumonia interstitial oleh virus atau mikoplasma.
Distribusi infiltrate pada segmen apical lobus bawah atau inferior lobus atas dikarenakan kuman aspirasi. Infiltrat dilobus sering ditimbulkan oleh klebsiella spp, tuberkolosis atau amilodosis. Pada lobus bawah dapat terjadi infiltrate akibat staphylococcus atau bakteriemia.
2. Pemeriksaan Laboratorium
Leukositosis umumnya menandai adanya infeksi bakteri, leukosit normal atau rendah dapat disebabkan oleh infeksi verus atau mikoplasam atau pada infeksi yang berat sehingga tidak terjadi respon leukosit, orang tua, atau lemah. Leukopenia menunjukkan depresi imunitas, misalnya neutropenia pada infeksi kuman gram negative atau S. aureus pada pasien dengan keganasan dan gangguan kekebalan. Faal hati mungkin terganggu.
3. Pemeriksaan Bakteriologis
Bahan berasal dari sputum, darah, aspirasinasotrakeal/transtrakeal, aspirasi jarum transtorakal, torokosintesis, bronkoskopi atau biopsy. Kuman yang perdominan pada sputum yang disertai PMN yang kemungkinan merupakan penyebab infeksi. Kultur kuman dapat bermanfaat untuk evaluasi selanjutnya.
4. Pemeriksaan Khusus
Titer antibody terhadap virus, legionella dan mikoplasma. Nilai diagnostic bila titer tinggi atau ada kenaikan titer 4 kali. Analisis gas darah dilakukan untuk menilai tingkat hipoksia dan kebutuhan oksigin.
1.1 7 Penatalaksanaan
1. Semua pasien harus dievaluasi terhadap hipoksia, dan oksigin harus diberikan bila terindikasi.
2. Pemberian antibiotic dilakukan secara empiris sesuai dengan pola kuman tersering yaitu streptococcus pneumonia dan haemophilus influenzae. Pemberian antibiotic sesuai dengan kelompok umur.
3. Tirah baring
4. Pemberian cairan
1.1.8 Komplikasi
1. Empiema
2. Meningitis
3. Perikarditis
4. Osteomielitis
5. Peritonitis
1.2 Tinjauan Asuhan Keperawatan
1.2.1 Data Dasar Pengkajian Klien
Data tergantung pada derajad/lamanya penyakit dan organ yang terlibat
1. Aktivitas
Gejala : Kelelahan, malaise, kelemahan, insonia
Tanda : letargi, penurunan toleransi terhadap aktivitas
2. Sirkulasi
Gejala : Riwayat adanya gagal jantung kronis
Tanda : Takikardia, penampilan kemerahan, pucat
3. Interitas ego
Gejala : Banyaknya stressor, masalah finansial
4. Makanan/Cairan
Gejala : anoreksi, mual, muntah,
Tanda : Hiperaktif bunyi usus, distensi abdomen, kulit kering dengan turgor buruk, penampilan mal nutrisi
5. Neurosensori
Gejala : Sakit kepala daerah frontal (influenza)
Tanda : Perubahan mental
6. Nyeri/Ketidaknyamanan
Gejala : Sakit kepala, nyeri pleuritik meningkat oleh batuk, nyeri dada, kram otot
Tanda : perilaku berhati – hati, focus pada diri sendiri
7. Pernafasan
Gejala : Nafas pendek dengan kerja minimal, penggunaan otot bantu nafas
Tanda : Dispnea, Takipnea, batuk, suara nafas tambahan, sputum merah muda, purulen, perkusi pekak didaerah yang konsolidasi, fremitus taktil dan vocal bertahap meningkat dengan konsolidasi, gerakan friksi pleural, nafas bronchial, syanosis
8. Keamanan
Gejala : Riwayat infeksi, kemoterapi, riwayat gangguan sistem imun
Tanda : Demam, infeksi, kemerahan, berkeringat
1.2.2 Rencana Asuhan Keperawatan
Diagnosa I : Kerusakan pertukaran gas b/d perubahan membrane alveolar kapiler (efek inflamasi )
Tujuan : mendemostrasikan perbaikan ventilasi
Kriteria hasil:
1. Bunyi nafas jelas
2. Analisa gas darah dalam batas-batas normal,
3. Frekuensi nafas 12-24 per menit
4. Frekuensi nadi 60-100 kali/menit
5. Tidak ada batuk
6. Meningkatnya volume inspirasi pada spirometer insentif.
Intervensi dan Rasional :
1. Pantau status pernafasan @ 8 jam, tanda vital@4 jam, hasil analisa gas darah, foto rontgen, pemeriksaan fungsi paru-paru.
R : Mengidentifikasi kemajuan atau penyimpangan dari hasil yang diharapkan.
2. Berikan ekspektoran sesuai dnegan anjuran dan evaluasi keefektifannya.
R : Ekspektoran membantu mengencerkan sekresi sehingga sekresi dapat keluar pada saat batuk
3. Dorong pasien untuk minum minimal 2-3 liter cairan per hari.
R : Membantu mengeluarkan sekresi. Cairan juga untuk membnatu mengalirkan obat-obatan di dalam tubuh.
4. Lakukan penghisapan jika pasien menderita kongesti paru tetapi refleks batuk tidak baik atau terjadi penurunan kesadaran.
