BAB
I
TINJAUAN
TEORI
IKTERUS NEONATORUM
1.1
Tinjauan
Medis
1.1.1
Pengertian
Ikterus
adalah warna kuning yang tampak pada kulit dan mukosa karena adanya bilirubin
pada jaringan tersebut akibat peningkatan kadar bilirubin dalam darah (Brooker, 2001).
Ikterus
adalah warna kuning pada kulit, konjungtiva dan selaput akibat penumpukan
bilirubin. Sedangkan hiperbilirubinemia adalah ikterus dengan konsentrasi
bilirubin serum yang menjurus ke arah terjadinya kernikterus atau ensefalopati
bilirubin bila kadar bilirubin yang tidak dikendalikan ( Markum, A.H 1991).
Ikterus
adalah warna kekuningan pada kulit yang timbul pada hari ke 2-3 setelah lahir,
yang tidak mempunyai dasar patologis dan akan menghilang dengan sendirinya pada
hari ke 10. ( Nursalam,2005).
1.1.2
Etiologi
- Peningkatan
produksi Billirubin dapat menyebabkan:
a)
Hemolisis, misal pada Inkompatibilitas
yang terjadi bila terdapat ketidaksesuaian
golongan darah ibu dan anak pada penggolongan Rhesus dan ABO.
b)
Pendarahan tertutup misalnya pada trauma kelahiran.
c)
Ikatan Bilirubin dengan protein
terganggu seperti gangguan metabolik
yang terdapat pada bayi Hipoksia atau Asidosis .
d)
Defisiensi G6PD/ Glukosa 6 Phospat
Dehidrogenase.
e)
Ikterus ASI yang disebabkan oleh
dikeluarkannya pregnan 3 (alfa), 20 (beta), diol (steroid).
f)
Kurangnya Enzim Glukoronil Transeferase , sehingga kadar Bilirubin Indirek meningkat misalnya pada berat lahir rendah.
g)
Kelainan kongenital (Rotor Sindrome) dan
Dubin Hiperbilirubinemia.
- Gangguan
transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan misalnya pada Hipoalbuminemia atau
karena pengaruh obat-obat tertentu misalnya Sulfadiasine.
- Gangguan
fungsi Hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme atau toksion yang dapat langsung merusak
sel hati dan darah merah seperti
Infeksi, Toksoplasmosis, Siphilis.
- Gangguan
ekskresi yang terjadi intra atau
ekstra Hepatik.
- Peningkatan sirkulasi Enterohepatik
misalnya pada Ileus Obstruktif
1.1.3
Fisiologi
Segera
setelah lahir bayi harus mengkonjugasi Bilirubin (merubah bilirubin yang larut
dalam lemak menjadi bilirubin yang mudah
larut dalam air) di dalam hati. Frekuensi dan jumlah konjugasi tergantung dari
besarnya hemolisis dan kematangan hati, serta jumlah tempat ikatan albumin
(Albumin binding site). Pada bayi yang normal dan sehat serta cukup bulan, hatinya sudah matang dan
menghasilkan Enzim Glukoronil Transferase yang memadai sehingga serum bilirubin
tidak mencapai tingkat patologis.
1.1.4
Patofisiologi
Bilirubin adalah produk pemecahan
hemoglobin yang berasal dari pengrusakan sel darah merah /RBCs. Ketika RBCs rusak maka produknya kan masuk
sirkulasi, dimana hemoglobin pecah menjadi heme dan globin. Globin (protein )
digunakan kembali oleh tubuh sedangkan heme akan dirubah menjadi bilirubin
unkonjugata dan berikatan dengan albumin.
Didalam liver bilirubin berikatan dengan
protein plasma dan dengan bantuan ensim glukoronil transferase dirubah menjadi bilirubin
konjugata yang akan dikeluarkan lewat
saluran empedu ke saluran intestinal. Di
Intestinal dengan bantuan bakteri saluran intestinal akan ddirubah menjadi urobilinogen
dan starcobilin yang akan memberi warna pada faeces. Umumnya bilirubin akan
diekskresi lewat faeces dalam bentuk
stakobilin dan sedikit melalui urine dalam bentuk urobilinogen.
