Tuesday, 16 April 2019

LP TEORI KARSINOMA PARANASAL

BAB 1
TEORI
KARSINOMA PARANASAL

1.1  Tinjauan Teori Karsinoma Paranasal
1.1.1        Definisi
  1. Karsinoma adalah pertumbuhan baru yang ganas terdiri dari sel – sel epithelial yang cenderung mengilfiltrasi jaringan sekitarnya dan menimbulkan metastasis.                                       
    ( Dyah N;1998;185 )
  1.  Tumor – tumor ganas asal kelenjar yang sering tumbuh di hidung dan sinus paranasal adalah adenokarsinoma, tumor campur ( mixed tumor ) , karsinoma adenoid kistik dan adenokarsinoma papiler.
1)      Adenokarsinoma adalah karsinoma yang berasal dari jaringan kelenjar atau karsinoma yang di dalamnya sel – sel tumor membentuk struktur seperti kelenjar.
2)       Adenoid kistik karsinoma yang ditandai dengan pita – pita atau silinder hialin atau pemisahan stroma musiosa atau dikelilingi oleh sekelompok sel epithelial kecil, terutama pada kelenjar saliva.
     ( John Jacob;1994,289 )
1.1.2        Epidemiologi dan Etiologi
Insiden tertinggi tumor ganas hidung dan sinus ditemukan di Jepang yaitu 2 per 100.000 perduduk per tahun. Di bagian THT FKUI RS Cipto Mangunkusumo, keganasan ini ditemukan pada 10,1 % dari seluruh tumor ganas THT. Laki – laki ditemukan lebih banyak dengan rasio laki – laki banding wanita sebesar 2 : 1.
Etiologi tumor ganas hidung dan sinus belum diketahui, tetapi diduga beberapa zat  hasil industri merupakan penyebab antara lain nikel, debu kayu, kulit, formaldehid, kromium, minyak isopropyl dan lain – lain. Pekerja di bidang ini mendapat kemungkinan terjadi keganasan hidung dan sinus jauh lebih besar. Alcohol dan makanan yang diasin atau diasap diduga meningkatkan kemungkinan terjadi keganasan, sebaliknya buah – buahan dan sayuran mengurangi kemungkinan terjadi keganasan.
                                                              ( Efiaty AS;Nurbaiti I;2001;143 )

1.1.3        Fisiologis Sinus Paranasal
Fungsi sinus paranasal antara lain :
1.      Sebagai pengatur kondisi udara ( air conditioning )
Sinus sebagai ruang tambahan untuk memanaskan dan mengatur kelembaban udara inspirasi. Volume pertukaran udara dalam ventilasi sinus kurang lebih 1/1000 volume sinus pada tiap kali bernafas, sehingga membutuhkan beberapa jan untuk pertukaran udara total dalam sinus. Mukosa sinus tidak mempunyai vaskularisasi dan kelenjar yang sebanyak mukosa hidung.
2.      Sebagai penahan suhu ( termal insulators )
Sinus paranasal berfungsi sebagai penahan ( buffer ) panas, melindungi orbita dan fosa cerebri dari suhu rongga hidung yang berubah – ubah. Akan tetapi kenyataannya sinus – sinus yang besar tidak terletak diantara hidung dan organ – organ yang dilindungi.
3.      Membantu keseimbangan kepala
Sinus membantu keseimbangan kepala karena mengurangi berat tulang muka. Akan tetapi bila udara dalam sinus diganti dengan tulang, hanya akan memberikan pertambahan berat sebesar 1 % dari berat kepala.
4.      Membantu resonansi suara
Sinus mungkin berfungsi sebagai rongga untuk resonansi suara dan mempengaruhi kualitas suara.
5.      Sebagai peredam perubahan tekanan udara
Fungsi ini berjalan bila ada perubahan tekanan ang besar dan mendadak, misalnua pada waktu bersin atau mebuang ingus.
6.      Membantu produksi mucus.
Mukus yang dihasilkan oleh sinus paranasal memang jumlahnya kecil dibandingkan dengan mucus dari rongga hidung, namun efektif  untuk membersihkan partikel yang turut masuk dengan udara inspirasi karena mucus ini keluar dari meatus medius, tempat yang paling strategis.