R : Suction bertujuan membersihkan jalan nafas dari sekret
5. Pertahankan posisi fowler atau semi fowler.
R : Memungkinkan ekspansi paru lebih penuh dengan cara menurunkan tekanan abdomen pada diafragma
6. Berikan oksigen tambahan sesuai dengan anjuran, sesuaikan kecepatan aliran dengan hasil analisa gas darah.
R : Pemberian oksigin tambahan dapat menurunkan kerja pernafasan dengan menyediakan lebih banyak oksigin untuk dikirim ke sel, walaupun konsentrasi oksigin lebih tinggi dapat dialirkan melalui masker oksigin, namun hal tersebut dapat membuat pasien terancam khususnya dengan distress pernafasan
7. Kolaborasi dalam pemberian antimicrobial sesuai dengan hasil kultur sputum/darah
R : Obat ini digunakan untuk membunuh kebanyakan microbial pneumonia
Diagnosa II : Perubahan kenyamanan : nyeri dada pleuritik dan demam berhubungan dengan pneumonia
Tujuan : Pasien mendemonstrasikan bebas dari ketidaknyamanan
Kriteria Hasil :
1. Pasien mengatakan tidak ada nyeri dada
2. Ekspresi wajah rileks
3. Suhu tubuh normal 36-37oC
4. Kultur sputum negative
5. Kadar leukosit antara 5000-10.000/mm3
Intervensi :
1. Berikan analgetik sesuai dengan anjuran untuk mengatasi nyeri pleuritik jika perlu dan evaluasi keefektifannya. Konsul dokter jika analgesik tidak efektif dalam mengontrol nyeri.
R : Analgetik membantu mengkontrol nyeri dengan memblok rang sang nyeri di SSP
2. Konsultasi dokter jika demam dan reaksi yang tidak diinginkan (kemerahan,gangguan saluran pencernaan, menurunnya jumlah urine, menurunnya fungsi pendengaran, meningkatnya kelelahan).
R : Tanda-tanda tersebut merupakan gejala keracunan antibiotika dan pengobatan tersebut harus dihentikan.
3. Berikan tindakan untuk memberikan rasa nyaman seperti mengelap bagian punggung pasien, mengganti alat tenun yang kering setelah diaforesis, memberi minum hangat, lingkungan yang tenang dengan cahaya yang redup dan sedatif ringan jika dianjurkan serta memberikan pelembab pada kulit dan bibir.
R : Tindakan tersebut meningkatkan relaksasi sehingga menurunkan nyeri
4. Lakukan tindakan-tindakan untuk mengurangi demam seperti: kompres hangat, selimut yang tidak terlalu tebal (mempertahankan selimut cukup untuk mencegah kedinginan/menggigil), beri antipiretik yang diresepkan, tingkatkan masukan cairan.
R : Memungkinkan pelepasan panas secara konduksi dan evaporasi, cairan dapat membantu mencegah dehidrasi kerena meningkatnya metabolisme
5. Konsul dokter jika nyeri dan demam tetap ada atau makin memburuk.
R : Hal tersebut merupakan tanda perkembangan komplikasi
Diagnosa III : Resiko kekurangan volume cairan b/d demam, diaforesis dan masukan oral sekunder terhadap proses pneumonia.
Tujuan: Mendemonstarsikan perbaikan status cairan dan elektrolit.
Kriteria Hasil :
1. Haluaran urine lebih besar dari 30 ml/jam
2. Berat jenis urine 1,005-1,025
3. Natrium serum dalam batas normal
4. Mukosa membran lembab
5. Turgor kulit baik
6. Tidak mengeluh kehausan.
Intervensi :
1. Pantau: masukan dan haluaran setiap 8 jam, timbang BB tiap hari, hasil pemeriksaan analisa urine dan elektrolit serum, kondisi kulit dan mukosa membran tiap hari.
R : Mengidentifikasi kemajuan atau penyimpangan dari sasaran yang diharapkan.
2. Berikan terapi intravena sesuai dengna anjuran dan berikan dosis pemeliharaan dan tindakan-tindakan pencegahan.
R : Selama fase akut, paisen sering terlalu lemah dan sesak, unutk meminum cairan per oral secara adekuat dan untuk mempertahankan hidrasi yang adekuat. Jika ada demam maka kebuuthna cairan akan meningkat, karena jika demam kehilangan cairan akan meningkat, sebab: keringat yang berlebihan, yang terjadi jika demam membaik; meningkatnya penguapan yang terjadi karena vasodilatasi perifer, hal tersebut terjadi sebagai mekanisme kompensasi yang digunakan oleh tubuh untuk mengeluarkan panas.
3. Berikan caran per oral sekurang-kurangnya tiap 2 jam sekali. Dorong pasien untuk minum cairan yang bening dan mengandung kalori.
R : Cairan membantu distribusi obat-obatan dalam tubuh, serta membantu menurunkan demam. Cairan bening membantu mencairkan mukus, kalori mambantu menanggulangi kehilangan BB
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall. (2006). Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Edisi 10
Jakarta : EGC
Doengoes, Marilyn E. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3.
Jakarta : EGC
Hendarwanto. (1996). Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I Edisi ketiga. FKUI : Jakarta.
Watson, Roger. (2002). Anatomi dan Fisiologi Untuk Perawat. Edisi 10
Jakarta : EGC
0 komentar:
Post a Comment