Pada BBL
bbilirubin direk dapat dirubah menjadi bilirubin indirek didalam usus
karena terdapat beta –glukoronidase yang
berperan penting terhadap perubahan tersebut. Bilirubin inddirek diserap lagi
oleh usus kemudian masuk kembali ke hati .
Keadaan
ikterus di pengaruhi oleh :
- Faktor produksi yng berlebihan
melampaui pengeluaran : hemolitik yang meningkat
- Gangguan uptake dan konjugasi hepar
karena imaturasi hepar.
- Gangguan transportasi ikatan bilirubin + albumin menuju hepar
, defiiensi albumin menyebabkan semakin banyak bilirubin bebas ddalam
darah yang mudah melewati sawar otak sehingga terjadi kernicterus
- Gangguan ekskresi akibat sumbatan ddalam hepar atau diluar hepar, karena kelainan bawaan/infeksi atau kerusakan hepar karena penyakit lain.
1.1.1
Manifestasi
Klinis
Gejala utamanya
adalah kuning di kulit, konjungtiva dan mukosa. Disamping itu dapat pula
disertai dengan gejala-gejala:
1. Dehidrasi: Asupan kalori tidak
adekuat (misalnya: kurang minum, muntah-muntah)
2. Pucat : Sering berkaitan dengan
anemia hemolitik (mis. Ketidakcocokan golongan darah ABO, rhesus, defisiensi G6PD) atau
kehilangan darah ekstravaskular.
3. Trauma lahir: Bruising, sefalhematom (peradarahn kepala),
perdarahan tertutup lainnya.
4. Pletorik (penumpukan darah): Polisitemia,
yang dapat disebabkan oleh keterlambatan memotong tali pusat, bayi KMK
5. Letargik dan gejala sepsis lainnya
6. Petekiae (bintik merah di kulit) . Sering
dikaitkan dengan infeksi congenital, sepsis atau eritroblastosis
7. Mikrosefali (ukuran kepala lebih
kecil dari normal) . Sering berkaitan dengan anemia hemolitik, infeksi
kongenital, penyakit hati
8. Hepatosplenomegali (pembesaran hati
dan limpa)
9. Omfalitis (peradangan umbilikus)
10. Hipotiroidisme (defisiensi aktivitas
tiroid)
11. Massa abdominal kanan (sering
berkaitan dengan duktus koledokus)
12. Feses dempul disertai urin warna
coklat Pikirkan ke arah ikterus obstruktif, selanjutnya konsultasikan ke bagian
hepatologi.
1.1.2
Klasifikasi
Ikterus pada neonatorum dapat dibagi dua :
1. Ikterus
fisiologi
Ikterus
muncul pada hari ke 2 atau ke 3, dan tampak jelas pada hari 5-6 dan menghilang
hari ke 10. Bayi tampak biasa , minum baik , BB naik biasa. Kadar bilirubin
pada bayi aterm tidak lebih dari 12 mg
/dl, pada BBLR 10 mg/dl, dan akan hilang pada hari ke-14. Penyebab ikterus
fisiologis diantaranya karena kekurang protein Y dan , enzim glukoronil
transferase yang cukup jumlahnya.
2. Ikterus
Patologis
a.
Ikterus yang muncul dalam 24 jam
kehidupan ,, serum bilirubin total lebih dari 12 mg/dl.
b.
Peningkatan bilirubin 5 mg persen
atau lebih dalam 24 jam
c.
Konsentrasi bilirubin serum melebihi 10 mg/dl pada bayi premature
atau 12 mg/dl pada bayi aterm.
d.
Ikterus yang disertai proses hemolisis
e.
Bilirubin Direk lebih dari mg/dl, atau kenaikan bilirubin serum mg/dl/jam atau 5 mg/dl/hari.
f.
Ikterus menetap setelah bayi
berumur 10 hari pada bayi aterm dan 14 hari pada BBLR.
Keadaan yang menyebabkan
ikterus patologis adalah
- Penyakit hemolitik
- Kelainan sel darah merah
- Hemolisis : hematoma, Polisitemia,
perdarahan karena trauma jalan lahir.
