BAB 1
LANDASAN TEORI
KOLESISTITIS
1.1 Tinjauan Medis
1.1.1 Pengertian
Kolesistitis akut adalah reaksi inflamasi akut dinding kandung empedu ( Mansjoer, 2001; 511 ) sedangkan menurut Doenges ( 1999; 521 ) kolesistitis adalah inflamasi akut atau kronis dari kandung empedu, biasanya berhubungan dengan batu empedu yang tersangkut pada duktus kistik, menyebabkan distensi kandung empedu.
Kolesistektomi adalah operasi pengangkatan kandung empedu ( Brunner & Suddarth, 2002; 1204 ) sedangkan menurut Doenges ( 1999; 529 ) kolesistektomi adalah tindakan pilihan untuk pasien dengan batu empedu multiple/ besar karena berulangnya pembentukan batu secara simtomatologi akut atau mencegah berulangnya pembentukan batu.
1.1.2 Etiologi
Umumnya kolesistitis disebabkan oleh batu empedu. Sumbatan batu empedu pada duktus sistikus menyebabkan distensi kandung empedu dan gangguan aliran darah dan limfe, bakteri komensal kemudian berkembang biak. Penyebab lain adalah kuman – kuman lain seperti Escherichia coli, salmonella typhosa, cacing askaris, atau karena pengaruh enzim- enzim pankreas.
( Mansjoer, 2001; 511 )
Batu empedu dapat disebabkan infeksi bakteri atau pengendapan komponen empedu yaitu jika disebabkan oleh infeksi bakteri dapat menyebabkan peningkatan deskuamasi sel dan pembentukan mucus sehingga dapat meningkatkan viskositas yang membuat terbentuk batu, sedangkan pengendapan komponen mpedu menyebabkan supersaturasi progresif dan perubahan susunan kimia sehingga dapat terbentuk batu yang menyebabkan obstruksi pada duktus sistikus/ duktus koledukus. Obstruksi ini memungkinkan terjadinya peradangan duktus koledukus dan juga bias menimbulkan nyeri. Setelah dilakukan kolisistektomi terjadi luka insisi dan dapat menimbulkan kekurangan volume cairan dan elektrolit. Hb yang turun dapat juga terjadi sehingga perfusi O2 ke jaringan menurun yang menimbulkan sesak sehingga pola nafas tak efektif. Adanya insisi menyebabkan trauma pada jaringan dan kerusakan integritas kulit yang menimbulkan nyeri.
1.1.1 Klasifikasi
1) Kolesistitis akut
Reaksi inflamasi akut dinding kandung empedu
2) Kolesistitis kronik
Suatu keadaan dimana mukosa dan jaringan otot polos kandung empedu diganti dengan jaringan ikat, sehingga kemempuan memekatkan empedu hilang.
( Mansjoer, 2001 )
1.1.2 Manifestasi klinis
1) Gangguan pencernaan, mual dan muntah
2) Nyeri perut kanan atas atau kadang – kadang hanya rasa tidak enak di epigastrium
3) Yang khas yaitu nyeri yang menjalar kebahu atau subskapula
4) Demam dan ikterus ( bila terdapat batu di duktus koledukussistikus )
5) Gejala nyeri perut bertambah bila makan banyak lemak
Pada pemeriksaan fisik didapati tanda – tanda lokal seperti nyeri tekan dan defans muscular, kadang – kadang kandung empedu yang membengkak dan diselubungi omentum dapat teraba, nyeri tekan disertai tanda – tanda peritonitis lokal. Tanda Murphy terjadi bila inspirasi maksimal terhenti pada penekanan perut ke atas.
