Tuesday, 16 April 2019

LP TEORI ASKEP KISTA OVARY

   No comments     
categories: , , , ,
BAB 1
TINJAUAN TEORI
KISTA OVARIUM

1.1  Tinjauan Medis
1.1.1        Pengertian
Kista ovarium adalah pertumbuhan sel berlebihan atau abnormal pada ovarium yang membentuk seperti kantong  tumor. Tumor jinak dapat bersifat epitecal, atau berasal  dari  strauma gonat khusus. Secara klinis mereka dapat  memberikan  gejala dan tanda yang sangat mirip sehingga diagnosa hanya dapat dibuat berdasarkan pemeriksaan histopatologi (Brunner dan Suddarth, 2000).
Ovarium kista adalah ovarium yang mengandung kista folikular kecil yang multiple yang terisi dengan cairan serosa encer, berwarna kuning atau terwarnai oleh darah (Kamus Kedokteran Dorland, 812).

1.1.2        Etiologi
Kista ovarium belum diketahui  secara jelas dan pasti, tetapi diperkirakan karena ada kemungkinan korpus luteum gravidatatis ikut terangkat. Korpus luteum adalah organ fisiologis lain yang berpotensi nengalami pembentukan kista dan perdarahan, suatu folikel yang matang tidak dilepaskan sel telur sehingga menetap dan membesar selama siklus ovulasi tumbuh atau berkembang dari folikel kista sederhana (normal) yang dipengaruhi proses antresia folikel, korpus luteum yang mengalami hematoma. 

1.1.3        Fisiologis
Ovarium merupakan kelenjar terbentuk buah kenari terletak dikiri dan kanan uterus dibawah tuba uterin dan terikat disebelah belakang oleh ligamentum latum uterus. Setiap bulan sebuah folikel berkembang dan sebuah ovum dilepaskan. Ovarium disebut juga indung telur, didalamnya terdapat jaringan bulbus dan jaringan tubulus yang menghasilkan telur (ovum), ovarium ini hanya terdapat pada wanita letaknya di dalam pelviks sebelah kiri, kanan uterus. Jaringan yang banyak mengandung kapiler darah dan serabut kapiler saraf. Pada umumnya bentuk kista-kista kecil banyak ditemukan di ovarium yaitu dalam folikel dan korpus luteum. Selama proses ovulasi folikel-folikel yang sudah matang akan melepaskan satu telur. Tapi pada pembentukan kista, pada proses ovulasi folikel tidak dapat mengeluarkan telur sehingga folikel membesar dan menjadi kista. Selain itu korpus luteum adalah organ fisiologis lain yang berpotensi mengalami pembentukan kista pada perdarahan korpus luteum persistem jarang didapatkan pada wanita yang tidak hamil. Bila kemudian telah disingkirkan maka pembesaran salah satu ovarium dapat akibat pembentukan kista dalam pusat luteum yang gagal mengecil.

1.1.4        Patofisiologi

Pada proses ovulasi terjadi ketidakseimbangan hormon esterogen dan progesteron sehingga folikel tidak bisa melepaskan sel telur. Selain itu terjadi atersia folikel yang juga menyebabkan sel telur tidak bisa keluar di dalam ovarium. Sel telur tumbuh dan berkembang sehingga menyebabkan kista ovari. Kista ovari dibagi menjadi dua yairu kista ovari fisiologis dan patologis terjadi suatu peningkatan tekanan intra abdomen yang dapat menyebabkan trauma jaringan yang pada beberapa perempuan menimbulkan disminore yang menimbulkan nyeri pada saat menstruasi, karena kista ovari menyebabkan terhambatnya proses ovulasi sehingga terjadi aminorea. Selain kista ovarium yang patologis pada keadaan sebelum operasi kista terus berkembang dan tumbuh yang bisa menyebabkan trauma jaringan sehingga terasa nyeri dan mengalami gangguan mobilitas fisik. Kista yang berkembang sebelum operasi juga memungkinkan terjadinya ruptur pada ovarium dan menimbulkan perdarahan intra abdomen sehingga kemungkinan terjadi resiko tinggi infeksi karena masuknya mikroorganisme dan timbul rasa nyeri karena kurang pengetahuan tentang penyakit kista maka muncullah ansietas. Pada keadaan setelah operasi yaitu setelah pembedahan laparatormi terjadi deformitas jaringan yang menyebabkan perlukaan yang menimbulkan kerusakan integritas kulit dan memungkinkan terjadinya resiko tinggi infeksi akibat proses pembedahan deformitas jaringan tersebut juga bisa menyebabkan nyeri yang menganggu mobilitas fisik.