- Infeksi
- Kelainan metabolic : hipoglikemia,
galaktosemia
- Obat-obatan yang menggantikan
ikatan bilirubin dengan albumin seperti : sulfonaamida, salisilat, sodium
bensoat, gentamisin,
- Pirau enterohepatik yang meninggi :
obstruksi usus letak tinggi, hirschsprung.
1.1.3
Pemeriksaan
Penunjang
- Kadar
bilirubin serum (total)
- Darah
tepi lengkap dan gambaran apusan darah tepi
- Penentuan
golongan darah dan Rh dari ibu dan bayi
- Pemeriksaan
kadar enzim G6PD
- Pada
ikterus yang lama, lakukan uji fungsi hati, uji fungsi tiroid, uji urin
terhadap galaktosemia.
- Bila
secara klinis dicurigai sepsis, lakukan pemeriksaan kultur darah, urin, IT
rasio dan pemeriksaan C reaktif protein (CRP).
1.1.4
Penatalaksanaan
Berdasarkan
pada penyebabnya, maka manejemen bayi dengan Hiperbilirubinemia diarahkan untuk
mencegah anemia dan membatasi efek dari Hiperbilirubinemia. Pengobatan
mempunyai tujuan :
1.
Menghilangkan Anemia
2.
Menghilangkan Antibodi Maternal dan
Eritrosit Tersensitisasi
3.
Meningkatkan Badan Serum Albumin
4.
Menurunkan Serum Bilirubin
1.1.8.1
Fototherapi
Fototherapi dapat digunakan sendiri
atau dikombinasi dengan Transfusi Pengganti untuk menurunkan Bilirubin.
Memaparkan neonatus pada cahaya dengan intensitas yang tinggi ( a boun of
fluorencent light bulbs or bulbs in the blue-light spectrum) akan menurunkan
Bilirubin dalam kulit. Fototherapi menurunkan kadar Bilirubin dengan cara
memfasilitasi eksresi Biliar Bilirubin tak terkonjugasi. Hal ini terjadi jika
cahaya yang diabsorsi jaringan mengubah Bilirubin tak terkonjugasi menjadi dua
isomer yang disebut Fotobilirubin. Fotobilirubin bergerak dari jaringan ke
pembuluh darah melalui mekanisme difusi. Di dalam darah Fotobilirubin berikatan
dengan Albumin dan dikirim ke Hati. Fotobilirubin kemudian bergerak ke Empedu
dan diekskresi ke dalam Deodenum untuk dibuang bersama feses tanpa proses
konjugasi oleh Hati (Avery dan Taeusch 1984). Hasil Fotodegradasi terbentuk
ketika sinar mengoksidasi Bilirubin dapat dikeluarkan melalui urine.
Fototherapi mempunyai peranan dalam
pencegahan peningkatan kadar Bilirubin, tetapi tidak dapat mengubah penyebab
Kekuningan dan Hemolisis dapat menyebabkan Anemia.
Secara umum Fototherapi harus
diberikan pada kadar Bilirubin Indirek 4 -5 mg / dl. Neonatus yang sakit dengan
berat badan kurang dari 1000 gram harus di Fototherapi dengan konsentrasi
Bilirubun 5 mg / dl. Beberapa ilmuan
mengarahkan untuk memberikan Fototherapi Propilaksis pada 24 jam pertama pada
Bayi Resiko Tinggi dan Berat Badan Lahir Rendah.
1.1.8.2
Tranfusi Pengganti
Transfusi Pengganti atau Imediat
diindikasikan adanya faktor-faktor :
1.
Titer anti Rh lebih dari 1 : 16 pada
ibu.
2.
Penyakit Hemolisis berat pada bayi baru
lahir.
3.
Penyakit Hemolisis pada bayi saat lahir
perdarahan atau 24 jam pertama.
4.
Tes Coombs Positif
5.
Kadar Bilirubin Direk lebih besar 3,5 mg
/ dl pada minggu pertama.
6.
Serum Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg
/ dl pada 48 jam pertama.
7.
Hemoglobin kurang dari 12 gr / dl.
