TINJAUAN TEORI
TUBERKULOSIS PARU (TB PARU)
1.1.1 Pengertian
Tuberkulosis paru adalah suatu penyakit infeksius yang terutama menyerang parenkim paru (Suddart & Brunner,2002).
Tuberkolosis adalah penyakit infeksi menular disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis (Price,2006).Tubercolosis paru yaitu penyakit menular pada manusia yang disebabkan oleh spesies Mycobacterium dan ditandai dengan pembentukan tuberkel dan nekrosis pada jaringan-jaringan paru (Dorlan,1997).
Penyakit ini dinamakan Tubercolosis , karena terbentuknya nodul yang kas yaitu tuberkel dan penyakit ini dapat menyerang hampir seluruh organ tubuh tetapi yang paling banyak adalah paru-paru (Azril Bahar, 1999)
1.1.2 Etiologi
Etiologi Tuberculosis Paru adalah Mycobacterium Tuberculosis yang berbentuk batang dan Tahan asam ( Price , 1997 )
Selain itu juga kuman lain yang memberi infeksi yang sama yaitu M. Bovis, M. Kansasii, M. Intracellutare.
1.1.3 Fisiologi
Pernafasan terdiri dari dua bagian, inspirasi dan ekspirasi. Proses Inspirasi sebagai berikut : Diafragma berkontraksi rongga dada mengembang, mengembangnya rongga dada pleural parietal mengembang. Tekanan intrapleural menjadi semakin negatif karena terbentuk isapan singkat antara membran pleura. Perlekatan yang diciptakan oleh cairan serosa memungkinkan pleura viseral untuk mengembang juga dan hal ini juga mengembangkan paru-paru. Denagn mengembangnya paru-paru tekanan intrapulmunal turun dibawah tekanan atmosfir, dan udara memasuki hidung dan terus mengalir melalui saluran pernafasan sampai kealveoli. Proses Ekspirasi dimulai ketika diafragma dan otot-otot interkosta rileks. Rongga dada menjadi lebih sempit, paru-paru terdesak dan jaringan elastiknya yang meregang selama inhalasi, mengerut dan juga mendesak alveoli. Dengan meningkatnya tekanan intrapulmonal diatas tekanan atmosfir, udara didorong keluar paru-paru sampai kedua tekanan sama kembali.
1.1.4 Patofisiologi
Tempat masuk kuman Tuberculosis adalah saluran pernafasan, saluran pencernaan dan luka terbuka pada kulit, namun kebanyakan infeksi tuberculosis melalui udara (air borne) yaitu melalui inhalasi droplet yang mengandung kuman basil tuberkel yang berasal dari orang terinfeksi. Saluran pencernaan merupakan tempat utama bagi jenis bovin yang penyebarannya melalui susu yang terkontaminasi. Tubercolosis adalah penyakit yang dikendalikan oleh respon imunitas perantara sel. Sel efektornya adalah makrofag (reaksi hipersentifitas lambat) Tuberkel yang mencapai permukaan alvaelus diinfasi sebagai suatu unit yang terdiri dari satu samapai basil. Kumpulan basil yang cenderung bertahan di saluran hidung dan cabang besar bronkus dan tidak menyebabkan penyakit (Donennberg, 1981).
Setelah berada dalam ruang alveolus biasanya dibagian bawah bronkus atas paru-paru atau lobus bawah hasil tuberkel ini membangkitkan reaksi peradangan, lekosit polimorfonuklear tampak pada tempat tersebut memfagosit bakteri namun tidak membunuh organisme tersebut sesudah hari pertama maka lekosit diganti makrofag. Alveoli yang terserang akan mengalami konsilidasi dan timbul gejala pneumonia akut, Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu membentuk tuberkel epitel yang dikelilingi oleh limfosit. Reaksi ini biasanya membutuhkan waktu 10 sampai 20 hari, nekrosis bagian sentral lesi digambarkan yang relatif padat dan seperti keju, lesi nekrosis ini disebut kaseosa. Daerah yang mengalami nekrosis kaseosa dan jaringan granulosis disekitarnya yang terdiri dari sel epitel dan fibrobalas menimbulkan respon berbeda. Jaringan granulasi terjadi lebih fibrosa membentuk jaringan pasut dan membentuk suatu kapsul yang dikelilingi tuberkel, lesi primer paru dinamakan fokus ghon dan gabungan terserangnya kelenjar getah bening regional dan lesi primer dinamakan kompleks ghon, respon lainnya adalah pencairan ke dalam bronkus dan menimbulkan kavitas materi bronkus yang dilepaskan dari dinding kautas akan masuk ke dalam percabangan trakeobronkial dan bisa terjadi berulang atau masuk organ lain sampai laring, telinga tengah atau usus.