                                                              ( Efiaty AS;Nurbaiti I;2001;118 )

1.1.1        Klasifikasi
Tumor jinak dan ganas di kavum nasi dan sinus dapat berasal dari epitel dan non – epitel.
1.      Tumor jinak epithelial : adenoma dan papiloma
2.      Tumor jinak non – epithelial : fibroma, angiofibroma, hemangioma, neurilemomma, osteoma, displasia fibrosa, dll. Disamping itu ada tumor odontogenik misalnya ameloblastoma, adamentonom, dll.
3.      Tumor ganas epithelial
Adalah karsinoma sel skuamosa, kanker kelenjar liur, adenokarsinoma, karsinoma tanpa differensiasi, dll.
4.       Tumor ganas  non – epithelial
Adalah hemangioperisitoma, bermacam – macam sarcoma termasuk rabdomiosarkomadan osteogenik.
            Beberapa jenis tumor jinak ada yang mudah kambuh atau secara klinis bersifat ganas karena tumbuh agresif mendestruksi tulang, misalnya papiloma inverted, displasia fibrosa atau ameloblastoma.
            Stadium tumor ganas hidung dan sinus paranasal :
            Bermacam – macam klasifikasi untuk menentukan stadium yang digunakan di Indonesia adalah klasifikasi UICC.
Perluasan tumor dikategorikan dalam T1,T2,T3, dan T4. Paling ringan T1, tumor terbatas di mukosa sinus, paling berat T4, tumor sudah meluas ke orbita dan / atau rongga intracranial.
Metastasis kelenjar dikategorikan sebagai berikut :
N0       : tidak ada kelenjar
N1       : kelenjar masih dapat digerakkan
N2       : kelenjar sudah melekat ke organ sekitar.
Metastasis paru dikategorikan sebagai M0 ( tidak ada metastasis ) dan M1 ( ada metastasis).
Berdasarkan TNM ini dapat ditentukan stadium yaitu stadium I,II,III dan IV. Umumnya pasien dating pada stadium akhir.
                                                      ( Efiaty AS;Nurbaiti I;2001;143;145 )
1.1.2        Manifestasi Klinis
Gejala tergantung dari asal primer tumor serta arah dan perluasannya. Tumor di dalam sinus maksila biasanya tanpa gejala. Gejala timbul setelah tumor besar, mendorong atau menembus dinding tulang meluas ke rongga hidung, rongga mulut, pipi dan orbita.
Tergantung dari perluasan tumor, gejala dapat dikategorikan sebagai berikut :
1.      Gejala nasal
Gejala nasal berupa obstruksi hidung unilateral dan rinorea. Sekretnya sering bercampur darah atau terjadi epistaksis. Tumor yang besar dapat mendesak tulang hidung sehingga terjadi deformitas hidung. Khas pada tumor ganas ingusnya berbau karena mengandung jaringan nekrotik.
2.      Gejala orbital
Perluasan tumor kea rah orbita menimbulkan gejala diplopia, proptosis atau penonjolan bola mata, oftalmoplegia, gangguan visus dan epifora.
3.      Gejala oral
Perluasan tumor ke rongga mulut menyebabkan penonjolan atau ulkus di palatum atau di prosesus alveolaris. Pasien mengeluh gigi palsunya tidak pas lagi atau geligi goyah. Seringkali pasien dating ke dokter gigi karena nyeri di gigi.tetapi tidak sembuh meskipun gigi yang sakit telah dicabut.
4.      Gejala fasial
Perluasan tumor ke depan akan menyebabkan penonjolan pipi. Disertai nyeri, anesthesia atau parestesia muka jika mengenai nervus trigeminus.
5.      Gejala intracranial
Perluasan tumor intracranial menyebabkan sakit kepala hebat, oftalmoplegia atau gangguan visus. Dapat disertai likurea, yaitu cairan otak yang keluar melalui hidung. Jika perluasan sampai ke fossa kranii media maka nervus otak lainnya juga terkena. Jika tumor meluas kebelakang, terjadi trismus akibat terkenanya muskulus pterigodeus disertai anastesia dan parestesia daerah yang dipersyarafi nervus maksilaris dan mandibularis.
            Saat pasien berobat biasanya tumor sudah dalam fase lanjut. Hal lain yang juga menyebabkan diagnosis terlambat adalah karena gejala dininya mirip dengan rhinitis atau sinusitis kronis sehingga sering diabaikan pasien maupun dokter.
                                                       ( Efiaty AS;Nurbaiti I;2001;143-144 )
1.1.3        Pemeriksaan Penunjang
1.      Foto polos sinus paranasal
Sebagai diagnosis awal, terutama jika ada erosi tulang dan perselubungan padat unilateral.
2.      CT scan
Digunakan bila dicurigai ada keganasan. Lebih jelas dalam memperlihatkan perluasan tumor dan destruksi tulang.