8.
Bayi dengan Hidrops saat lahir.
9.
Bayi pada resiko terjadi Kern Ikterus.
Transfusi Pengganti digunakan untuk :
1.
Mengatasi Anemia sel darah merah yang
tidak Suseptible (rentan) terhadap sel darah merah terhadap Antibodi Maternal.
2.
Menghilangkan sel darah merah untuk yang
Tersensitisasi (kepekaan)
3.
Menghilangkan Serum Bilirubin
4.
Meningkatkan Albumin bebas Bilirubin dan
meningkatkan keterikatan dengan Bilirubin
Pada Rh Inkomptabiliti diperlukan transfusi
darah golongan O segera (kurang dari 2 hari), Rh negatif whole blood. Darah
yang dipilih tidak mengandung antigen A dan antigen B yang pendek. setiap 4 - 8
jam kadar Bilirubin harus dicek. Hemoglobin harus diperiksa setiap hari sampai
stabil.
1.1.8.3
Therapi Obat
Phenobarbital dapat menstimulasi hati
untuk menghasilkan enzim yang
meningkatkan konjugasi Bilirubin dan mengekresinya. Obat ini efektif baik
diberikan pada ibu hamil untuk beberapa hari sampai beberapa minggu sebelum
melahirkan. Penggunaan penobarbital pada post natal masih menjadi pertentangan
karena efek sampingnya (letargi). Colistrisin dapat mengurangi Bilirubin dengan
mengeluarkannya lewat urine sehingga menurunkan siklus Enterohepatika.
1.1.5
Komplikasi
Komplikasi Terjadi kernicterus yaitu kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirek pada otak dengan gambaran klinik:
- Letargi/lemas
- Kejang
- Tak
mau menghisap
- Tonus
otot meninggi, leher kaku dan akhirnya opistotonus
- Bila
bayi hidup pada umur lebih lanjut dapat terjadi spasme otot, epistotonus,
kejang
- Dapat tuli, gangguan bicara, retardasi mental.
1.2
Konsep Inkubator
1.2.1
Pengertian Inkubator
Inkubator adalah lemari logam yang berdiri di atas roda.
Inkubator dapat dimasuki dari dua arah yang dilengkapi dengan kipas angin
sederhana, sistem pemans dan panel pengontrol. Dan juga dalam inkubator
terdapat beberapa lubang pintu yang dapat dilalui bayi sehingga tidak banyak
mengakibatkan hilangnya panas dan zat asam. Di sekitar pintu terdapat
lubang-lubang kecil yang berfungsi sebagai jalan masuk pipa, kabel, alat
pemantau di dalam inkubator (Barbara Glover dan Christine Hodson, 1995; 63).
1.2.2
Cara Menggunakan Inkubator
Melakukan
perawatan bayi dalam inkubator merupakan cara memberikan asuhan keperawatan.
Bayi dimasukkan ke dalam alat yang berfungsi membantu terciptanya suhu
lingkungan yang cukup dengan suhu normal. Dengan penatalaksanaan perawatan di dalam inkubator
terdapat dua cara yaitu dengan cara tertutup dan terbuka.
1) Inkubator
Terbuka :
(1) Pemberian
inkubator terbuka dilakukan dalam keadaan terbuka saat pemberian perawatan pada
bayi
(2) Menggunakan
lampu pemanas untuk memberikan keseimbangan suhu normal dan kehangatan
(3) Membungkus
dengan selimut hangat
(4) Dinding
keranjang ditutup dengan kain atau yang lain untuk mencegah aliran udara
(5) Kepala
bayi harus ditutup karena banyak panas yang hilang melalui kepala
(6) Pengaturan
suhu inkubator disesuaikan dengan berat bahan bayi.
2) Inkubator
Tertutup :
(1) Inkubator
harus selalu tertutup dan hanya dibuka apabila dalam keadaan tertentu seperti
anpea dan apabila membuka inkubator usahakan suhu bayi tetap hangat dan oksigen
selalu tersedia.