Bahan pekejuan dapat dapat mengental sehingga tidak dapat mengalir melalui penghubung, sehingga kavitas penuh dengan bahan pengkejuan dan lesi mirip dengan lesi berkapsul yang tidak terlepas dan bisa tidak bergejala dan berkembang di bronkus dan menjadi tempat peradangan aktif. Penyakit dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah. Organisme yang lolos dari kelenjar getah bening akan mencapai aliran darah dalam jumlah kecil, kadang dapat menimbulkan lesi pada berbagai organ lain, jenis penyebaran ini disebut sebagai penyebaran limfatogen dan bisa sembuh sendiri, penyebaran limfatogen merupakan suatu fenomena akut yang biasanya menyebabkan Tuberculosis milier.
1.1.5 Manifestasi Klinik
1) Demam, malaise, BB turun, anoreksia
2) Pucat, anemia, lemah, berkeringat pada malam hari
3) Sesak napas pada penyakit yang lebih lanjut
4) Nyeri dada tetapi jarang terjadi timbul bila ,infiltrasi radang samapi pleura
5) Batuk, pada awalnya batuk kering lalu batuk produktif sampai batuk berdarah/hemaptoe.
6) Pembengkakan kelenjar limfe, crackles di daerah apeks paru
1.1.6 Klasifikasi
Menurut American Thoracic Society TB Paru dibedakan menjadi 4 kategori :
1) Kategori 0 : Tidak pernah terpapas dan terinfeksi
2) Kategori I : Terpapas Tuberculosis, tidak terbukti terinfeksi, riwayat kontak positif tes tuberculin negative
3) Kategori II : Terinfeksi Tuberculosis tapi tidak sakit, tuberculin tes positif, radiologi dan sputum negative
4) Kategori III : Terinfeksi Tuberculosis aktif secara klinis
5) Karegori IV : Tidak aktif secara klinis
6) Kategori V : Tersangka TB
1.1.7 Pemeriksaan Diagnostik
1) Kultur sputum
Positif untuk Mycobacterium Tuberculosis
2) Darah
Peningkatan jumlah limfosit saat Tuberculosis aktif
3) Tes tuberculin
(PPD, mantaux, potongan valmer) Reaksi postif (area indurasi 10 mm atau lebih terjadi 48-72 jam setelah infeksi intradermal antigen) menunjukkan infeksi aktif.
4) Foto thorax
Dapat menunjukkan infiltrasi lebih awal pada area paru atas simpanan kalsium lesi sembuh primer atau iffusi cairan. Perubahan menunjukkan luar TB dapat termsuk rongga, area fibrosa.
5) Hematology atau kultur jaringan
(Termasuk bersihan gaster, urine, dan cairan serebrospinal, biopsi kulit) positif untuk granuloma TB adanya sel raksasa menunjukkan nekrosis.
6) Pemeriksaan fungsi paru
Penurunan kapasitas vital peningkatan ruang mati, peningkatan residu dan kapasitas paru total dan penurunan saturasi oksigen sekunder terhadap infiltrasi parenkim / fibrosis, kehilangan jaringan paru dan penyakit pleural (TB kronis luas pada paru).
1.1.8 Penatalaksanaan
1) Meningkatkan / mempertahankan ventilasi / oksigenasi adekuat.
2) Mencegah penyebaran infeksi.
3) Mendukung perilaku / tugas mempertahankan kesehatan.
