BAB 1
TINJAUAN TEORI
INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT (ISPA)
INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT (ISPA)
1.1 Tinjauan Medis
1.1.1 Pengertian
Infeksi saluran pernafasan Akut adalah pross inflamasi yang disebabkan oleh virus, bakteri, atipikal ( mikoplasma ) atau aspirasi substansi asing, yang melibatkan sesuatu atau semua bagian saluran pernafasan. ( Wong L. Donna, 2003 ; 458 ).
ISPA adalah infeksi primer nasofaring dan hidung yang sering mengenai bayi dan anak.( Ngastiyah, 1995 ; 12 ).
1.1.2 Etiologi
Penyebab penyakit ini adalah virus dan alergi. Masa menular beberapa jam sebelum gejala timbul sampai 1 – 2 hari sesudah gejala hilang. Komplikasi timbul akibat invasi sekunder bakteri patogen seperti : pneumokokus, streptokokus, Haemophilus influenzae atau stafilokokus.
Masa tunasnya adalah 1 – 2 hari, dengan faktor predesposisi kelelahan, gizi buruk, anemia, dan kedinginan. Pada ummnya penyakit teradi pada waktu pergantian musim ( Ngastiyah, 1995 ; 12 ).
1.1.3 Fisiologis
Fisiologis dari Respirasi
Konsentrasi O2 menurun CO2 dan H+ naik
¯
Chemo Reseptor pada cabang aorta dan karotid merangsang medula
¯
Impuls melalui spina cord ke otot intercostalis kontraksi
¯
Paru – paru mengembang
¯
Inhalasi
¯
Dibawa ke alveoli
¯
Difusi O2 dan CO2
Pernafasan pertama dari hidung menghirup O2 dan mngeluarkan CO2, dari sini konsentrasi O2 menurun CO2 dan H+ naik, setelah itu chemoreseptor pada cabang aorta dan karotid merangsang medula dari situ melalui Impuls spina cord ke otot respiratory untuk berkontraksi, dan diafragma melengkung ke otot inrcostalis kontraksi dan paru – paru dapat mengembang dan terjadi inhalasi, setelah itu dibawa ke alveoli dan dufusi O2 dan CO2 melalui 2 jalan ; yang pertama melalui CO2 dibuang via jalan nafas ( ekhalaisi / elspirasi ), dan yang kedua : melalui O2 larut dalam plasma dan Diikat Hb setelah itu diabawa sampai sel dan dapat berdifusi O2 dan CO2 lagi
1.1.4 Patofisiologis
ISPA disebabkan oleh virus dan alergi dari sini dapat menyebabkan inflamasi dan edema mukosa hidung. Dari inflamasi dapat meyebakan peningkatan produksi sekret sehingga timbul ketidakefektifan bersihan jalan nafas b/d penumpukan sekresi dihidung, inflamasi juga menyebabkan proses infeksi sehingga timbul hipertermi b/d proses aktivasi virus, inflamasi pada mukosa hidung. Edema mukosa hidung menyebabkan meningkatkan mediator – mediator nyeri sehingga dapat meningkatkan prostaglandin di hipotalamus sehingga menyebabkan gangguan rasa nyaman nyeri telan b/d proses inflamasi, edema di mukosa hidung.
1.1.5 Klasifikasi
ISPA meliputi : Sinusitis, Rhinitis, Pharyngitis, tonsilitis dan laringitis.
1) Pharyngitis
adalah proses peradangan pada tenggorokan, etiologi : virus dan bakteri ( misal : hemolytic stertcocy, Staphylococci, neisseria gonnorhoeae ), penularannya : transmisi droplet dengan masa inkubasi waktu beberapa jam – hari, pemeriksaan : Ditemukan membran mukosa meradang atau hiperemi dan edema dengan post nasal drips serta tonsil membesar. Manifestasi klinis : disfagia, demam, batuk kering, plak putih pada amandel, tenggorokan edema atau hiperemi ( Ngastiyah ; 1995, 16 ).
2) Sinusitis
adalah radang sinus yang ada di sekitar hidung, dapat berupa sinusiotis maksilaris atau sinusitis frontalis. Sinusitis dapat berlangsung akut atau kronik ; ia dapat mengenai anak yang sudah besar, saat sinus parnasal sudah berkembang. Sinusitis pada anak tersering dijumpai pada anak umur 6 – 11 tahun ( Ngastiyah ; tahun 1995, hal 15 ).