3.      MRI ( Magnetic Resonance Imaging )
Untuk membedakan jaringan tumor dari jaringan normal tetapi kurang begitu baik dalam memperlihatkan destruksi tulang.
4.      Foto polos paru
Untuk melihat adanya metastase tumor di paru.
                                                              ( Efiaty AS;Nurbaiti I;2001;144 )
1.1.4        Prognosis
Pada umumnya prognosis kurang baik. Beberapa hal yang mempengaruhi prognosis antara lain :
1.       Diagnosis terlambat dan tumor sudah meluas sehingga sulit mengangkat tumor secara en bloc
2.       Sulit evaluasi pasca terapi karena tumor berada dalam rongga.
3.       Sifat tumor yang agresif dan mudah kambuh.
1.1.5        Penatalaksanaan
Yang terbaik untuk tumor ganas adalah kombinasi operasi operasi, radioterapi dan kemoterapi. Kemoterapi bermanfaat pada tumor ganas dengan metastasis atau residif.
Pada tumor jinak dilakukan ekstirpasi tumor sebersih mungkin. Bila perlu dilakukan dengan cara pendekatan rinotomi lateral atau degloving.
Untuk tumor ganas, tindakan operasi harus seradikal mungkin. Biasanya dilakukan maksilektomimedial, total atau radikal. Maksilektomi radikal dilakukan misalnya pada tumor yang sudah infiltrasi ke orbita, terdiri dari pengangkatan maksila secara en bloc disertai dengan eksenterasi orbita. Jika tumor meluas ke rongga intrakranialdilakukan reseksi kraniofasial atau kalau perlu kraniotomi, tindakan yang dilakukan dalam tim bersama doter bedah syaraf.
                                                              ( Efiaty AS;Nurbaiti I;2001;145 )

1.2  Asuhan Keperawatan Teoritis
1.2.1        Pengkajian
1.2.1.1  Anamnesa
1.      Aktivitas / Istirahat
Kelemahan dan atau keletihan
Perubahan pada pola istirahat dan jam kebiasaan tidur pada malam hari; adanya factor – factor yang mempengaruhi tidur pada malam hari.
Pekerjaan atau profesi dengan pemajanan karsinogen lingkungan, tingkat stress tinggi.