( Mansjoer, 2001; 511 )
1.1.3 Pemeriksaan Penunjang
1) Darah lengkap : Leukositosis sedang ( akut )
2) Bilirubin dan amilase serum : meningkat
3) Enzim hati serum – AST ( SGOT ); ALT (SGPT ); LDH; agak meningkat; alkalin fosfat dan 5 – nukleotidase : Ditandai peningkatan obstruksi bilier
4) Kadar Protrombin : Menurun bila obstruksi aliran empedu dalam usus menurunkan absorbsi vitamin K
5) Ultrasound
6) Kolangiopankreatografi
7) Kolangiografi transhepatik perku
8) Kolesistogram
9) Skan CT
10) Skan hati
11) Foto abdomen
12) Foto dada
( Doenges, 1999; 522 )
1.1.4 Penatalaksanaan
1.1.4.1 Perawatan Pre Operasi
1) Memberikan kesehatan yang optimal dengan mempertahankan status gizi, antibiotika, vit K ( IM ) beberapa hari sebelum operasi
2) Pemberian medikasi praanastesi untuk memberikan sedasi dan memudahkan relaksasi dan induksi
3) Memberi penjelasan klien sebelum operasi
4) Puasa setelah tengah malam
1.1.4.2 Perawatan Post Operasi
1) Mencegah komplikasi
(1) Segera setelah pembedahan observasi TTV
(2) Observasi adanya perdarahan
(3) Mobilisasi bertahap, latihan batuk dan bernafas
(4) Perawatan luka/ ganti verban
2) Melancarkan aliran empedu
(1) Aliran balik empedu menuju hati dicegah dengan membuat drainage
(2) Tindakan ini menggunakan pipa yang dimasukkan ductus empedu besar melalui rongga peritoneum
(3) Posisi tidur klien fowler
3) Mencegah distensi
(1) Pipa NGT digunakan untuk mengurangi tekanan udara dalam lambung sampai peristaltic usus timbul kembalai
(2) Pipa rectum digunakan untuk mempercepat pengeluaran flatus
(3) Enema biasanya dilakukan pada hari ke 3 dan 4 post op
4) Mengatasi nyeri
(1) Memberi posisi semi fowler
(2) Memberi obat – obat analgetik sesuai advis dokter
( Engram, 1998; 732 )
1.2 Tinjauan Asuhan Keperawatan
1.2.1 Pengkajian
1.2.1.1 Anamnesa
1) Makanan yang biasa dikonsumsi, seperti lemak atau makanan yang terlalu banyak mengandung bahan kimia
2) Penggunaan tembakau, alcohol dan obat – obat tertentu
3) Tingkat nyeri yang dirasakan
4) Perasaan mual dan muntah
5) Pola makan dan eliminasi serta warna, konsistensi dan frekuensi terutama pada eliminasi
1.2.1.2 Pemeriksaan Fisik
1) Aktivitas/ Istirahat
Gejala : Kelemahan
Tanda : Gelisah
2) Sirkulasi
Tanda : Takikardia, berkeringat
3) Eliminasi
Gejala : Perubahan warna urine dan feces
Tanda : Distensi abdomen
Teraba massa pada kuadran kanan atas
Urine gelap, pekat
Feces warna tanah liat
4) Makanan/ Cairan
Gejala : Anoreksia, mual/ muntah
Tidak toleran terhadap lemak dan makanan “ pembentuk gas “
Tanda : Kegemukan, adanya penurunan berat badan
5) Nyeri/ Kenyamanan
Gejala : Nyeri abdomen atas berat, dapat menyebar ke punggung atau bahu kanan
Kolik epigastrium tengah sehubungan dengan makan
Tanda : Nyeri lepas, otot tegang atau kaku bila kuadran kanan atas ditekan
6) Pernafasan
Tanda : Peningkatan frekuensi pernafasan
Pernafasan tertekan ditandai oleh nafas pendek, dangkal
7) Keamanan
Tanda : Demam, menggigil
Ikterik, dengan kulit berkeringat dan gatal
Kecenderungan perdarahan
8) Penyuluhan
Gejala : Kecenderungan keluarga untuk terjadi batu empedu
Adanya kehamilan/ melahirkan; riwayat DM, penyakit inflamasi usus
1.2.2 Rencana Asuhan Keperawatan
1.2.2.1 Diagnosa 1
Pola pernafasan tak efektif
Dapat dihubungkan dengan :
1) Nyeri
2) Kerusakan otot
3) Penurunan energi
Kemungkinan dibuktikan oleh :
1) Takipnea
2) Perubahan kedalaman pernafasan
3) Penurunan kapasitas vital
4) Menahan nafas
Hasil yang diharapkan/ criteria evaluasi – pasien akan :
1) Membuat pola nafas efektif
2) Tak ada tanda gangguan/ komplikasi pernafasan
Intervensi :
1) Observasi frekuensi/ kedalaman pernafasan
R : Nafas dangkal, menahan nafas dapat mengakibatkan hipoventilasi
2) Auskultasi bunyi nafas
R : Area yang menurun/ tak ada bunyi nafas diduga atelektasis
