BAB 1
LANDASAN TEORI
CVA (Cerebro Vaskuar Accident)
CVA (Cerebro Vaskuar Accident)
1.1.1 Definisi
Gangguan peredaran darah diotak (GPDO) atau dikenal dengan CVA (Cerebro Vaskuar Accident) adalah gangguan fungsi syaraf yang disebabkan oleh gangguan aliran darah dalam otak yang dapat timbul secara mendadak (dalam beberapa detik) atau secara cepat ( dalam beberapa jam ) dengan gejala atau tanda yang sesuai dengan daerah yang terganggu (Marilynn E, Doengoes, 2000.129)
1.1.2 Etiologi
Penyebab-penyebabnya antara lain:
1. Trombosis ( bekuan cairan di dalam pembuluh darah otak )
2. Embolisme cerebral ( bekuan darah atau material lain )
3. Iskemia ( Penurunan aliran darah ke area otak)
4. Hemoragi
1.1.3 Fisiologi
Aliran darah normal melalui jaringan otak rata – rata 50 – 55 ml/100gr otak/menit. Untuk seluruh otak orang dewasa rata – rata, ini kira – kira 750 ml/menit atau 15 % curah jantung total pada waktu istirahat. Aliran darah serebral sangat berhubungan dengan metabolisme jaringan otak. Tiga macam faktor metabolik mempinyai efek sangat kuat terhadap aliran darah serebral, yaitu : konsentrasi karbon dioksida, konsentrasi ion hidrogen, dan konsentrasi oksigen. Suatu kenaikan dalam konsentrasi karbon dioksida atau ion hidrogen meningkatkan aliran darah serebral, sedangkan penurunan konsentrasi oksigen meningkatkan aliran tersebut. Kenaikan konsentrasi karbon dioksida dalam darah arteri yang memperfusi otak sangat meningkatkan aliran darah serebral. Karbon dioksida meningkatkan aliran darah serebral oleh reaksi dengan air di dalam cairan tubuh untuk membentuk asam karbonat yang kemudian berdisosiasi membentuk ion hidrogen kemudian menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah serebral. Zat asam laktat, asam piruvat, atau zat apapun yang bersifat asam yang terbentuk selama proses metabolisme.
Meningkatnya konsentrasi ion hidrogen sangat menekan kegiatan neuron, sebaliknya berkurangnya konsentrasi ion hidrogen sangat meningkatkan kegiatan neuron. Kenaikan konsentrasi ion hidrogen menyebabkan peningkatan aliran darah dan sebaliknya mengangkut karbon dioksida dan asam – asam yang terlarut keluar dari jaringan otak dengan kecepatan yang meningkat. Hilangnya karbon dioksida mengeluarkan asam karbonat dari jaringan tersebut, dan bersama – sama dengan pengeluaran asam – asam lain, mengurangi konsentrasi ion hidrogen kembali ke normal, mekanisme membantu mempertahankan konsentrasi ion hidrogen yang sangat konstan di dalam cairan serebral dan oleh karena itu juga mempertahankan tingkat kegiatan neuron yang normal. Jika aliran darah ke otak tidak cukup untuk memberikan jumlah oksigen yang diperlukan, mekanisme defisiensi oksigen untuk vasodilatasi, menyebabkan vasodilatasi yang mengembalikan aliran darah dan transpor oksigen ke jaringan otak mendekati normal. Mekanisme oksigen untuk pengaturan aliran darah serebral setempat merupakan suatu pelindung yang sangat penting terhadap berkuranganya kegiatan neuron serebral dan gangguan kemampuan mental.
Saraf simpatis dari rantai simpatis servikal berjalan ke atas sepanjuang arteri – arteri serebral untuk mempersarafi pembuluh darah serebral superfisial. Salah satu komplikasi abnormalitas hemodinamik serebri yang paling serius adalah timbulnya edema otak, karena otak terbungkus dalam kubah yang kuat maka akumulasi cairan edema menekan pembuluh darah, yang kemudian menekan aliran darah dan merusak jaringan otak. Penyebab edema otak yang yang biasa adalah peningkatan tekanan kapiler yang hebat atau kerusakan endotelium kapiler. Faktor pencetus yang paling lazim adalah memar otak tempat jaringan otak dan kapiler mendapat trauma serta cairan kapiler merembes ke jaringan yang mendapat trauma.