3) Laringitis
adalah radang pada laring yang disertai batuk keras, suara serak, sesak nafas dan stridor disebabkan karena kuman Streptococcus hemolyticus, Streptococcus viridans, pneumokokus, dan Haemofilus influenza ( Ngastiyah ; 1995, 20 ).
1.1.6 Manifestasi Klinis
1) Demam :
Tidak ada pada bayi baru lahir, paling besar pada usia 6 bulan sampai 3 tahun, suhu dapat mencapai 39,5º – 40,5 ºC bahkan dengan infeksi ringan. Kecenderungan untuk mengalami peningkatan suhu disertai infeksi pada keluarga tertentu, dapat mencetuskan kejang febris. ( Wong L, donna ; 2003 ; 462 ).
2) Sumbatan Nasal :
Pasase nasal kecil dari bayi mudah tersumbat oleh pembengkakan mukosa dan eksudasi. Dapat mempengaruhi pernafasan dan menyusu pada bayi, dapat menyebabkan otitis media dan sinusitis.
3) Keluaran nasal :
Sering menyertai infeksi pernafasan, mungkin encer dan sedikit ( rinorea ) atau kental pada purulen bergantung pada tipe dan atau tahap infeksi berhubungan dengan gatal. Dapat mengiritasi bibir atas dan kulit sekitar hidung ( Wong L, Donna ; 2003 ; 462 ).
4) Batuk :
Gambaran umum dari penyakit pernafasan dapat menjadi bukti hanya selama fase akut, dapat menetap selama beberapa bulan setelah penyakit muncul ( Wong L, Donna ; 2003 ; 462 ).
5) Bunyi pernafasan :
Bunyi yang berhubungan dengan penyakit pernafasan : batuk, suara sesak, mengorok, stridor, mengi ( Wong L, Donna ; 2003 ; 462 ).
1.1.7 Pemeriksaan Penunjang
1) X – Ray pada sinus :
Mengkonfirmasi diagnosa sinusitis dan mengindentifikasi masalah – masalah struktur, malformasi rahang.
2) CT – Scan sinus :
Mendeteksi adanya infeksi pada daerah sfenoidal dan etmoidal.
3) Darah Lengkap :
Mendeteksi adanya tanda – tanda infeksi dan anemi. ( Marilyn Dongoes ; 2001, 4 )
1.1.8 Penatalaksanaan
Untuk batuk pilek tanpa komplikasi diberikan pengobatan simtomatis, misalnya ekspektoransia untuk mengatasi bauk, sedatif untuk menenangkan pasien, dan anti peiretik untuk menurunkan demam. Obstruksi hidung pada bayi sangat sukar diobati. Penghisapan lendir hidung tidak efektif dan sering menimbulkan bahaya. Cara yang paling mudah untuk pengeluaran sekret adalah dengan membaringkan bayi tengkurap. Pada anak besar dapat diberikan tetes hidung larutan efedrin 1 %, bila ada infeksi sekunder hendaknya diberikan antibiotik. Batuk yang produktif ( pada bronkoinfeksi dan trakeitis ) tidak boleh diberikan antitusif, misalnya : kodein, karena menyebabkan depresi pusat batuk dan pusat muntah, penumpukan sekret hingga dapat meyebabkan bronkopneumonia. Selain pengobatan tersebut, terutama yang kronik, dapat diberikan pengobatan dengan penyinaran ( Ngastiyah, 1995 ; 13 ).
Tinjauan Asuhan Keperawatan
1.1.9 Pengkajian
1) Anamnesa
a) Mengkaji dan mencatat vital sign, kondisi pasien ( warna, konsistensi, bau, kotoran ) dari nasal.
b) Pemeriksaan fisik penting untuk membedakan infeksi virus dan bakteri.
2) Pemeriksaan Fisik
Pantau pernafasan untuk frekuensi, kedalaman, pola, adanya retraksi, dan pernafasan cuping hidung.
Auskultasi paru :
Evaluasi bunyi nafas ( tipe dan lokasi ), deteksi adanya krekels atau mengi, deteksi area konsolidasi, eveluasi keefektifan fisioterapi dada.
Nasofaring : infeksi virus, rinitis akut atau koriza, sama dengan ” pilek ” pada orang dewasa, edema dan vasoilatasi mukosa. Anak yang lebih kecil sering : demam, peka rangsang, kegelisahan, bersin, muntah dan atau diare, kadang – kadang.