2.      Sirkulasi
Palpitasi, nyeri dada pada pengerahan kerja.
3.      Integritas Ego
Faktor stress dan cara mengatasi stress.
Masalah tentang perubahan dalam penampilan ( lepasnya gigi ).
Menyangkal diagnosis, perasaan tidak berdaya, putus asa, tidak mampu, tidak bermakna, rasa bersalah, kehilangan control, depresi.
4.      Eliminasi
Perubahan pola defekasi.
Perubahan eliminasi urinarius.
5.      Makanan / Cairan
Kebiasaan diet buruk (makanan yang diasinkan/diasap )
Anoreksia, mual / muntah.
Intoleransi makanan.
Perubahan pada berat badan, penurunan berat badan hebat, berkurangnya massa otot.
6.      Neurosensori
Pusng / sinkop.
7.      Nyeri / Kenyamanan
Tidak ada nyeri atau derajat bervariasi.
8.      Pernafasan
Merokok.
Pemajanan asbes, nikeldebu kayu, formaldehid.
9.      Keamanan
Pemajanan pada kimia toksik, karsinogen, kromium, minyak isopropyl, alcohol.
10.  Seksualitas
Masalah seksual, missal : dampak pada hubungan, perubahan pada tingkat kepuasan.
11.  Interaksi social
Ketidakadekuatan system pendukung
12.  Pembelajaran
Riwayat kanker pada keluarga.
Riwayat penyakit metatastik.
Riwayat pengobatan.
1.2.1.2  Pemeriksaan Fisik
1.      Aktivitas / Istirahat
Keterbatasan dalam partisipasi.
2.      Sirkulasi
Perubahan tekanan darah.
3.      Integritas Ego
Menyangkal, menarik diri, sedih, marah.
4.      Eliminasi
Perubahan pada bising usus, distensi abdomen.
5.      Makanan / Cairan
Perubahan pada turgor kulit / kelembaban, edema
6.      Neurosensori
Anetesia, parestesia.
7.      Nyeri / Kenyamanan
Adanya nyeri akibat perluasan tumor.
8.      Pernafasan
Efektivitas jalan nafas.
9.      Keamanan
Demam, ruam kulit.