1.1.4 Faktor Resiko Pada CVA Infark
1. Hipertensi
2. Penyakit kardiovaskuler: arteria koronaria, gagal jantung kongestif, fibrilasi atrium, penyakit jantung kongestif)
3. Kolesterol tinggi
4. Obesitas
5. Peningkatan hematokrit ( resiko infark serebral)
6. Diabetes Melitus ( berkaitan dengan aterogenesis terakselerasi)
7. Kontrasepasi oral( khususnya dengan disertai hipertensi, merkok, dan kadar estrogen tinggi)
8. Penyalahgunaan obat ( kokain)
9. Konsumsi alcohol, merokok
1.1.5 Klasifikasi
1. CVA Hemoragik
Merupakan perdarahan serebaal dan mungkin perdarahan sub araknoid yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada area otak tertentu. Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat. Kesadaran klien umumnya menurun.
2. CVA Infark
Dapat berupa iskemia atau emboli dan trombosis serebral, biasanya terjadi saat setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari. Tidak terjadi perdarahan namun terjadi iskemia yang menimbulakan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder. Kesadaran umumnya baik.
1.1.6 Manifestasi Klinis
Gejala - gejala CVA muncul akibat daerah tertentu tak berfungsi yang disebabkan oleh terganggunya aliran darah ke tempat tersebut. Gejala itu muncul bervariasi, bergantung bagian otak yang terganggu.Gejala-gejala itu antara lain bersifat:
1) Sementara
Timbul hanya sebebtar selama beberapa menit sampai beberapa jam dan hilang sendiri dengan atau tanpa pengobatan. Hal ini disebut Transient ischemic attack (TIA). Serangan bisa muncul lagi dalam wujud sama, memperberat atau malah menetap.
2) Sementara,namun lebih dari 24 jam
Gejala timbul lebih dari 24 jam dan ini dissebut reversible ischemic neurologic defisit (RIND)
3) Gejala makin lama makin berat (progresif)
Hal ini desebabkan gangguan aliran darah makin lama makin berat yang dissebut progressing stroke atau stroke inevolution
4) Sudah menetap/permanen
1.1.7 Komplikasi
1. Hipoksia Serebral
2. Penurunan darah serebral
3. Luasnya area cedera
1.1.8 Patofisiologi
2.2 Tinjauan Asuhan Keperawatan
2.2.1 Pengkajian
2.2.1.1 Aktivitas dan istirahat
1. Data Subyektif:
- kesulitan dalam beraktivitas ; kelemahan, kehilangan sensasi atau paralysis.
- mudah lelah, kesulitan istirahat ( nyeri atau kejang otot )
2. Data obyektif:
- Perubahan tingkat kesadaran
- Perubahan tonus otot ( flaksid atau spastic), paraliysis (hemiplegia) , kelemahan umum.
- Gangguan penglihatan
2.2.1.2 Sirkulasi
1. Data Subyektif:
- Riwayat penyakit jantung ( penyakit katup jantung, disritmia, gagal jantung , endokarditis bacterial ), polisitemia.
2. Data obyektif:
- Hipertensi arterial
- Disritmia, perubahan EKG
- Pulsasi : kemungkinan bervariasi
- Denyut karotis, femoral dan arteri iliaka atau aorta abdominal
2.2.1.3 Integritas ego
1. Data Subyektif:
- Perasaan tidak berdaya, hilang harapan
2. Data obyektif:
- Emosi yang labil dan marah yang tidak tepat, kesediahan , kegembiraan
- kesulitan berekspresi diri
2.2.1.4 Eliminasi
Data Subyektif:
- Inkontinensia, anuria
- distensi abdomen ( kandung kemih sangat penuh ), tidak adanya suara usus( ileus paralitik )
2.2.1.5 Makan/ minum
1. Data Subyektif:
- Nafsu makan hilang
- Nausea / vomitus menandakan adanya PTIK
- Kehilangan sensasi lidah , pipi , tenggorokan, disfagia
- Riwayat DM, Peningkatan lemak dalam darah
2. Data obyektif:
- Problem dalam mengunyah ( menurunnya reflek palatum dan faring)
- Obesitas ( factor resiko )
2.2.1.6 Sensori neural
1. Data Subyektif:
- Pusing / syncope ( sebelum CVA / sementara selama TIA )
- nyeri kepala : pada perdarahan intra serebral atau perdarahan sub arachnoid.