Faringitis : Tenggorok ( termasuk tonsil ) adalah sisi anatomis yang terpenting dari faringitis ( sakit tenggorok ), anak yang lebih kecil sering : demam, malaise umum, anoreksia, sakit tenggorok sedang, sakit kepala, hiperemia ringan sampai sedang.
Pantau frekuensi jantung dan keteraturannya ( Wong, L. Donna, 2003, 458 ).
1.1.10 Rencana Asuhan Keperawatan
1) Diagnosa Keperawatan
Pola nafas tak efektif berhubungan dengan proses inflamasi
Batasan Karakteristik
a) Mayor :
1. Perubahan frekuensi pernafasan atau pola pernafasan,
2. Perubahan nadi ( frekuensi, irama, kualitas ).
b) Minor :
1. Ortopnea,
2. Takipnea,
3. hiperpnea,
4. hiperventilasi,
5. Irama pernafasan tidak teratur,
6. Pernafasan yang berat.
Tujuan :
Pasien menunjukkan fungsi pernafasan normal.
Kriteria Hasil :
a) Pernafasan tetap dalam batas normal
b) Pernafasan tidak sulit
c) Anak istirahat dan tidur dengan tenang.
Intervensi Keperawatan
1. Posisikan untuk ventilasi yang maksimum
R : Dengan jalan nafas terbuka akan memungkinkan ekspansi paru yang maksimum.
2. Beri posisi yang nyaman
R : Dengan posisi tripod pada anak dengan epiglotis atau pertahankan peninggian kepala sedikitnya 30º.
3. Periksa posisi anak dengan sering untuk memastikan bahwa anak tidak merosot.
R : Untuk menghindari penekanan diafragma.
4. Hindari pakaian atau bedong yang ketat, dan gunakan bantal dan bantalan pada kepala.
R : Untuk mempertahankan agar jalan nafas tetap terbuka, dan untuk menghindari penekanan diafragma.
5. Tingkatkan istirahat dan tidur dengan penjadwalan yang tepat
R : Untuk mempertahankan stamina dan kekuatan tubuh dapat kembali.
6. Ajarkan pada anak dan keluarga tentang tindakan yang mempermudah upaya pernafasan.
R : Untuk memberi pengetahuan pada anak dan keluarga dalam mencegah penyakit.
7. Beri peningkatan kelembaban dan oksigen sesuai indikasi.
R : Untuk meningkatkan oksigen dalam tubuh anak.
2) Diagnosa Keperawatan
Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi mekanis, inflamasi, peningkatan sekresi, nyeri.
Batasan Karakteristik
a) Mayor :
1. Batuk tidak efektif
2. Tidak mampu mengeluarkan sekret di jalan nafas.
b) Minor :
1. Suara nafas tidak ada Jumlah,
2. irama,
3. kedalaman pernafasan tidak normal.
Tujuan :
Pasien dapat mempertahankan jalan nafas yang paten.
Kriteria Hasil :
a) Jalan nafas tetap bersih
b) Anak bernafas dengan mudah, pernafasan dalam batas normal
Intervensi Keperawatan
1. Posisikan anak pada kesejajaran tubuh yang tepat.
R : Untuk memungkinkan ekspansi paru yang lebih baik dan perbaikan pertukaran gas, serta mencegah aspirasi sekresi.
2. Hisap sekresi jalan nafas sesuai kebutuhan.
R : Untuk melakukan penghisapan selama 5 detik dengan selang waktu yang cukup untuk memungkinkan reoksigenasi.
3. Lakukan fisioterapi dada.
R : Untuk mengeluarkan sekresi dengan berbagai posisi atau arah.
4. Beri ekspektoran sesuai ketentuan.
R : Untuk Mengencerkan sekresi atau dahak serta mengeluarkannya.
5. Bantu anak dalam menahan atau membebat area insisi.
R : Untuk memaksimalkan efek batuk dan fisoterapi dada.
6. Sediakan alat kedaruratan.
R : Untuk menghindari keterlambatan tindakan bila diperlukan.
3) Diagnosa Keperawatan
Intoleransi aktifitas berhubungan dengan proses inflamasi, ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan O2
Batasan Karakteristik
a) Mayor :
1. Pernafasan :
Dispnea, Nafas pendek, Frekuensi nafas meningkat berlebihan, Penurunan frekuensi.