1.2.2        Rencana Asuhan Keperawatan
1.2.2.1  Diagnosa Keperawatan 1
Ansietas berhubungan dengan ancaman / perubahan status kesehatan
Batasan Karakteristik :
-      Peningkatan ketegangan, gemetar, ketakutan, gelisah.
-      Mengekspresikan masalah, mengenai perubahan dalam kejadian hidup.
-      Stimulasi simpatis, keluhan somatik
Tujuan :
Pasien menunjukkan rentang yang tepat dari perasaan dan berkurangnya rasa takut
Kriteria hasil :
-      Pasien tampak rileks
-      Pasien melaporkan ansietas berkurang pada tingkat yang dapat diatasi
-      Pasien mendemonstrasikan penggunaan mekanisme koping yang efektif dan partisipasi aktif dalam aturan pengobatan.
Intervensi :
1.      Tinjau ulang pengalaman pasien / orang terdekat sebelumnya dengan kanker. Tentukan apakah dokter telah mengatakan pada pasien tetntang kesimpulan dari penyakit pasien.
R : Membantu dalam identifikasi rasa takut dan kesalahan konsep berdasarkan pengalaman dengan kanker.
2.      Dorong pasien untuk mengungkapkan pikiran dan perasaan.
R : Memberikan kesempatan untuk memeriksa rasa takut realistis serta kesalahan konsep tentang diagnosis
3.      Berikan lingkungan terbuka dimana pasien merasa aman untuk mendiskusikan perasaan atau menolak untuk bicara..
R : Membantu pasien untuk merasa diterima pada adanya kondisi tanpa perasaan dihakimi dan meningkatkan rasa terhormat dan control.
4.      Pertahankan kontak sering dengan pasien. Bicara dengan menyentuh pasien bila tepat.
R : Memberikan keyakinan bahwa pasien tidak sendiri/ ditolak.
5.      Ijinkan pasien untuk menunjukkan ekspresi marah, kecewa tanpa konfrontasi.
R : Penerimaan perasaan memungkinkan pasien mulai menghadapi situasi.
6.      Tingkatkan rasa tenang dan lingkungan yang tenang.
R : Memudahka istirahat, menghemat energi dan meningkatkan kemampuan koping.
7.      Pantau adanya tanda depresi / menyangkal, marah, menarik diri.
R : Pasien dapat menggunakan mekanisme pertahanan dari menyangkal dan mengekspresikan harapan dimana diagnosis tidak tepat.
1.2.2.2  Nyeri berhubungan dengan nekrosis jaringan; perluasan tumor
Batasan karakteristik :
-      Keluhan nyeri
-      Memfokuskan pada diri sendiri / penyempitan focus.
-      Distraksi / perilaku berhati – hati.
-      Respons autonomic, gelisah.
Tujuan :
Pasien dapat beradaptasi dengan keadaan nyerinya.
Kriteria Hasil :
-      Pasien melaporkan penghilangan nyeri maksimal / control dengan pengaruh minimal pada AKS.
-      Pasien mengikuti aturan farmakologis yang ditentukan.
-      Pasien dapat mendemonstrasikan ketrampilan relaksasi dan aktivitas hiburan sesuai indikasi untuk situasi individu.
Intervensi :
1.      Berikan tidakan kenyamanan dasar ( misal : reposisi ) dan aktivitas hiburan ( misal : musik, televisi ).
R : Meningkatkan relaksasi dan membantu memfokuskan kembali perhatian.
2.      Dorong penggunaan ketrampilan manajemen nyeri ( misal : tehnik relaksasi, visualisasi, bimbingan imajinasi ).
R : Memungkinkan pasien untuk berpartisipasi secara aktif dan meningkatkan rasa control.
3.      Observasi skala nyeri yang dirasakan pasien.
R : Evaluasi kebutuhan / keefektifan intervensi.
4.      Beri posisi yang nyaman bagi pasien.
R : Meningkatkan relaksasi bagi pasien.
5.      Kolaborasi dalam pemberian analgesic
R : Nyeri adalah komplikasi yang sering dari kanker. Meskipun respons individual berbeda. Saat perubahan penyakit / pengobatan terjadi, penilaian dosis dan pemberian akan diperlukan.
1.2.2.3  Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan status hipermetabolik berkenaan dengan kanker.
Batasan Karakteristik :
-      Keluhan masukan makanan tidak adekuat.
-      Perubahan sensasi pengecap.
-      Kehilangan minat pada makanan.
-      Ketidakmampuan ntuk mencerna yang dirasakan.
-      BB 20 % atau lebih di bawah BB ideal.
-      Sariawan, rongga mulut terinflamasi.
Tujuan :
Masukan nutrisi adekuat
Kriteria Hasil :
-      BB stabil.
-      Pengungkapan pemahaman pengaruh individual pada masukan adekuat.
-      Porsi makanan yang disajikan dihabiskan
-      Tidak terdapat tanda – tanda malnutrisi.
Intervensi :
1.      Pantau masukan makanan setiap hari.
R : Mengidentifikasi kekuatan / defisiensi nutrisi.
2.      Ciptakan lingkungan yang nyaman.
R : Dapat menekan / mengontrol respons mual / muntah.
3.      Dorong penggunaan tehnik relaksasi, visualisasi, bimbingan imajinasi, latihan sebelum makan.
R : Dapat mencegah awitan atau menurunkan beratnya mual, penurunan anoreksia dan memungkinkan pasien meningkatkan masukan oral.
4.      Dorong pasien untuk makan diet tinggi kalori kaya nutrient dengan masukan cairan adekuat.
R : Kebutuhan jaringan metabolic ditingkatkan begitu juga cairan (untuk menghilangkan produksi sisa ).
5.      Pantau tanda – tanda malnutrisi
R : Identifikasi masukan nutrisi secara adekuat.
6.      Kolaborasi dalam pemberian terapi antiemetik.
      R : Memutuskan impuls mual / muntah pada pusat kenyang.


DAFTAR PUSTAKA

Adams;George L.1997. BOIES Buku Ajar Penyakit THT;Edisi 6. Jakarta.EGC

Staf Pengajar FKUI RSCM.1994.Penyakit Telinga,Hidung,Tenggorok,Kepala dan Leher;Edisi 13;Jilid 1.Jakarta.Binarupa Aksara

Efiaty AS;Nurbaiti I.2001.Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga-Hidung-Tenggorok Kepala Leher;Edisi Kelima.Jakarta.FKUI

Doenges,Marilyn.E.1999.Rencana Asuhan Keperawatan.Jakarta.EGC.

Dyah N.1998.Kamus Saku Kedokteran Dorland;Edisi 25.Jakarta.EGC

0 komentar:

Post a Comment