(2)
Tindakan
perawatan dan pengobatan diberikan melalui hidung
(3) Bayi
harus keadaan telanjang (tidak memakai pakaian) untuk memudahkan observasi
(4)
Pengaturan
panas disesuaikan dengan berat badan dan kondisi tubuh
(5) Pengaturan
oksigen selalu diobservasi
(6)
Inkubator
harus ditempatkan pada ruangan yang hangat kira-kira dengan suhu 27 o
C.
1.2.3
Pengaturan
Suhu Inkubator
Berat Badan Lahir (gram)
|
0 – 24 jam
( 0 C )
|
2 – 3 hari
( 0 C )
|
4 – 7 hari
( 0 C )
|
8 hari
( 0 C )
|
1500
|
34 – 36
|
33 – 35
|
33 – 34
|
32 – 33
|
1501 –
2000
|
33 – 34
|
33
|
32 – 33
|
32
|
2001 –
2500
|
33
|
32 – 33
|
32
|
32
|
> 2500
|
32 – 33
|
32
|
31 – 32
|
32
|
Keterangan :
Apabila suhu kamar 28 – 29 derajat celcius hendaknya
diturunkan 1 derajat celcius setiap minggu dan apabila berat badan bayi sudah
mencapai 2000 gram bayi boleh dirawat di luar inkubator dengan suhu 27 derajat
celcius.
1.3
Tinjauan
Asuahan Keperawatan
1.3.1
Pengkajian
1.3.1.1
Anamnese orang tua/keluarga
Ibu
dengan rhesus ( - ) atau golongan darah O dan anak yang mengalami neonatal
ikterus yang dini, kemungkinan adanya erytrolastosisfetalis ( Rh, ABO,
incompatibilitas lain golongan darah). Ada sudara yang menderita penyakit
hemolitik bawaan atau ikterus, kemungkinan suspec spherochytosis herediter
kelainan enzim darah merah. Minum air susu ibu , ikterus kemungkinan kaena
pengaruh pregnanediol
1)
Riwayat kelahiran:
Ketuban pecah dini, kesukaran
kelahiran dengan manipulasi berlebihan merupakn predisposisi terjadinya infeksi
2) Pemberian
obat anestesi, analgesik yang berlebihan akan mengakibatkan gangguan nafas
(hypoksia) , acidosis yang akan menghambat konjugasi bilirubn.
3) Bayi
dengan apgar score rendah memungkinkan terjadinya (hypoksia) , acidosis yang
akan menghambat konjugasi bilirubin.
4) Kelahiran
Prematur berhubungan juga dengan prematuritas organ tubuh (hepar).
1.3.1.2
Pemeriksaan fisik
1) Keadaan
umum tampak lemah, pucat dan ikterus dan aktivitas menurun
2) Kepala
leher
Bisa dijumpai ikterus pada mata
(sclera) dan selaput / mukosa pada mulut. Dapat juga diidentifikasi ikterus
dengan melakukan Tekanan langsung pada daerah menonjol untuk bayi dengan kulit
bersih ( kuning)
3) Dapat
juga dijumpai cianosis pada bayi yang hypoksia
4) Dada
: Selain akan ditemukan tanda ikterus juga dapat ditemukan tanda peningkatan
frekuensi nafas.
5) Status
kardiologi menunjukkan adanya tachicardia, kususnya ikterus yang disebabkan
oleh adanya infeksi
6) Perut
a. Peningkatan
dan penurunan bising usus /peristaltic perlu dicermati. Hal ni berhubungan dengan indikasi penatalaksanaan
photo terapi.
b. Gangguan Peristaltik
tidak diindikasikan photo terapi.
Perut membuncit, muntah , mencret merupakan akibat gangguan
metabolisme bilirubun enterohepatik
7) Splenomegali dan hepatomegali dapat
dihubungkan dengan Sepsis bacterial, tixoplasmosis, rubella
8) Urogenital : Urine kuning dan pekat, adanya
faeces yang pucat / acholis / seperti dempul atau kapur merupakan akibat dari
gangguan / atresia saluran empedu
9) Ekstremitas:
Menunjukkan tonus otot yang lemah
10) Kulit
: Tanda dehidrasi titunjukkan dengan turgor tang jelek. Elastisitas menurun, perdarahan
baah kulit ditunjukkan dengan ptechia, echimosis.