2. Nadi : Lemah, Menurun, Peningkatan berlebihan, Perubahan irama, Gagal untuk kembali ke tingkat sebelum aktivitas setelah 3 menit
b) Minor :
1. Kelemahan,
2. Kacau mental
3. Vertigo,
4. Pucat atau sianosis
Tujuan :
Pasien mendapatkan istirahat yang optimal.
Kriteria Hasil :
a) Anak bermain dan beristirahat dengan tenang serta melakukan aktivitas yang sesuai dengan usia dan kemampuan.
b) Anak tidak menunjukkan bukti – bukti peningkatan distress pernafasan.
Intervensi Keperawatan
1. Atur aktivitas agar waktu tidur maksimum, jangan melakukan tindakan atau prosedur.
R : Untuk memaksimalkan istirahat pasien.
2. Jadwalkan tindakan atau aktivitas lain sesuai kebutuhan anak.
R : Untuk meminimalkan keletihan pasien.
3. Dorong periode istirahat yang sering dan waktu tidur yang teratur.
R : Untuk memenuhi istirahat pasien yang cukup.
4. Beri sedatif atau analgesik sesuai indikasi.
R : Untuk mengurangi kegelisahan dan nyeri.
5. Beri lingkungan yang tenang dan atur aktivitas agar tidur maksimum.
R : Dengan lingkungan yang tenang pasien dapat beristirahat dengan maksimal.
4) Diagnosa Keperawatan
Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi terhadap penyakit, tanda, dan gejala.
Batasan Karakteristik
a) Mayor :
1. Mengatakan kurangya pengetahuan, ketrampilan, meminta informasi,
2. Mengekspresikan persepsi yang ” tidak akurat ” terhadap kondisi kesehatannya,
3. Menampilkan secara tidak tepat perilaku sehat yang diinginkan atau yang sudah ditentukan.
b) Minor :
1. Kurang integrasi rencana tindakan ke dalam kegiatan sehari – hari,
2. Menunjukkan atau mengekspresikan gangguan psikologis.
Tujuan :
Keluarga pasien dapat mengerti tentang penyakit yang dialami pasien.
Kriteria Hasil :
a) Keluarga pasien dapat paham entang penyakit, tanda dan gejala.
b) Keluarga pasien dapat mengatasi koping dengan baik sehubungan dengan proses hospitalisasi.
c) Keluarga pasien tidak bingung lagi tentang penyakit, tanda, dan gejala.
Intervensi Keperawatan
1. Berikan informasi tentang penyakit, tanda, dan gejala penyakit pasien.
R : Untuk mengurangi ketidaktahuan keluarga pasien tentang penyakit.
2. Memberi penjelasan tentang dosis, obat selama di rumah sakit.
R : Untuk pelaksanaan bila pasien akan pulang atau sembuh kembali.
3. Kenali kekhawatiran dan kebutuhan orang tua untuk informasi dan dukungan.
R : Untuk mengetahui tingkat pengetahuan orang tua sehubungan dengan penyakit anaknya.
4. Beri dukungan sesuai kebutuhan.
R : Untuk meningkatkan koping keluarga sehubungan hospitalisasi anaknya.
1.1.11 Evaluasi
1. Pasien tidak menunjukkan adanya tanda – tanda infeksi nosokomial.
2. Pasien dapat beraktivitas kembali sesuai tumbuh kembang anak.
3. Pasien dapat bernafas seperti semula tanpa ada gangguan.
4. Keluarga pasien dapat mencegah terjadinya penyakit yang berulang.
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marylinn, E. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. EGC ; Jakarta.
Carpenito, Lynda Juall. (2000). Diagnosa Keperawatan. Buku Kedokteran EGC ; Jakarta.
Hall & Guyton. ( 1997 ). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. EGC ; Jakarta.
Mansjoer, Arief. ( 2000). Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3 jilid 2. Media Aesculapius ; Jakarta.
Muscari, Mary E. ( 2005 ). Keperawatan Pediatrik. Edisi 3. EGC ; Jakarta.
Ngastiyah. ( 1997 ). Perawatan Anak Sakit. EGC ; Jakarta.
Wong, Donna L. ( 2003 ). Pedoman Klinis Perawatan Pediatrik. EGC ; Jakarta
0 komentar:
Post a Comment