- Kelemahan, kesemutan/kebas, sisi yang terkena terlihat seperti lumpuh/mati
- Penglihatan berkurang
- Sentuhan : kehilangan sensor pada sisi kolateral pada ekstremitas dan pada muka ipsilateral ( sisi yang sama )
- Gangguan rasa pengecapan dan penciuman
2. Data obyektif:
- Status mental ; koma biasanya menandai stadium perdarahan , gangguan tingkah laku (seperti: letergi, apatis, menyerang) dan gangguan fungsi kognitif
- Ekstremitas : kelemahan / paraliysis ( kontralateral pada semua jenis stroke, genggaman tangan tidak imbang, berkurangnya reflek tendon dalam ( kontralateral )
- Wajah: paralisis / parese ( ipsilateral )
- Afasia ( kerusakan atau kehilangan fungsi bahasa, kemungkinan ekspresif/ kesulitan berkata kata, reseptif / kesulitan berkata kata komprehensif, global / kombinasi dari keduanya.
- Kehilangan kemampuan mengenal atau melihat, pendengaran, stimuli taktil
- Apraksia : kehilangan kemampuan menggunakan motorik
- Reaksi dan ukuran pupil : tidak sama dilatasi dan tak bereaksi pada sisi lateral
2.2.1.7 Nyeri / kenyamanan
1. Data Subyektif:
Sakit kepala yang bervariasi intensitasnya
2. Data obyektif:
Tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan otot / fasial
2.2.1.8 Respirasi
Data Subyektif:
- Perokok ( factor resiko )
Tanda:
- Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas
- Timbulnya pernapasan yang sulit dan / atau tak teratur
- Suara nafas terdengar ronchi /aspirasi
2.2.1.9 Keamanan
Data obyektif:
- Motorik/sensorik : masalah dengan penglihatan
- Perubahan persepsi terhadap tubuh, kesulitan untuk melihat objek, hilang kewasadaan terhadap bagian tubuh yang sakit
- Tidak mampu mengenali objek, warna, kata, dan wajah yang pernah dikenali
- Gangguan berespon terhadap panas, dan dingin/gangguan regulasi suhu tubuh
- Gangguan dalam memutuskan, perhatian sedikit terhadap keamanan, berkurang kesadaran diri
2.2.1.10 Interaksi social
Data obyektif:
- Problem berbicara, ketidakmampuan berkomunikasi
2.2.1.11 Pemeriksaan Penunjang
1. CT Scan
Memperlihatkan adanya edema , hematoma, iskemia dan adanya infark
2. Angiografi serebral
Membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti perdarahan atau obstruksi arteri
3. Pungsi Lumbal
- Menunjukan adanya tekanan normal
- Tekanan meningkat dan cairan yang mengandung darah menunjukan adanya perdarahan