1.1.5        Klasifikasi  kista
Pembagian  tumor ovarium
1)      Tumor Non Neoplastic
(1)   Tumor akibat radang
(2)   Tumor lain :     -     Kista Folikel
-          Kista Korpus Luteum
-          Kista Lutein
-          Kista inklusi germinal
-          Kista endometrium
-          Kista stein – leventhal
2)      Tumor Neoplastic
(1)   Tumor jinak
a.       Kistoma ovarii simpleks
b.      Kistadenoma ovarii serasum
c.       Kista dermoid
d.      Tumor Brenner
(2)   Tumor ganas ovarium

1.1.6        Manifestasi Klinis
Seperti pada penyakit ganas, tumor ovarium dapat tumbuh dengan tenang dan jarang penyebab gejala sampai setelah mencapai ukuran besar. Ketika tumor berkembang akan terjadi distensi abdominal. Pengaruh berat tekanan terhadap usus dan kandung kemih. Pertumbuhan tumor ovarium dapat memberikan gejala karena besarnya, terdapat perubahan hormonal atau penyulit yang terjadi. Tumor jinak ovarium diameternya kecil sering ditemukan secara kebetulan dan tidak memberikan gejala klinik yang berarti.

Sebagian besar tanda dan gejala adalah akibat dari :
1)      Gejala akibat pertumbuhan
(1)   Menimbulkan rasa berat di abdomen bagian bawah
(2)   Mengganggu miksi atau defekasi
(3)   Tekanan tumor dapat menimbulkan konstipasi atau edema pada tungkai bawah
2)      Gejala akibat perubahan hormonal
Ovarium merupakan sumber hormon utama wanita, sehingga bila berhubungan dengan tumor menimbulkan gangguan menstruasi, tumor sel granulase
3)      Gejala klinik akibat komplikasi yang terjadi pada tumor
(1)   Perdarahan  ke dalam kista  (intra tumor)
Bila terjadi perdarahan dalam jumlah yang banyak dapat menimbulkan nyeri abdomen mendadak dan memerlukan tindakan cepat.
(2)   Robek dinding kista
Pada torsi tangkai kista ada kemungkinan terjadi robekan sehingga isi kista tumpah ke dalam ruang abdomen.
(3)   Degenerasi ganas kista ovarium
Keganasan kista ovarium sering dijumpai
a.       Kista pada usia sebelum menarche
b.      Kista pada usia diatas 48 tahun
(4)   Sindrome Meigs
Sindrom yang ditemukan oleh meigs menyebutkan terdapat fibroma ovari, acites dan hidrothorak dengan tindakan operasi fibroma ovari maka sindroma akan menghilang dengan sendirinya.

1.1.7        Pemeriksaan Penunjang
1)      Laparaskopi
Berguna untuk mengetahui apakah berasal dari ovari dan juga dapat menentukan sifatnya.
2)      Ultrasonografi
Memungkinkan visualisasi kista yang diameternya dapat berkisar dari 1-6 cm. Berguna untuk memungkinkan letak dan batasnya dan dapat pula dibedakan antara cairan dalam rongga perut yang bebas dan tidak bebas
3)      Foto Rongent
Berguna untuk  menentukan adanya hidrothoraks, selanjutnya pada kista dermoid kadang-kadang dapat dilihat adanya gigi pada kista

1.1.8        Penatalaksanaan
1)      Pada kista ovarium dengan keluhan nyeri perut dilakukan laparatomi
2)      Pada kista pvarium asimtomatik besarnya lebih dari 10 cm dilakukan laparatomi
3)      Kista yang kecil (< 5 cm) umumnya tidak memerlukan tindakan operatif
4)      Kista 5-10 cm memerlukan observasi jika menetap atau membesar dilakukan laparatomi
5)      Jika pada laparatomi ada kecurigaan keganasan, pasien perlu dirujuk ke rumah sakit yang lebih lengkap untuk evaluasi dan penanganan selanjutnya.
6)      Observasi klinis pasien
7)      Pengukuran kadar hematorit dan hemoglobin
8)      Pencegahan komplikasi serius yang timbul dari pembedahan

1.2  Tinjauan Asuhan keperawatan
1.2.1        Pengkajian
1.2.1.1  Anamnesa
1)      Apakah pada perut terasa berat ?
2)      Apakah ibu dapat BAB dan BAK secara lancar ?
3)      Apakah menstruasinya teratur ?
4)      Apakah ada kelainan saat menstruasi ?
5)      Apakah pernah perdarahan di luar menstruasi
6)      Apakah pada tungkai bawah bengkak ?
7)      Apakah pada perut terasa nyeri ?
1.2.1.2  Pemeriksaan fisik
1)      Inspeksi
Apakah ada perdarahan dari vagina?
Berapa banyak perdarahan yang dikeluarkan dari vagina?
2)      Palpasi
Dimana letak benjolan kista ?
Berapa ukuran kista tersebut?
3)      Auskultasi
Bagaimana bunyi bising usus dan berapa kali ?
Apakah terdengar suara tambahan di abdomen atau uterus ?