11) Pemeriksaan
Neurologis adanya kejang, epistotonus, lethargy dan lain – lain menunjukkan
adanya tanda – tanda kern - ikterus
1.3.2
Rencana
Asuhan Keperawatan
1.3.2.1
Diagnosa Keperawatan 1
Nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh berhubungan intake tidak adekuat dan kemapuan menghisap
turun
1) Batasan
Karakteristik
Mayor
(harus terdapat)
Seseorang
yang mengalami puasa dilaporkan atau mempunyai ketidakcukupan masukan makanan,
kurang dari yang dianjurkan sehari-hari (RDA) dengan atau tanpa terjadinya
penurunan berat badan dan atau kebutuhan metabolic actual atau potensial pada
kelebihan masukan terhadap penurunan berat badan
Minor
(mungkin terdapat)
(1) Berat
badan 10% - 20% di bawah normal dan tinggi serta kerangka tubuh di bawah ideal
(2) Lipatan
kulit trisep, lingkar lengan tengah dan lingkar otot
(3)
Pertengahan
lengan kurang 60% dan ukuran standar
(4) Kelemahan
dan nyeri tekan otot
(5) Mudah
tersinggung dan bingung
(6) Penurunan
albumin serum
(7) Penurunan
transferin atau kapasitas pengikat zat besi
2) Tujuan
Meningkatkan
dan menjaga asupan kalori dan status gizi bayi
3) Kriteria
hasil :
Bayi
akan :
(1)
Menerima
nutrisi yang adekuat untuk pertumbuhan sesuai dengan umur dan kebutuhan
(2)
Mendemonstrasikan
peningkatan ketrampilan dalam cara makan yang sesuai dengan kemampuan
perkembangannya
4) Implementasi
dan rasional
(1) Mulai
pemberian makan sementara dengan menggunakan selang sesuai indikasi
R: Pemberian
makan perselang mungkin perlu untuk memberikan nutrisi adekuat pada bayi yang
telah mengalami koordinasi, menghisap yang buruk dan reflek menelan atau yang
menjadi lelah selama pemberian makan
(2)
Masukkan
ASI atau formula dengan perlahan selama 10 menit pada kecepatan 1 ml/mnt
R : Pemasukan makanan ke dalam lambung yang
terlalu cepat dapat menyebabkan respons balik cepat dengan regurgitasi
peningkatan resiko aspirasi dan distensi abdomen, semua ini menurunkan status
pernafasan
(3) Pertahankan termonetral lingkungan dan oksigenasi
jaringan dengan tepat. Gangguan pada bayi harus seminimal
mungkin
R : Stress
dingin hypoxia, dan penanganan yang berlebih meningkatkan laju metabolisme dan
kebutuhan kalori bayi, kemungkinan memperlambar pertumbuhan dan peningkatan berat badan
(4)
Catat
pertumbuhan dengan membuat pengukuran BB setiap hari dan setiap minggu dari
panjang badan dan lingkar kepala
R : Pertumbuhan dan peningkatan BB adalah
kriteria untuk penentuan kebutuhan kalori untuk menyesuaikan formula dan untuk
menentukan frekuensi pemberian makan. Pertumbuhan
mendorong peningkatan kebutuhan kalori
dan kebutuhan energy
(5) Beri
makan sesering mungkin sesuai indikasi berdasarkan BB bayi dan perkiraan
kapasitas lambung
R: Bayi
kurang dari 1250 gr (2 bl 12 OZ) diberi makan setiap jam, bayi antara 1500 dan
1800 (3 bulan OZ sampai 4 bl) diberi makan setiap 3 jam
1.3.2.2
Diagnosa Keperawatan 2
Resiko infeksi berhubungan dengan defisiensi immunologi
1)
Batasan Karakteristik
Mayor
Terdapat
tanda-tanda infeksi seperti kalor, dolor, rubor, tumor dan fungsiolesa
2)
Tujuan
pasien tidak menunjukan adanya tanda-tanda peradangan
3)
Kriteria hasil
1.