4. MRI : Menunjukan daerah yang mengalami infark, hemoragik.
5. EEG: Memperlihatkan daerah lesi yang spesifik
6. Ultrasonografi Dopler : Mengidentifikasi penyakit arteriovena
7. Sinar X Tengkorak : Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal
1.2.1.12 Penatalaksanaan
1. Diuretika : untuk menurunkan edema serebral .
2. Anti koagulan: Mencegah memberatnya trombosis dan embolisasi.
2.2.2 Rencana Asuhan Keperawatan
2.2.2.1 Diagnosa Keperawatan I
Perubahan perfusi jaringan otak b/d perdarahan intraserebral, oklusi otak, vasospasme, dan edema otak
1. Tujuan Pasien / criteria evaluasi ;
- terpelihara dan meningkatnya tingkat kesadaran, kognisi dan fungsi sensori / motor
- menampakan stabilisasi tanda vital dan tidak ada PTIK
- Peran pasien menampakan tidak adanya kemunduran / kekambuhan
2. Kriteria Hasil
- Klien tidak gelisah
- Tidak ada keluhan nyeri kepala, mual, dan kejang
- GCS = 4 – 5 – 6
- Pupil isokor
- Refleks cahaya + / +
- Tanda – tanda vital dalam batas normal (S = 36 – 37,8 °C, P = 60 – 100 x/menit, N = 16 – 20 x/menit, TD = 110 / 80 – 130 / 80 mmHg)
3. Intervensi dan Rasional
(1) Berikan penjelasan kepada keluarga klien tentang sebab peningkatan TIK dan akibatnya
R/ : Keluarga lebih berpartisipasi dalam proses penyembuhan
(2) Baringkan klien (bed rest) total dengan posisi tidur terlentang tanpa bantal
R/ : Perubahan pada tekanan intrakranial akan dapat menyebabkan risiko untuk terjadinya herniasi otak
(3) Monitor tanda – tanda status neurologis dengan GCS
R/ : Dapat mengurangi kerusakan otak lebih lanjut
(4) Monitor TTV
R/ : Pada keadaan normal autoregulasi mempertahankan keadaan tekanan darah sistemik berubah secara fluktuasi. Kegagalan autoregulasi akan menyebabkan kerusakan vaskuler serebral yang dapat dimanifestasikan dengan peningkatan sistolik dan diikuti oleh penurunan tekanan diastolik. Sedangkan peningkatan suhu dapat menggambarkan perjalanan infeksi.
(5) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian :
- cairan iv dengan perhatian ketat
- ABG bila diperlukan pemberian O2
- Terapi farmako : steroid, aminofel, antibiotik
R/ : - Pemberian cairan iv meminimalkan fluktuasi pada beban vaskuler dan tekanan intrakranial, retriksi cairan dan cairan dapat menurunkan edema serebral
- ABG, mengetahui adanya kemungkinan asidosis disertai dengan pelepasan O2 pada tingkat sel dapat menyebabkan terjadinya iskemik serebral
- Terapi steroid menurunkan permeabilitas kapiler, terapi aminofel menurunkan edema serebri, terapi antibiotika menurunkan metabolik sel / konsumsi dan kejang.
2.2.2.2 Diagnosa Keperawatan II
Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d peningkatan sekresi sekret, dan ketidakmampuan batuk efektif sekunder akibat kelemehan.
1. Tujuan
Individu mampu meningkatkan dan mempertahankan keefektifan jalan nafas agar tetap bersih dan mencegah aspirasi
2. Kriteria Hasil
- Bunyi nafas terdengar bersih
- Ronchi / rales tidak terdengar
- Menunjukkan batuk yang efektif
- Tidak ada lagi penumpukan sekret di saluran pernafasan
- Frekuensi pernafasan 16 – 20 x/menit
3. Intervensi dan Rasional
(1) Observasi keadaan jalan nafas
R/ : Obstruksi mungkin dapat disebabkan oleh akumulasi sekret, sisa cairan mukus, perdarahan, bronkospasme
(2) Pantau pergerakan dada dan auskultasi suara nafas pada kedua paru (bilateral)
R/ : Pergerakan dada yang simetris dengan suara nafas yang keluar dari paru – paru menandakan jalan nafas tidak terganggu. Saluran nafas bagian bawah tersumbat dapat terjadi pada pneumonia / atelektasis akan menimbulkan perubahan suara nafas seperti ronchi / rales