4) Meningkatkan strategi koping efektif.
5) Memberikan informasi tentang proses penyakit / prognosis dan kebutuhan pengobatan.
6) Pencegahan : pengisolasian untuk pencegahan penularan melalui udara bila diperlukan
7) Nutrisi adekuat : tinggi protein, tinggi karbohidrat
8) Analgesik
9) Pembedahan : drainage abses paru, dilakukan bila terapi tidak berhasil
10) Terapi lanjut pada keluarga dan orang – orang yang dekat dengan penderita setelah pulang.
1.1.9 Komplikasi
a) Meningitis
b) Spondilitis
c) Pleuritis
d) Bronkopneumonia
e) Atelektasis
f) Pneumothoraks
g) Tuberkulosa perikarditis
h) Peritonitis
i) Limfadenitis
j) Gagal nafas
1.2 Tinjauan Asuhan Keperawatan
1.2.1.Pengkajian
1). Gejala lokal :
Batuk, sesak nafas, hemoptisis, lymfadenopati, kelainan thorak rontgen,dan gangguan GI
2). Efek Sistemik :
Demam, keringat dingin saat malam hari, anoreksia, penurunan berat badan
Riwayat Penyakit dahulu
1). Pernahkah pasien kontak dengan pasien TB?
2). Apakah tidur pasien terganggu karena TB?
3). Adakah riwayat diagnosis TB?
Riwayat keluarga
1). Apakah ada riwayat TB dalam keluarga atau lingkungan rumah?
1.2.1.2 Pemeriksaan Fisik
Data obyektif :
a) BB menurun.
b) Anemis/ikterik.
c) Batuk dengan /tanpa darah.
d) Batuk dengan produksi dahak yang terus – menerus.
e) emam , suhu > 38 0C.
f) RR > 24 kali/menit.
g) Pembengkakan kelenjar limfe.
h) Suara napas ronki.
i) Lekositosis ringan.
j) Terkadang Hb turun.
1.2.2 Rencana Asuhan Keperawatan
1.2.2.1 Diagnosa 1 : Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan produksi sputum yang berlebihan
a) Batasan Karakteristik :
keluhan sesak napas, lendir yang kental dan sulit keluar
a. Ronki (+)
b. RR > 24 kali/menit.
b) Tujuan Keperawatan :
Bersihan jalan napas kembali efektif setelah dilakukan tindakan keperawatan.
Kriteria Hasil :
a) Pasien mengeluh sesak napas berkurang.
b) Ronki (-).
c) Sputum tidak kental (encer) dan dapat dikeluarkan
c) Intervensi :
1). Observasi kualitas pernapasan : bunyi napas, irama, frekuensi, kedalaman dan penggunaan otot aksesoris.
R : Penurunan bunyi nafas dapat menunjukkan atelektasis
2) Observasi kemampuan batuk dan pengeluaran sputum.
R : Pengeluaran sputum sulit apabila sputum kental
3) Bantu dan ajarkan klien untuk membuang sputum pada tempat yang bertutup dan diisi antiseptik.
R : Mencegah perkembangbiakan mikrobakterium tuberkulosis dan mencegah penularan
4) Ajarkan tehnik batuk efektif
R : Agar pasien dapat mengeluarkan dahak secara efektif
5.) Lakukan hisap lendir dan hati-hati bila klien tidak mampu mengeluarkan lendir sendiri.
R : Untuk membersihkan jalan nafas
6). Anjurkan pasien untuk sering minum dan hangat
R : Asupan yang adekuat dapat membantu mengencerkan sekret
7). Kolaborasikan dengan dokter dalam pemberian mukolitik danbronchodilator dengan cara nebuliser
R: Pemberian mukolitik dan bronchodilator dapat membantu pengeluaran dahak. Pemberian secara nebuliser/ inhalasi lebih memudahkanklien untuk menerima medikasi
1.2.2.2 Diagnosa 2 : Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan asupan nutrisi yang tidak adekuat, anoreksia.
a) Batasan Karakteristik
Mayor :
Seseorang yang mengalami puasa dilaporkan atau mempunyai ketidakcukupan masukan makanan, kurang dari yang dianjurkan sehari-hari.