Pasien
bebas dari tanda-tanda infeksi (kalor, dolor, rubor, tumor, fungsiolesa)
2. Orang
tua akan mengidentifikasi faktor yang tepat
4) Tindakan
Keperawatan
1. Cuci
tangan sebelum dan sesudah merawat bayi
R
: Meminimalkan introduksi bakteri
dan penyebaran infeksi
2. Observasi
bayi terhadap abnormalitas kulit (misal : lepuh, pethiciae, pustule, pucat)
R : Abnormaliotas
ini mungkin merupakan tanda-tanda infeksi
3. Pakai
sarung tangan saat bersentuhan dengan secret
R : Membantu
mencegah kontaminasi silang terhadap bayi
4. Jauhkan
bayi dari sumber infeksi
R : Mencegah
terjadi penularan infeksi pada bayi
5. Lakukan
perawatan tali pusat secara aseptik dan mempertahankan tetap bersih dan kering
R
: Menjaga tidak terjadi infeksi
1.3.2.3 Diagnosa
Keperawatan 3
Resiko gangguan pertukaran gas berhubungan dengan
peningkatan bilirubin
1)
Batasan karakteristik :
Mayor
Dispnea saat melekukan aktivitas
Minor:
a.
Konfusi / agitasi
b.
Bernapas dengan bibir
c.
Latergi atau keletihan
2) Tujuan
Keperawatan : Pertukaran gas
kembali adekuat setelah dilakukan
tindakan keperawatan.
3)
Kriteria Hasil :
a. bayi tidak sesak napas
b. Leukosit dalam batas normal.
c. Menunjukkan perbaikan
ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat.
Intervensi dan Rasional
1. Observasi tanda-tanda vital tiap 4 jam.
R : Untuk mengetahui perubahan tanda-tanda vital
2. Monitor kedalaman dan frekuensi
pernapasan.
R : Untuk evaluasi derajat distress
3. Observasi kulit dan membran mukosa
R : Untuk mengetahui sianosis perifer
( pada kuku) dan sianosis sentral (
pada sekitar bibir)
4. Atur posisi tidur semi fowler/
nyaman menurut pasien.
R : Menurunkan tekanan diafragma dan melancarkan O2
5. Kolaborasikan dengan dokter dalam
pemberian O2
R : Memperbaiki / mencegah memburuknya hipoksia
6. Kolaborasi dengan dokter dalam
pemberian terapi TBC
R: Mencegah perkembangbiakan dan
mematikan mikrobakterium tuberkulosis
1.3.2.4 Diagnosa Keperawatan 4
Kekurangan
volume cairan berhubungan dengan tidak adekuatnya intake cairan,
1) Batasan
karakteristik :
Mayor
:
(1) Ketidakcukupan
masukan cairan per oral.
(2) Tidak
adanya keseimbangan antara asupan dan haluaran.
(3) Membran
mukosa atau kulit kering.
(4) BB
kurang.
Minor
:
(1) Meningkatnya
Na darah.
(2) Menurunnya
haluaran urine.
(3) Sering
berkemih.
(4) Turgor
kulit menurun.
(5) Haus
atau mual atau anoreksia.
2) Tujuan
: Cairan tubuh neonatus adekuat.
3) Kriteria
hasil :
a. Turgor
kulit baik.
b. Mukosa
lembab.
c. Mata
tidak cekung
d. Tidak
ada penurunan urine out put ( 1-3 cc/kg/BB/jam).
e. Penurunan
BB dalam batas normal.
f. Tidak
ada perubahan kadar elektrolit tubuh.
Intervensi
Dan Rasional
(1) Pemberian
cairan dan elektolit sesuai protokol.
(2) R
:Memenuhi kebutuhan cairan sehingga tubuh akan terpenuhi untuk menjamin
keadekuatan Kaji status hidrasi, ubun-ubun, mata, turgor, membran mukosa.
R : Dapat menentukan tanda-tanda
dehidrasi dengan tepat.
(3) Kaji
pemasukan dan pengeluaran cairan.
R : Mengetahui keseimbangan antara
masukan dan pengeluaran.
(4) Monitor
TTV.