1.2.2        Rencana Asuhan Keperawatan
1.2.2.1  Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit dan prognosis 
1)     Tujuan :
Pasien menunjukkan rentang yang tepat dari perasaan dan berkurangnya rasa cemas atau takut.

2)     Kriteria hasil :
(1)    Perasaan takut atau cemas berkurang
(2)    Pasien tampak rileks dan melaporkan ansietas berkurang pada tingkat dapat diatasi.
(3)    Pasien dapat mendemonstrasikan penggunaan mekanisme koping efektif dan partisipasi aktif dalam aturan terapeutik
3)     Implementasi dan  rasional
(1)      Dorong pasien untuk mengungkapkan pikiran dan perasaan 
R :      Memberikan kesempatan untuk memeriksa rasa takut realistik serta kesalahan konsep tentang diagnosis.
(2)      Berikan lingkungan terbuka dimana pasien merasa aman untuk mendiskusikan perasaan atau menolak bicara.
R :      Membantu pasien untuk merasa diterima pada adanya kondisi tanpa perasaan dihakimi dan meningkatkan rasa kontrol.
(3)      Pertahankan kontak sering dengan pasien
R :      Memberikan keyakinan pada pasien bahwa pasien tidak sendiri atau ditolak berikan respek dan penerimaan individu mengembangkan kepercayaan.
(4)      Berikan informasi akurat, konsisten mengenai prognosis. Hindari memperdebatkan tentang persepsi pasien terhadap situasi.
R :      Dapat menurunkan ansietas dan memungkinkan pasien membuat pilihan atau keputusan berdasarkan realita.
(5)      Jelaskan prosedur, berikan untuk bertanya dan jawaban jujur
R :      Informasi akurat memungkinkan pasien menghadapi situasi lebih efektif dengan realitas, karena dapat menurunkan ansietas dan rasa takut karena ketidaktahuan.
(6)      Jelaskan pengobatan yang dianjurkan, tujuannya, potensial efek samping membantu pasien menyiapkan pengobatan.
R :      Pengobatan dapat  meliputi pembedahan sehingga diharapkan pasien benar-benar siap untuk melaksanakannya

1.2.2.2  Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan salah interpelasi informasi tentang penyakit dan penatalaksanaannya.
1)     Tujuan
(1)   Menyatakan pemahaman kondisi
(2)   Mengidentifikasi hubungan tanda atau gejala berhubungan dengan prosedur pembedahan dan tindakan untuk menerimanya.
2)     Intervensi
(1)    Beri penjelasan tentang semua permasalahan yang berkaitan dengan penyakitnya
R :       Informasi yang tepat menambah wawasan klien sehingga klien tahu tentang keadaan dirinya
(2)    Dorong aktivitas sesuai toleransi dengan periode istirahat periodik
R :       Mencegah kelemahan, meningkatkan penyembuhan dan perasaan sehat dan mempermudah kembali ke aktivitas normal.
(3)    Masalah yang diantisipasi selama penyembuhan
R :       Faktor fisik, emosi, sosial mempunyai pengaruh kumulatif dapat memperlambat penyembuhan.
(4)    Identifikasi kebutuhan diet
R :       Memfasilitasi penyembuhan atau regenerasi jaringan
(5)    Kaji ulang perawatan insisi bila tepat
R :       Memudahkan perawatan diri secara mandiri

Post op
1.2.2.3  Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan sekunder terhadap tindakan operasi SOD.
1)     Tujuan
Nyeri berkurang dalam waktu 2 x 24 jam setelah dilakukan tindakan operasi
2)     Kriteria hasil
(1)    Nyeri dapat hilang atau terkontrol
(2)    Keadaan umum pasien baik
(3)    Pasien tampak tenang
4)     Intervensi
(1)   Kaji nyeri, catat lokasi
R :        Berguna dalam pengawasan keefektifan obat, kemajuan penyembuhan
(2)  Ciptakan  lingkungan yang tenang dan nyaman
R :        Lingkungan yang tenang dan nyaman membuat pasien merasa aman dan yakin bahwa ia dirawat dengan baik.
(3)  Ajarkan teknik relaksasi nafas dalam
R :        Mengurangi ketegangan abdomen sehingga dapat mengurangi nyeri
(4)  Pantau TTV
R :        Untuk mengenal dan mengetahui penyimpanan dari perkembangan keadaan pasien secara dini.

(5)  Observasi tingkat nyeri
R :        Akan mengetahui lokasi perjalanan dan lamanya
(6)  Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgesik
R :        Menghilangkan nyeri mempermudah kerjasama dengan intervensi terapi lain. 