3) Bantu pasien untuk membalik, batuk dan nafas dalam secara periodic
R : Meningkatkan ventilasi semua segmen paru dan memobilisasi serta mengeluarkan sekret
4) Tinggikan kepala tempat tidur, pertahankan posisi fowler rendah
R : Memudahkan ekspansi paru
5) Berikan anlgesik sebelum pengobatan pernafasan/ aktivitas terapi
R : Memudahkan batuk lebih efektif, nafas dalam, dan aktivitas
1.2.2.2 Diagnosa 2
Kekurangan Volume Cairan, Risiko Tinggi
Dapat dihubungkan dengan :
1) Kehilangan dari aspirasi NG, muntah
2) Secara medik dibatasi pemasukannya
3) Gangguan koagulasi
Kemungkinan dibuktikan oleh :
1) Tidak dapat diterapkan, adanya tanda dan gejala membuat diagnosa actual
Hasil yang diharapkan/ criteria evaluasi – pasien akan :
1) Menunjukkan keseimbangan cairan adekuat dibuktikan dengan tanda vital stabil, membran mukosa lembab, turgor kulit baik
Intervensi :
1) Awasi masukan dan haluaran, termasuk drainase dari NG, selang – T dan luka
R : Memberikan informasi tentang penggantian kebutuhan dan fungsi organ
2) Awasi tanda vital. Kaji membran mukosa, turgor kulit, nadi perifer
R : Indikator keadekuatan volume sirkulasi/ perfusi
3) Observasi tanda perdarahan
R : Protrombin menurun dan waktu koagulasi memanjang bila aliran empedu terhambat
4) Awasi pemeriksaan laboratorium, contoh Hb/ Ht, elektrolit
R : Memberikan informasi tentang volume sirkulasi, keseimbangan elektrolit, dan keadekuatan faktor pembekuan
5) Berikan cairan IV, produk darah, sesuai indikasi
R : Mempertahanakan volume sirkulasi adekuat dan membantu dalam penggantian faktor pembekuan
1.2.2.3 Diagnosa 3
Integritas kulit/ jaringan, kerusakan
Dapat dihubungkan dengan :
1) Substansi kimia ( empedu ), menetapnya secret
2) Gangguan status nutrisi ( kegemukan )/ status metabolic
3) Invasi pada tubuh ( selang – T )
Kemungkinan dibuktikan oleh :
1) Gangguan kulit/ jaringan sub kutan
Hasil yang diharapkan/ criteria evaluasi – pasien akan :
1) Menunjukkan perilaku untuk meningkatkan penyembuhan/ mencegah kerusakan kulit
Intervensi :
1) Periksa selang – T dan drain insisi; yakinkan aliran bebas
R : Memperbaiki posisi mencegah aliran balik empedu ke area operasi
2) Pertahankan selang – T pada system penampungan tertutup
R : Mencegah iritasi kulit dan memudahkan pengukuran haluaran
3) Ganti balutan sesering mungkin bila perlu. Bersihkan kulit dengan sabun dan air
R : Mempertahankan kulit sekitar insisi bersih dan memberikan pertahanan untuk melindungi kulit dari ekskoriasi
4) Observasi kulit, sclera, urine terhadap perubahan warna
R : Terjadinya ikterik mengindikasikan adanya obstruksi aliran empedu
5) Berikan antibiotik sesuai indikasi
R : Perlu untuk pengobatan abses/ infeksi
1.2.2.4 Diagnosa 4
Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan
Dapat dihubungkan dengan :
1) Kurang terpajan; salah interpretasi informasi
2) Tidak mengenal sumber informasi
3) Kurang meningkat
Kemungkinan dibuktikan oleh :
1) Pertanyaan; pernyataan salah konsepsi
2) Permintaan informasi
3) Tidak akurat mengikuti instruksi
Hasil yang diharapkan/ criteria evaluasi – pasien akan :
1) Menyatakan pemahaman proses penyakit/ prognosis dan pengobatan
2) Melakukan dengan benar prosedur yang perlu dan menjelaskan alas an tindakan
Intervensi :
1) Kaji ulang proses penyakit, prosedur bedah/ prognosis
R : Memberikan pengetahuan dasar dimana pasien dapat membuat pilihan berdasar informasi
2) Tunjukkan perawatan insisi/ balutan dan drain
R : Meningkatkan kemandirian dalam perawatan dan menurunkan risiko komplikasi
3) Anjurkan membuang tampungan drainase selang T dan catat haluaran
R : Menurunkan risiko refluks, regangan selang/ penggunaan lapisan