(3) Lakukan pengispan lendir jika diperlukan, batasi durasi penghisapan dengan 15 detik atau lebih. Gunakan kateter penghisap yang sesuai cairan fisiologis steril
R/ : Pengisapan lendir tidak selama dilakukan terus menerus, dan durasinya pun dapat dikurangi untuk mencegah bahaya hipoksia
(4) Anjurkan klien mengenai teknik batuk selama penghisapan, seperti ; waktu bernafas panjang, batuk kuat, bersin jika ada indikasi
R/ : Batuk yang efektif dapat mengeluarkan sekret dari saluran nafas
(5) Atur / ubah posisi secara teratur (tiap 2 jam sekali)
R/ : Mengatur pengeluaran sekret dan ventilasi segmen paru – paru, mengurangi risiko atelektasis
(6) Auskultasi paru sebelum dan sesudah klien batuk
R/ : Sekresi kental sulit untuk diencerkan dan dapat menyebabkan sumbatan mukus yang mengarah pada atelektasis
(7) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat – obat bronkodilator sesuai indikasi, seperti aminophilin, meta – proterenol sulfat (alupent), adoetharine hydrochloride (bronkosol)
R/ : Mengatur ventilasi dan melepaskan sekret karena relaksasi otot / bronchospasme
2.2.2.3 Diagnosa Keperawatan III
Kerusakan mobilitas fisik b/d kelemahan dan kerusakan perceptual / kognitif
1. Tujuan
Mobilias fisik klien kembali efektif dan adekuat
2. Kriteria Hasil
- Aktivitas pasien (ADL) dapat dilakukan secara mandiri
- KU pasien baik dan kesadaran composmentis
- MMT = 5 5
5 5
3. Intervensi dan Rasional
(1) Bantu pasien untuk merubah posisi tiap 2 jam sekali atau beri bantal pada bawah punggung
R/ : Merubah posisi tiap 2 jam sekali memberikan kelancaran sirkulasi darah dan pemberian bantal mencegah penekanan pada organ yang menonjol
(2) Bantu aktivitas pasien dalam pemberian makan / NGT
R/ : Memberikan kecukupan nutrisi pasien secara adekuat
(3) Kolaborasi dengan ahli fisioterapi dalam latihan gerak fisik
R/ : Latihan gerak fisik yang terlatih dapat mencegah kontraktur
2.2.2.4 Diagnosa Keperawatan IV
Defisit perawatan diri b.d kerusakan neuro muskuler, penurunan kekuatan dan ketahanan, kehilangan kontrol /koordinasi otot
1. Tujuan
Perawatan diri individu dapat terpenuhi secara adekuat
2. Kriteria Hasil
- Klien dapat menunjukkan perubahan gaya hidup untuk kebutuhan merawat hidup
- Klien mampu melakukan aktivitas perawatan diri sesuai dengan tingkat kemampuan
- Mulut bersih dan tidak berbau
- Ranbut tidak berminyak dan kotor
- Seluruh tubuh bebas dari minyak
3. Intervensi dan Rasional
(1) Observasi kemampuan dan tingkat penurunan dalam skala 0 – 4 untuk melakukan ADL
R/ : Membantu dalam mengantisipasi dan merencanakan pertemuan kebutuhan individual
(2) Hindari apa yang tidak dapat dilakukan klien dan bantu bila perlu
R/ : Klien dalam keadaan cemas dan tergantung hal ini dilakukan untuk mencegah frustasi dan harga diri klien
(3) Menyadarkan tingkah laku / sugesti tindakan pada perlindungan kelemahan. Pertahankan dukungan pola pikir izinkan klien melakukan tugas, beri umpan balik, positif untuk usuhanya
R/ : Klien memerlukan empati, tetapi perlu mengetahui perawatan yang konsisten dalam menangani klien. Sekaligus meningkatkan harga diri, memandirikan pasien, dan menganjurkan klien untuk terus mencoba
(4) Beri kesempatan untuk menolong diri seperti menggunakan kombinasi pisau garpu, sikat dengan pegangan panjang, ekstensi untuk berpijak pada lantai atau ke toilet, kursi untuk mandi
R/ : Mengurangi ketergantungan
(5) Kolaborasi dengan dokter terapi okupasi
R/ : Untuk mengembangkan terapi dan melengkapi kebutuhan khusus.