R : Mengetahui status perkembangan
pasien.
(5) Kaji
hasil test elektrolit.
R : Perpindahan cairan
atau elektrolit, penurunan fungsi ginjal dapat meluas mempengaruhi penyembuhan pasien.
1.3.2.5 Diagnosa
Keperawatan 5
Risiko tinggi hipotermia dan hipertermia berhubungan dengan sistem pengaturan suhu
tubuh yang belum matang
1) Batasan
karakteristik
Mayor
(80% - 100%)
Hipotermia
:
(1) Penurunan
suhu tubuh di bawah 35.50 C (960 F) per rectal
(2) Kulit
dingin
(3) Pucat
(sedang)
(4) Menggigil
(ringan)
Hipertermia
(1) Suhu
lebih tinggi dari 37,80 C
(1000 F) per oral atau 38,8 0 C (1010 F) per
rektal
Minor
(50% - 79%)
Hipotermia
(1)
Kebingungan
mental atau mengantuk atau gelisah
(2) Nadi
dan pernafasan menurun
(3) Kakeksia
atau malnutrisi
Hipertermia
(1) Kulit
kemerahan
(2) Hangat
pada sentuhan
(3) Peningkatan
frekuensi pernafasan
(4) Takikardia
(5) Menggigil
atau merinding
(6) Dehidrasi
2) Tujuan
Menjaga suhu tubuh dalam batas normal yaitu 36 – 37 5 o C
3) Kriteria
hasil :
Bayi
akan :
(1)
Mempertahankan
suhu tubuh normal 36 – 37 5 o
C
(2) Akral
hangat
(3) Tidak
sianosis
(4) Badan
berwarna merah
4) Implementasi
dan Rasional
(1)
Observasi
suhu dengan sering, ulangi setiap 5 menit selama penghatan ulang
R : Hipotermia membuat bayi cenderung pada
stress dingin, penggunaan simpanan lemak coklat yang tidak dapat diperbaiki
bila ada dan penurunan sensitivitas untuk meningaktkan kadarCO2
(hiperkapnea dan penurunan kadar O2 (hipoksia)
(2) Perhatikan
adanya takipnea atau apnea, cyanosis, umum, akrosianosi atau kulit belang,
bradikardia, menangis buruk, letargi, evaluasi derajat dan lokasi icterik
R : Tanda-tanda ini menandakan stress dingin
yang meningkatkan O2 dan kalori serta membuat bayi cenderung pada
asidosis berkenaan dengan metabolic anaerobic
(3)
Tempatkan
bayi pada penghangat, isolette, incubator, tempat tidur terbuka dengan penyebar
hangat, atau tempat tidur bayi terbuka dengan pakaian tepat untuk bayi yang
lebih besar atau lebih tua
R : Mempertahankan
lingkungan termometral, membantu mencegah stress dingin
(4) Gunakan lampu pemanas selama prosedur. Tutup
penyebar hangat atau bayi dengan penutup plastic atau kersta aluminum bila
tepat. Objek panas berkontak dengan tubuh bayi seperti stetoskop
R : Menjaga
suhu tubuh bayi dalam batas normal
(5) Ganti pakaian atau linen tempat tidur bila basah. Pertahankan
kepala bayi tetap tertutup
R : Menurunkan
kehilangan panas melalui evaporasi
DAFTAR
PUSTAKA
Wong. (1999). Nursing Care of Infants
Children. Mosby Year Boodc Philadelphia.
Prof. Dr. Rustam Muchtar, MPH. Sinopsis Obstetric, Obstetric Fisiologi Obstetris Patologi. Jilid I, Edisi 2. Editor Delilutan DSOG.
Perawatan Ibu di Pusat Kesehatan Masyarakat Surabaya
Markum, A.H (1991). Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Anak. JiliI. Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Jakarta.
Carpenito,
L.J. (2000). Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinik.
Terjemahan Tim PSIK Unpad. Jakarta: EGC.
Klaus and Forotaff.
(1998). Penatalaksanaan Neonatus Resiko Tinggi. Edisi
4. Jakarta: EGC.
0 komentar:
Post a Comment