4) Identifikasi tanda/ gejala yang memerlukan pelaporan ke dokter, contoh urin gelap, feses warna tanah liat, sakit ulu hati berulang
R : Indikator obstruksi aliran empedu/ gangguan pencernaan, memerlukan evaluasi lanjut dan intervensi
5) Kaji ulang pembatasan aktivitas tergantung pada situasi individu
R : Memulai kembali aktivitas biasa secara normal dapat diselesaikan dalam 4-6 minggu
1.2.2.5 Diagnosa 5
Nyeri ( akut )
Dapat dihubungkan dengan :
1) Trauma jaringan
2) Proses inflamasi
Kemungkinan dibuktikan oleh ;
1) Laporan nyeri, kolik bilier
2) Wajah menahan nyeri, perilaku berhati – hati
3) Respon otonomik ( perubahan TD, nadi )
Hasil yang diharapkan/ criteria evaluasi – pasien akan :
1) Menunjukkan penggunaan ketrampilan relaksasi dan aktivitas hiburan sesuai indikasi
Intervensi :
1) Observasi dan catat lokasi, beratnya ( skala 0 – 10 )
R : Membentu membedakan penyebab nyeri dan memberikan informasi tentang kemajuan/ perbaikan penyakit, dan keefektifan intervensi
2) Tingkatkan tirah baring, biarkan pasien melakukan posisi yang nyaman
R : Tirah baring pada posisi fowler rendah menurunkan tekanan intraabdomen
3) Dorong menggunakan teknik relaksasi
R : Meningkatkan istirahat, memusatkan kembali perhatian, dapat meningkatkan koping
4) Sediakan waktu untuk mendengar dan mempertahankan kontak dengan pasien sering
R : Membantu dalam menghilangkan cemas dan memusatkan kembali perhatian yang dapat menghilangkan nyeri
5) Berikan obat sesuai indikasi, analgetik
R : Menghilangkan nyeri mempermudah kerjasama dengan intervensi terapi lain
1.2.2.6 Diagnosa 6
Infeksi, Risiko Tinggi
Faktor risiko meliputi :
1) Kulit yang rusak, trauma jaringan, statis jaringan tubuh
2) Munculnya zat – zat patogen/ kontaminan, prosedur invasive
Kemungkinan dibuktikan oleh :
1) Tidak dapat diterapkan; adanya tanda-tanda dan gejala-gejala membuat diagnosa actual
Hasil yang diharapkan/ criteria intervensi – pasien akan :
1) Mengidentifikasi factor – factor risiko individual dan intervensi untuk mengurangi potensial infeksi
2) Pertahankan lingkungan aseptic yang aman
Intervensi :
1) Tetap pada fasilitas kontrol infeksi, sterilisasi dan prosedur/ kebijakan aseptic
R : Tetapkan mekanisme yang dirancang untuk mencegah infeksi
2) Periksa kulit untuk memeriksa adanya infeksi yang terjadi
R : Gangguan pada integritas kulit/ dekat dengan lokasi operasi adalah sumber kontaminasi luka
3) Identifikasi gangguan pada teknik aseptic dan atasi dengan segera pada waktu terjadi
R : Kontaminasi dengan lingkungan/ kontak personal akan menyebabkan daerah yang steril menjadi tidak steril sehingga dapat meningkatkan risiko infeksi
4) Sediakan pembalut yang steril
R : Mencegah kontaminasi lingkungan pada luka
5) Berikan antibiotik sesuai petunjuk
R : Dapat diberikan secara profilaksis bila dicurigai terjadinya infeksi atau kontaminasi
1.3 Evaluasi
1) Pola nafas efektif
2) Keseimbangan volume cairan dan elektrolit
3) Adanya peningkatan penyembuhan kerusakan kulit
4) Dapat memahami proses penyakit dan pengobatan
5) Melaporkan nyeri berkurang
6) Potensial infeksi dapat dicegah atau diminimalkan
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddart. ( 2002 ). Keperawatan Medikal Bedah. EGC. Jakarta
Carpenito, Lynda Juall. ( 1998 ). Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada Praktik Klinik. Edisi 6. EGC. Jakarta
Engram, Barbara. ( 1998 ). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. EGC. Jakarta
Mansjoer. ( 2001 ). Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius. Jakarta
Marilyn E. Doengoes. ( 1998 ). Rencana Asuhan Keperawatan. EGC. Jakarta
Price, Sylvia A. ( 1994 ). Patofisiologi Konsep Klinis Proses – Proses Penyakit. Edisi 4. EGC. Jakarta
Syaifuddin. ( 1992 ). Anatomi Fisiologi Untuk Siswa Perawat. EGC. Jakarta
0 komentar:
Post a Comment