1.2.2.4  Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan ketidaknyamanan sekunder adanya luka pembedahan
1)      Tujuan : Pasien dapat melakukan aktivitas dalam waktu 2 x 24 jam
2)      Kriteria hasil :
(1)    Pasien mengatakan tidak nyeri pada luka operasi
(2)    Pasien tidak tampak menyeringai kesakitan
(3)    Pasien tidak melindungi daerah yang nyeri
(4)    Skala nyeri berkurang
3)      Intervensi :
(1)    Observasi TTV
R :       Dapat menghindari rasa takut dan ketidaknyamanan
(2)    Evaluasi rasa sakit secara reguler
R :       Menyediakan informasi mengenai efektifitas intervensi
(3)    Lakukan reposisi sesuai petunjuk misal : semi fowler
R :       Mengurangi rasa nyeri dan melancarkan sirkulasi
(4)    Ajarkan penggunaan teknik relaksasi misal latihan nafas dalam
R :       Melepaskan ketegangan emosional dan otot
(5)    Kolaborasi dalam pemberian analgesik
R :       Menurunkan nyeri dan spasme otot

1.2.2.5  Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan interupsi mekanis pada kulit, pengangkatan bedah kulit atau jaringa
1)     Tujuan : Luka operasi mencapai penyembuhan tepat pada waktunya
2)     Kriteria hasil :
(1)    Tercapainya penyembuhan luka
(2)    Mencegah komplikasi
(3)    Tidak timbul jaringan

3)     Intervensi :
(1)   Periksa luka secara teratur, catat karakteristik dan integritas kulit
R :        Mengobservasi adanya kegagalan proses penyembuhan luka
(2)   Anjurkan  pasien untuk tidak menyentuh daerah luka
R :        Mencegah kontaminasi luka

(3)   Secara hati-hati lepaskan perekat dan pembalut saat mengganti balutan
R :        Mengurangi resiko trauma kulit
(4)   Kolaborasi  dalam pemberian antibiotik
R :        Diberikan secara profilaksis atau untuk mengobati infeksi khusus dan meningkatkan penyembuhan.

1.2.2.6  Resti infeksi berhubungan dengan trauma jaringan pembedahan, prosedur invasif
1)     Tujuan : Tidak terjadi infeksi selama perawatan di rumah sakit
2)     Kriteria hasil :
(1)      Suhu tubuh pasien dalam batas normal (36 – 37 o C)
(2)      Tidak ada tanda infeksi
(3)      Tidak ada pus pada luka pasien
3)     Implementasi dan Rasional :
(1)    Observasi TTV
R :       Dapat mengidentifikasi terjadi infeksi
(2)    Lakukan tindakan keperawatam luka secara antiseptik dan septik
R :       Mencegah kontaminasi luka
(3)    Inspeksi balutan abdominal terhadap eksudat atau membesar
R :       Keadaan rembesan dapat menandakan hematoma, gangguan penyatuaan jahitan atau desisiensi luka
(4)    Dorong masukan cairan oral dan diit tinggi kalori protein, vitamin C dan zat besi
R :       Mempercepat proses penyembuhan
(5)    Bersihkan luka dan ganti balutan bila basah
R :       Lingkungan lembab merupakan media paling baik untuk pertumbuhan bakteri 
(6)    Tingkatkan istirahat
R :       Istirahat menurunkan proses metabolisme, memungkinkan O2 dan nutrien digunakan untuk penyembuhan

(7)    Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antibiotik
R :       Antibiotik mencegah terjadinya infeksi

1.2.3        Evaluasi
1)      Pasien menyatakan ansietas terkontrol
2)      Pasien dapat memahami kondisinya
3)      Nyeri berkurang dalam waktu 2 x 24 jam setelah dilakukan tindakan operasi
4)      Pasien dapat melakukan aktivitas tanpa bantuan orang lain
5)      Tidak ada tanda kerusakan jaringan
6)      Pasien menunjukkan tidak ada proses infeksi


DAFTAR PUSTAKA

Bagian obstetric dan Ginekologi F.K. Unpad. 1993. Ginekologi Elster : Bandung

Carpenito, Lynda Juall (2000). Diagnosa Keperawatan. Terjemahan Monica Ester. Edisi 8. EGC. Jakarta.

Doengoes, Marilyn E (2000). Rencana Asuhan keperawatan. Edisi 3. EGC. Jakarta .

Doenchoelter, Johan H (1988). Ginekologi Greeenhill. Terjemahan Chandra Sanusi. Edisi 120. EGC. Jakarta.

Kamus Kedokteran Dorland. Cetakan I. 1998. Terjemahan Poppy Kumala. EGC. Jakarta.


Media Aesculapius. (2000).  Kapita Selekta Kedokteran.  Edisi 3. Jilid 1. Media Aesculapius. FKUI.

0 komentar:

Post a Comment