2.2.2.5 Diagnosa Keperawatan V
Risiko peningkatan TIK b/d peningkatan volume intrakranial, penekanan jaringan otak, dan edema serebral
1. Tujuan
Peningkatan TIK pada klien tidak terjadi
2. Kriteria Hasil
- Kesadaran pasien composmentis
- GCS= 4-5-6
- Klien tidak gelisah
- TTV dalam batas normal (S= 36-37,8°C, P= 60-100 x/menit, N= 16-20 x/menit, TD= 110-130/80 mmHg)
3. Intervensi dan Rasional
(1) Observasi keadaan individu / penybab koma / penurunan perfusi jaringan dan kemungkinan penyebab peningkatan TIK
R/ : Deteksi dini untuk memprioritaskan intervensi,mengetahui status neurologi/tanda – tanda kegagalan untuk menentukan perawatan kegawatan atau tindakan pembedahan
(2) Monitor tanda – tanda vital tiap 4 jam
R/ : Suatu keadaan normal bila sirkulasi serebral terpelihara dengan baik atau fluktuasi ditandai dengan tekanan darah sistemik, penurunan dari autoregulator kebanyakan merupakan tanda penurunan difusi lokal vaskularisasi darah serebral. Dengan peningkatan tekanan darah (diastolik) maka bersamaan dengan peningkatan tekanan darah intrakranial. Adanya peningkatan tensi, bradikardia, disritmia, dispnea merupakan tanda terjadinya peningkatan TIK
(3) Evaluasi pupil
R/ : Reaksi pupil dan pergerakan kembali dari bola mata merupakan tanda dari gangguan nervus/saraf jika batang otak terkoyak. Keseimbangan saraf simpatis dan parasimpatis merupakan respons refleks nervus kranial
(4) Monitor temperatur dan pengaturan suhu lingkungan
R/ : Panas merupakan refleks dari hipotalamus. Peningkatan kebutuhan metabolisme dan O2 akan menunjang peningkatan TIK
(5) Pertahankan kepala /leher pada posisi yang netral, usahakan dengan sedikit bantal. Hindari penggunaan bantal yang tinggi pada kepala
R/ : Perubahan kepala pada satu sisi dapat menimbulkan penekanan pada vena jugularis dan menghambat aliran darah otak (menghambat drainase pada vena serebral), untuk itu dapat meningkatkan tekanan intrakranial
(6) Berikan periode istirahat antara tindakan perawatan dan batasi lamanya prosedur
R/ : Tindakan yang terus menerus dapat meningkatkan TIK oleh efek rangsangan kumulatif
(7) Kurangi rangsangan extra dan berikan rasa nyaman seperti masase punggung, lingkungan yang tenang, sentuhan yang ramah dan suasana / pembicaraan yang tidak gaduh
R/ : Memberikan suasana yang tenang dapat mengurangi respon psikologis dan memberikan istirahat untuk mempertahankan TIK yang rendah
(8) Cegah / hindari terjadinya valsava manuver
R/ : Mengurangi tekanan intrakranial dan intrabdominal sehingga menghindari peningkatan TIK
(9) Bantu pasien jika batuk/ muntah
R/ : Aktivitas ini dapat meningkatkan intrathorax/tekanan dalam torak dan tekanan dalam abdomen di mana aktivitas ini dapat meningkatkan tekanan TIK
(10) Observasi peningkatan istirahat dan tingkah laku pada pagi hari
R/ : Tingkah non verbal ini dapat merupakan indikasi peningkatan TIK atau memberikan reflek nyeri dimana pasien tidak mampu mengungkapkan keluhan secara verbal, nyeri yang tidak menurun dapat meningkatkan TIK
(11) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian cairan IV, obat diuretik osmotik, obat antipiretik, dan obat antibiotik
R/ : Pemberian cairan mungkin diinginkan untuk mengurangi edema serebral, peningkatan minimum pada pembuluh darah, tekanan darah, dan TIK. Diuretik digunakan pada fase akut untuk mengalirkan alir dari brain cells, mengurangi edema serebral, dan TIK. Antipiretik mengontrol pada metabolisme serebral/oksigen yang diinginkan, dan antibiotik digunakan pada kasus hemoragi untuk mencegah lisis bekuan darah dan perdarahan kembali.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito Lynda Juall (2000), Diagnosa Keperawatan: Aplikasi Pada Praktek Klinik, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Evelyn C.pearce (1999), Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis, Penerbit PT Gramedia, Jakarta.
Gallo, J.J (1998). Buku Saku Gerontologi Edisi 2. Aliha Bahasa James Veldman. EGC. Jakarta
Guyton and Hall (1997), Buku Ajar: Fisiologi Kedokteran, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Marilynn E, Doengoes, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, Jakarta : EGC
Nugroho.W. (2000). Keperawatan Gerontik. Gramedia. Jakarta
Pusat pendidikan Tenaga Kesehatan Departemen Kesehatan. (1996). Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Persarafan , Jakarta, Depkes.
Tuti Pahria, dkk, (1993). Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Ganguan Sistem Persyarafan, Jakarta, EGC.
0 komentar:
Post a Comment