Kebutuhan metabolik aktual atau potensial pada kelebihan masukan terhadap penurunan berat badan.
Minor :
1) Berat badan 10-20 % di bawah normal.
2) Lipatan kulit trisep, lingkar lengan tengah, lingkar atas pertengahan lengan kurang 60 % dari ukuran standar.
3) Kelemahan dan nyeri otot
4) Mudah tersinggung dan bingung
5) Penurunan albumin serum
6) Penurun transferin atau kapasitas pengikat besi
Tujuan :
Kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria hasil, :
a) Pasien mengatakan nafsu makan meningkat.
b) Pasien mengeluh mual/muntah (-).
c) Sputum berkurang.
d) BB meningkat.
e) Klien dapat menghabiskan makanan yang disediakan.
Intervensi :
1) Jelaskan pentingnya nutrisi yang adekuat, negosiasikan dengan pasien tujuan masukan untuk setiap kali makan dan makan makanan kecil.
R : Meningkatkan pengetahuan pasien tentang pentingnya nutrisi dan proses penyembuhan.
2) Berikan kesenangan, suasana makan yang rileks.
R : Meningkatkan ketertarikan untuk mengkonsumsi makanan.
3) Observasi jumlah makanan yang dikonsumsi setelah makan.
R : Mengidentifikasikan kemajuan yang diharapkan .
4) Tawarkan makan porsi kecil tapi sering.
R : Mengurangi perasaan tegang pada lambung, mencegah mual muntah.
5) Timbang BB tiap hari.
R : Mengetahui tingkat perkembangan status nutrisi.
6) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian vitamin (multivit).
R : Mencukupi devisit vitamin akibat masukan nutrisi yang tidak adekuat.
1.2.2.3 Diagnosa 3 : Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan jaringan paru pada membran alveolar-kapiler
1) Batasan karakteristik :
a) Sesak napas
b) RR > 24kali/hari, sianosis
c) Lekositosis
d) Pada rontgen ada gambaran lesi dan kavitasi
Tujuan Keperawatan :
Pertukaran gas kembali adekuat setelah dilakukan tindakan keperawatan.
Kriteria Hasil :
a) Leukosit dalam batas normal.
b) Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat.
c) Pasien mengeluh sesak napas (-).
Intervensi
1) Observasi tanda-tanda vital tiap 4 jam.
R : Untuk mengetahui perubahan tanda-tanda vital
2) Monitor kedalaman dan frekuensi pernapasan.
R : Untuk evaluasi derajat distress
3) Observasi kulit dan membran mukosa
R : Untuk mengetahui sianosis perifer ( pada kuku) dan sianosis sentral ( pada
sekitar bibir)
4) Atur posisi tidur semi fowler/ nyaman menurut pasien.
R : Menurunkan tekanan diafragma dan melancarkan O2
5) Kolaborasikan dengan dokter dalam pemberian O2
R : Memperbaiki / mencegah memburuknya hipoksia
6) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi TBC
R : Mencegah perkembangbiakan dan mematikan mikrobakterium tuberkulosis
1.3 Evaluasi
1) Bersihan jalan napas kembali efektif
2) Pasien mengatakan nafsu makan meningkat.
3) Pasien mengeluh mual/muntah (-).
4) Leukosit dalam batas normal.
5) Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat.
DAFTAR PUSTAKA
Doengoes Marilynn E (2000),Rencana Asuhan Keperawatan ,EGC, Jakarta.
Lynda Juall Carpenito.(1999). Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan , edisi 2 , EGC, Jakarta.
Mansjoer dkk.(1999).Kapita Selekta Kedokteran ,edisi 3 , FK UI , Jakarta 1999.
Price,Sylvia Anderson. (!999). Patofisologi : Konsep Klinis Proses – Proses penyakit , alih bahasa Peter Anugrah, edisi 4 , Jakarta , EGC.
Tucker dkk, (!998).Standart Perawatan Pasien , EGC, Jakarta.
0 komentar:
Post a Comment